Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

AKIBAT HUKUM DIKELUARKANNYA IZIN LINGKUNGAN BARU MELALUI SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 660.130 TAHUN 2016 PASCA DIBATALKANNYA IZIN LINGKUNGAN NOMOR 660.117 TAHUN 2012 Mardhatillah, Siti Ruhama
Jurnal Panorama Hukum Vol 3 No 2 (2018): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (609.589 KB) | DOI: 10.21067/jph.v3i2.2542

Abstract

Abstract Since the publishment of environment permit through Governor of Central Java Decision Number 660.1/30 of Year 2016 has caused any juridical problem because this environment permit replaces of the previous permit, that is Governor of Central Java Decision Number 660.1/17 of Year 2012 which has been canceled by the earlier Supreme Court Decision Number 99/PK/TUN/2016. The problem formulation of this research is how the legal consequences through the publishment of the last environment permit after cancellation the previous environment permit by the Supreme Court. This research is juridical-normative research with using conceptual and statute approach. The result of the research is the legal consequnces through the publishment of last environment permit is that permit can be cancelled (vernietigbaar), so that all the consequences during the enactment of that permit are legitimate until the revocation by Governor of Central Java Decision Number 660.1/4 of Year 2017. Key words: Legal consequences, Environment Permit Number 660.1/17 of Year 2012, Environment Permit Number 660.1/30 of Year 2016.
ASAS OTONOMI DAERAH DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP IZIN LINGKUNGAN Hasyim, Moh.; Mardhatillah, Siti Ruhama
Bina Hukum Lingkungan Vol. 5 No. 1 (2020): Bina Hukum Lingkungan, Volume 5, Nomor 1, Oktober 2020
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelenggaraan urusan lingkungan hidup yang di dalamnya termasuk kewenangan penegakan hukum terhadap perizinan lingkungan telah menjadi kewenangan daerah, khususnya daerah otonom yaitu kabupaten/kota berdasarkan UUPPLH. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat penegakan hukum yang bersifat sentralistik. Penelitian ini mengkaji dua rumusan masalah: Pertama, bagaimana hubungan wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penegakan hukum atas ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan. Kedua, apakah dalam hubungan wewenang tersebut telah menerapkan asas otonomi daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersifat setara dan seimbang dimana wewenang keduanya diperoleh secara atribusi melalui UU PPLH meski terdapat dua norma hukum, yaitu Pasal 73 dan Pasal 77 UU PPLH yang memberikan wewenang kepada pemerintah pusat untuk mencampuri wewenang pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan dan penjatuhan sanksi. Kedua, berlakunya ketentuan dalam Pasal 73 dan Pasal 77 UU PPLH yang bersifat mencampuri tersebut tanpa adanya batasan dan ukuran apa saja yang termasuk ke dalam pelanggaran serius dan hanya mendasarkan pada anggapan Pemerintah Pusat semata mengakibatkan asas otonomi daerah belum dapat secara maksimal diterapkan.
ASAS OTONOMI DAERAH DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP IZIN LINGKUNGAN Hasyim, Moh.; Mardhatillah, Siti Ruhama
Bina Hukum Lingkungan Vol. 5 No. 1 (2020): Bina Hukum Lingkungan, Volume 5, Nomor 1, Oktober 2020
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelenggaraan urusan lingkungan hidup yang di dalamnya termasuk kewenangan penegakan hukum terhadap perizinan lingkungan telah menjadi kewenangan daerah, khususnya daerah otonom yaitu kabupaten/kota berdasarkan UUPPLH. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat penegakan hukum yang bersifat sentralistik. Penelitian ini mengkaji dua rumusan masalah: Pertama, bagaimana hubungan wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penegakan hukum atas ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan. Kedua, apakah dalam hubungan wewenang tersebut telah menerapkan asas otonomi daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersifat setara dan seimbang dimana wewenang keduanya diperoleh secara atribusi melalui UU PPLH meski terdapat dua norma hukum, yaitu Pasal 73 dan Pasal 77 UU PPLH yang memberikan wewenang kepada pemerintah pusat untuk mencampuri wewenang pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan dan penjatuhan sanksi. Kedua, berlakunya ketentuan dalam Pasal 73 dan Pasal 77 UU PPLH yang bersifat mencampuri tersebut tanpa adanya batasan dan ukuran apa saja yang termasuk ke dalam pelanggaran serius dan hanya mendasarkan pada anggapan Pemerintah Pusat semata mengakibatkan asas otonomi daerah belum dapat secara maksimal diterapkan.
The weakness of backdoor listing regulation and its implications to investors’ protection (comparative study between Indonesia and Hong Kong) Aisyah, Muethia; Rahadiyan, Inda; Mardhatillah, Siti Ruhama
Jurnal Hukum Novelty Vol. 15 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26555/novelty.v15i1.a26614

Abstract

Introduction to the Problem: Backdoor listing is an alternative way for private companies to be listed on the stock exchange by taking over public companies and changing the company's business line without an IPO process. Backdoor listing has not been specifically regulated in Indonesia, so it has not optimally protected investors' investment security. However, the practice of backdoor listing is commonly used. In contrast, The Stock Exchange of Hong Kong Limited (SEHK) has recently issued amended regulations related to backdoor listing that aim to accommodate backdoor listing activities.Purpose/Study Objectives: This research aims to determine the regulation of backdoor listing on the Indonesian Capital Market Regulations.Design/Methodology/Approach: This research uses the normative method or doctrinal legal analysis. The study discusses comparative cases that occur in Hong Kong.Findings: This research concludes there is still a fundamental area for improvement in the regulation of backdoor listing in Indonesia. Backdoor listing is not specifically regulated in Indonesia, but those activities were regulated referred in OJK Regulation Number 32/POJK.04/2015 on Capital Increase of Public Companies with Pre-emptive Rights, OJK Regulation Number 74/POJK. 04/2016 on Business Merger or Consolidation of Public Companies, OJK Regulation Number 9/POJK. 04/2018 on Takeovers of Public Companies. However, in practice, those actions are commonly used. Under certain conditions and cases, this weakness may result in weak guarantees of legal protection for investors. In contrast, backdoor listing in Hong Kong has been adequately regulated, including the requirement for listed issuers to disclose information about the reverse takeover must at an early stage and the requirement for shareholders’ approval.Paper Type: Research Article