Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

RITUAL MENGAMBIK TANAH DALAM UPACARA TABUT DI KOTA BENGKULU Sepiolita, Ria Twin; Arsih, Utami; Iryanti, V. Eny
Jurnal Seni Tari Vol 6 No 2 (2017): Vol 6 No 2 (2017)
Publisher : Jurnal Seni Tari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.629 KB) | DOI: 10.15294/jst.v6i2.18398

Abstract

Abstrak Tradisi Tabut merupakan salah satu upacara tradisional, yang dirayakan dari tanggal 1 sampai 10 Muharram pada setiap tahunnya. Upacara Tabut mempunyai beberapa bagian ritual. Mengambik Tanah salah satu bagiannya memiliki bentuk penyajian berbeda dibandingkan dengan bagian ritual yang lainnya, yakni pada Ritual Mengambik Tanah yang merupakan kegiatan utama dalam upacara ritual Tabut. Mengambik Tanah diartikan sebagai mengingatkan manusia asal mula manusia dari tanah kembali ke tanah atau menggalami kematian. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan multidisiplin. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang ada kemudian dianalisis melalui empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi, penyajian, dan verifikasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu, triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi teori. Hasil penelitian mengungkapan bahwa Ritual Mengambik Tanah merupakan bagian pertama dalam prosesi Tabut. (1) Tahapan Ritual Mengambik Tanah dilakukan sebagai berikut: (a) gubernur dan rombongan menjemput Keluarga Kerukunan Tabut (KKT) di balai adat/tugu dhol, (b) tari pembukaan, (c) pembukaan Tabut, (d) pelepasan Keluarga Kerukunan Tabut (KKT), (e) Mengambik Tanah. (2) Bentuk pertunjukan pada upacara Ritual Mengambik Tanah tidak terlepas dari aspek-aspek seni pertunjukan yang meliputi: (a) gerak, (b) suara atau musik, (c) desain lantai, (d) tata rias dan tata busana, (e) properti, (f) waktu penyelenggaran, (g) tempat pertunjukan, (h) pelaku kesenian, (i) penonton   Kata Kunci Tabut; bentuk pertunjukan; ritual Mengambik tanah   Abstract Tradition of the Ark is one of the traditional ceremonies, which is celebrated from 1 to 10 Muharram every year. The Ark ceremony has several parts of the ritual. Land take is one part which has a different form of presentation compared to other parts of the ritual, namely the ritual take land that is the main activity in the ritual of the ark. Taking the Land is defined as reminding humans of human origins from the soil back to the ground or groping death. The research method used is qualitative with multidisciplinary approach. Data collection techniques were conducted using observation, interview, and documentation techniques. Existing data is then analyzed through four stages: data collection, reduction, presentation, and verification. Technique examination of data validity that is, triangulation of source, triangulation method, and triangulation theory. The results reveal that the Ritual Taking Soil is the first part in the Ark procession. (1) Stages Ritual Taking Soil performed as follows: (a) the governor and his entourage picked Family Harmony Ark (of the summit) in customs hall / monument dhol, (b) opening dance, (c) opening the Ark, (d) the release of Family Harmony Ark (KKT), (e) Taking the Land. (2) The performances at the ceremony Ritual Take the land can not be separated from aspects of the performing arts that includes: (a) motion, (b) sound or music, (c) the design of the floor, (d) makeup and fashion, (e ) Property, (f) the delivery time, (g) the venue, (h) artisans, (i) audiences . Key words:  oerformance of form, the ritual of mengambik tanah  
EKSISTENSI AGNES SEBAGAI PENARI LENGGER Marsiana, Deva; Arsih, Utami
Jurnal Seni Tari Vol 7 No 2 (2018): Vol 7 No 2 (2018)
Publisher : Jurnal Seni Tari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (890.651 KB) | DOI: 10.15294/jst.v7i2.26396

