Abstrack:Article 29 of the Act Number 10, 1998 regarding the Change of the Act Number 7, 1992 regarding Banking states that the guidance in verse (1) means the efforts done by determining the rules relating institutional aspect, the owning, activities, report and other relating operational bank aspect. The meaning of supervision in verse (1) covers indirect supervision especially preliminary supervision through research, analysis, and the evaluation of bank report and direct supervision through investigation followed by reparation. In accordance with that, the Indonesian Bank is granted the power, responsibility, and duty fully to guide and supervise on the bank by doing some preventive and repressive efforts. On the other hand, the bank is compulsory to have and apply supervision system internally in terms of securing the decision process in managing the bank that based on the careful principle of bank. Due to the fact that the bank is working with the fund from people deposited based on the trust, every bank is necessary to keep healthy and keep the trust of the people. In fact, the internal supervision at Bank Aceh has not been working due to debt risk.This research aims to explain the application of internal monitoring of bank on providing loan that has been suitable to the law, the obstacles faced in monitoring on the loan and the consequence of law on the bank if the internal monitoring in providing loan is conducted not properly. This is normative-empirical research based on library and field research. Library research is conducted to obtain secondary data by reviewing the literatures and laws relating to the research problems. Field research is conducted to primary data by interviewing respondents and informants. The data obtained are then analysed qualitatively by descriptive analytical approach. The research shows that the implementation of internal bank monitoring on the debt provision has not been conducted well and based on the law due to the monitoring function has not been done maximally namely the provision of it is not conducted based on the Policy of Bank Credit, the procedure of credit provision and internal bank regulation, the developing of debtors including the monitoring through visiting them and warn them earlier regarding the decrease of credit quality that is expected to risk the bank is not implemented fully, the quality of credit that is not based on the Indonesian Bank Regulation, the truth of the provision between related parties and the Bank is not fully based on the bank policy, the administration of the loan documents is not in according with the law. The obstacles faced in the monitoring are the independency of the bank management, tight competition, many debt programs, and the customer’s loyalty. The constraints in providing credit at the Bank of Aceh are the analysis of credit provision cannot done maximally that is the review on the character of debtors and the limit of time given by the bank management for the monitoring is limited. The legal consequences towards the monitoring that is not conducted based on the law are the weakness in providing the debt causing the problem and risking in cashing the money that is not based on the requirements, the extension of time that is not based on the regulation, there is the debt transaction that is not based on the Standard Operational Procedure of credit provision.It is recommended that the Bank of Aceh could monitor more intensive in providing the credit hence the risk from the credit provision can be minimalized. The government should provide more freedom for the bank management to decide the policy professionally, provide more time to review the capability of the debtors hence the review can be optimally done, and the analysis of 5 C’s can be fulfilled in providing the credit and it is a necessary a regulation on the internal monitoring of the bank thus the mechanism of the monitoring can be more clear and providing the punishment if the internal monitoring is conducted against the law. Keywords: Internal Monitoring, Bank of Aceh and Credit Provision. Abstrak: Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disingkat UUP) menyebutkan, yang dimaksud dengan pembinaan dalam ayat (1) ini adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, pengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Yang dimaksud dengan pengawasan dalam ayat (1) ini meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi wewenang, tanggungjawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya”. Kenyataannya pengawasan internal pada Bank Aceh belum dapat berjalan, karena masih terjadinya kredit bermasalah atau resiko kredit.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan pengawasan internal bank terhadap penyaluran kredit telah berjalan menurut peraturan perundang-undanga, hambatan bank dalam melakukan pengawasan internal terhadap penyaluran kredit dan konsekuensi hukum terhadap bank bila pengawasan internal penyaluran kredit oleh bank tidak sebagaimana mestinya.Penelitian ini bersifat normatif-empiris yang didasarkan kepada penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.Penelitian kepustakaaan untuk memperoleh data sekunder dengan mempelajari literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dengan cara mewawancarai responden dan informan. Keseluruhan data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan desriftif analisis.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengawasan Internal Bank terhadap Penyaluran Kredit belum dapat berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya, karena fungsi pengawasan kredit belum dilakukan secara maksimal antara lain pemberian kredit belum dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank, prosedur pemberian kredit dan ketentuan internal Bank yang berlaku, perkembangan kegiatan debitur termasuk pemantauan melalui kegiatan kunjungan kepada debitur dan memberikan peringatan dini mengenai penurunan kualitas kredit yang diperkirakan mengandung risiko bagi Bank belum sepenuhnya dilakukan, adanya kualitas kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, kebenaran pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan Bank dan debitur-debitur besar belum sepenuhnya sesuai Kebijakan Perkreditan Bank, adanya pelaksanaan pengadministrasian dokumen perkreditan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Hambatan-hambatan dalam melakukan pengawasan internal pada Bank Aceh adalah independensi manajemen bank, persaingan yang ketat, kredit program yang banyak, dan loyalitas nasabah. Hambatan-hambatan dalam pemberian kredit pada PT Bank Aceh analisis pemberian kredit tidak dapat dilaksanakan secara optimal adalah penilaian terhadap watak (character) debitur dan batasan jangka waktu yang diberikan oleh manajemen bank bagi melakukan pengawasan kredit terbatas. Konsekuensi hukum terhadap pengawasan internal bank yang tidak berjalan sebagaimana mestinya adalah terjadinya kelemahan-kelemahan dalam penyaluran kredit sehingga dapat terjadinya kredit bermasalah dan risiko kredit.pencairan kredit yang tidak memenuhi persyaratan, perpanjangan jangka waktu yang tidak memenuhi persyaratan, adanya transaksi keuangan debitur yang tidak sesuai dan tidak berpedoman pada Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan perkreditan.Disarankan kepada Bank Aceh untuk dapat melakukan pengawasan yang lebih intensif dalam penyaluran kredit, sehingga risiko atau kredit bermasalah dapat diminimalisir. Diharapkan pemerintah dapat memberikan keleluasaan dan kebebasan kepada Manajemen Bank untuk secara profesional memutuskan kebijakan perkreditan, memberikan tenggang waktu yang memadai untuk penilaian kelayakan kredit sehingga pelaksanaan analisis penilaian kredit berjalan optimal dan analisis 5 C’s dapat terpenuhi dalam pemberian kredit dan diperlukan suatu aturan yang tegas terhadap pengawasan internal bank, sehingga mekanisme pengawasan dapat lebih jelas dan memberikan sanksi yang tegas jika pengawasan internal bank tidak dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Kata Kunci:Pengawasan Internal, Bank Aceh dan Penyaluran Kredit.