Abstract

Agus Widodo atau yang dikenal dengan Lengger Agnes merupakan salah satu Lengger lanang yang eksis di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil sebagai penari Lengger, kegiatan pelatihan Agnes, dan aktivitas pertunjukan Lengger Agnes. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, triangsulasi teknik, dan triangulasi waktu.Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Hasil penelitian ini adalah Eksistensi Lengger Agnes dapat dilihat dari Profil Agus Widodo Sebagai Penari Lengger, Pelatihan dan Aktivitas Pementasan. Profil Agnes sebagai penari Lengger meliputi Latar belakang keluarga, Riwayat pendidikan dan Laku yang dijalankan oleh Agus Widodo untuk menjadi seorang Lengger. Pelatihan yang dilakukan oleh Agnes terhadap peserta latihan dilakukan di Sanggar Mranggi Laras pimpinan Agus Widodo. Aktivitas pementasan yang dilakukan oleh Lengger Agnes dilakukan dalam acara ngunduh mantu, hajatan, wayangan, festival, orkes calung. Lengger Agnes tidak hanya bisa menari tetapi juga bisa nyindhen. Terdapat elemen pertunjukan yaitu pelaku, gerak, iringan, rias, busana, tempat pertunjukan dan penonton. Kesimpulan hasil penelitian adalah eksistensi Agnes sebagai penari Lengger masih terus berjalan dan Lengger Agnes selalu berusaha untuk menyesuaikan pertunjukan sesuai selera serta kebutuhan masyarakat. Kata kunci: Eksistensi, Lengger, Aktivitas Pertunjukan
Proses Penciptaan Tari Patholan di Kabupaten Rembang Restiana, Ida; Arsih, Utami
Jurnal Seni Tari Vol 8 No 1 (2019): Kajian Tekstual dan Kontekstual Tari Nusantara
Publisher : Department of Drama, Dance, and Music Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.343 KB) | DOI: 10.15294/jst.v8i1.29167

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penciptaan Tari Patholan di Kabupaten Rembang. Tari Patholan merupakan tari kreasi yang ide dasarnya dari pathol sarang atau biasa disebut gulat yang bertemakan hiroik (kepahlawanan). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskripstif, dengan pendekatan koreografis. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tari Patholan merupakan tari berpasangan yang ditarikan oleh penari laki-laki. Proses penciptaan Tari Patholan meliputi tahap eksplorasi yaitu penjajagan tentang gerak gulat, tahap improvisasi yaitu pencarian gerak bantingan, dan komposisi yaitu penggabungan gerak menjadi tari utuh. Bentuk pertunjukan Tari Patholan meliputi tema, gerak, penari, musik/iringan, tata rias, tata busana, pentas, tata lampu, dan properti. Faktor ? faktor yang mempengaruhi proses penciptaan Tari Patholan terdiri dari, lingkungan, sarana atau fasilitas, keterampilan, identitas, orisinalitas, dan apresiasi.
Strategi Adaptasi Kelompok Barongan Samin Edan Kota Semarang dalam Menarik Minat Penonton Putri, Eza Apita; Arsih, Utami
Jurnal Seni Tari Vol 8 No 2 (2019): Kajian Tekstual dan Kontekstual Tari Nusantara
Publisher : Department of Drama, Dance, and Music Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.642 KB) | DOI: 10.15294/jst.v8i2.34502

Abstract

Barongan merupakan bentuk kesenian tradisi masyarakat Blora yang berwujud Harimau yang diyakini mempunyai kekuatan magis yang mampu melindungi mereka dari semua kesengsaraan dan marabahaya. Alasan peneliti tertarik dengan kajian ini karena kesenian tersebut bukan merupakan kesenian asli dari Kota Semarang, tetapi kesenian ini dapat dengan mudah menarik perhatian warga masyarakat di Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tindakan yang dilakukan kelompok Barongan Samin Edan untuk menarik minat penonton kota Semrang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk pertunjukan kelompok Barongan Samin Edan, dan bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan untuk menarik minat penonton. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan sifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi pada saat pertunjukan Barongan Samin Edan maupun pada saat berlatih. Hasil temuan pada penelitian ini yakni bentuk pertunjukan dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh kelompok Barongan Samin Edan untuk menarik minat penonton. Bentuk pertunjukan kelompok Barongan Samin Edan disajikan dengan rangkaian yang sangat lengkap mulai dari garap tarinya, gerak tari, komposisi, desain lantai, selain itu dilengkapi dengan tata rias dan busana yang sangat lengkap dan mewah, properti topeng yang digunakan dalam pertunjukan tersebut, serta kolaborasi musik gamelan dan musik modern. Sedangkan strategi adaptasinya melalui tiga adaptasi yaitu adaptasi perilaku, adaptasi siasat, dan adaptasi proses.
Makna Simbolik Tari Topeng Tumenggung Gaya Slangit Cirebon Rosiana, Fifit Fitriyah; Arsih, Utami
Jurnal Seni Tari Vol 10 No 1 (2021): Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jst.v10i1.46463

Abstract

Tari Topeng Tumenggung merupakan salah satu jenis Tari Topeng Cirebon gaya Slangit. Tari yang diciptakan oleh seniman tari Cirebon merupakan suatu kerangka yang penuh dengan makna simbolik untuk dikomunikasikan pada orang lain. Tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis dan mendeskripsikan makna simbolik yang terkandung pada Tari Topeng Tumenggung gaya Slangit. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan pendekatan semiotika. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi teknik dan sumber. Teknik analisis data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian berisi bahwa Tari Topeng Tumenggung gaya Slangit merupakan tari dengan urutan sajian yang ke-4 dalam Tari Topeng Cirebon gaya Slangit. Tari Topeng Tumenggung gaya Slangit memiliki makna simbol diskursif berupa makna penari, makna gerak, makna musik, makna rias, makna busana, makna properti, makna pola lantai, dan makna sesaji serta memiliki makna presentasional yang merupakan makna Tari Topeng Tumenggung gaya Slangit secara keseluruhan yakni sebuah tarian yang menggunakan topeng Tumenggung, diiringi dengan gending waledan, dan menggambarkan seseorang yang dewasa, arif, dan tegas. Makna Tari Topeng Tumenggung dikategorikan menjadi 2 yaitu makna denotasi dan makna konotasi serta dimaknai dari dalang topeng dan bukan dalang topeng.
Optimalisasi Potensi Seni Melalui Model Desa Binaan Berbasis Wisata Seni dan Budaya Raharjo, Eko; Arsih, Utami
Varia Humanika Vol 2 No 1 (2021): Published
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/vh.v2i1.47027

Abstract

Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang, peningkatan kualitas sumber daya manusia desa Duren kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang sebagai desa binaan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, melalui pelatihan keterampilan seni tari dan drum band dengan model desa binaan berbasis wisata seni budaya berupa kegiatan-kegiatan yang terprogram, berkelanjutan, terukur, dan memiliki nilai komersial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Serta mendorong tumbuhnya kreativitas, motivasi dan inovasi masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang dihadap. Berdasarkan pada permasalahan prioritas yang ada, maka solusi yang ditawarkan adalah melalui model desa binaan ini menggunakan metode Partisipatory Rural Appraisal (PRA) yaitu suatu sistem untuk menyusun dan mengembangkan program operasional dalam pembangunan tingkat desa. Enthrepreneurship Capasity Building (ECB), metode ini berkaitan erat dengan kemampuan beriwirausaha dari masyarakat agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi masyarakat bersangkutan. Hasil pengabdian berupa peningkatan sumber daya manusia desa Duren berupa keterampilan tari anggota sanggar tari “jelantik sasongko” dan keterampilan bermain drum band anggota kelompok drum band “tri nada” desa Duren bandungan kabupaten Semarang.
The Existence of the Nanas Madu Dance at the Tilamsari Art Studio in Pemalang Regency Sulistiana, Elwy Nur; Arsih, Utami
Edumaspul: Jurnal Pendidikan Vol 9 No 2 (2025): Edumaspul: Jurnal Pendidikan (In Press)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Enrekang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33487/edumaspul.v9i2.8955

Abstract

Traditional dance faces sustainability challenges amid globalization and the dominance of digital culture, including the Nanas Madu Dance, which represents the local culture of Pemalang Regency. This study aims to analyze the existence of the Nanas Madu Dance at Sanggar Seni Tilamsari and the preservation strategies applied. The research uses a descriptive qualitative method with a sociological approach to art and SWOT analysis. The findings show that Sanggar Tilamsari plays an active role in sustaining the dance through training, performances, and the use of digital media. However, challenges such as limited dancer regeneration, lack of promotional resources, and the influence of popular culture remain obstacles. Observations reveal that dance sustainability depends not only on aesthetic value but also on community participation and technological adaptation. This study recommends the need for policy support, digital literacy for art practitioners, and collaboration with educational institutions to strengthen local cultural preservation. These findings affirm that traditional arts remain relevant when they can evolve contextually. The Nanas Madu Dance is not merely a relic of the past, but a cultural opportunity for the future that must continue to be revitalized.
Production Aspects of Lengger Dance in the Taruna Budaya Art Group Sendangsari Wonosobo Regency Zulia Sukma; Arsih, Utami; Pramesti Putri, Rimasari
Jurnal Seni Tari Vol. 14 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/mme92r56

Abstract

Arts groups that grow from the community have a big role in maintaining and preserving local cultural heritage. Even so, the way they manage performances, especially in the Taruna Budaya Arts Group, is still rarely discussed in depth. This research tries to describe how the production management of Lengger Dance performances is carried out by a group that has existed since 1996 in Sendangsari Village, Garung District, Wonosobo. With two main divisions - dance and karawitan - this group involves cross-generations in its implementation and management. With a descriptive qualitative approach, data were obtained through observation, in-depth interviews, and documentation techniques. The data were then analyzed through the stages of data reduction, information presentation, and conclusion drawing. The study findings show that the group's success in managing performances is supported by the application of the four main principles proposed by George R. Terry: (1) planning such as the preparation of training schedules, open recruitment, and increasing the intensity of training, (2) the organizing stage through delegation of roles in production, (3) the movement stage through coordination involving the dance division and, and (4) the supervision stage with regular collective evaluations. The results show that this art group applies classical management whose process consists of four principles.