Dalam ekonomi Islam, tinjauan syariah (fiqih) menjadi hal paling fundamental dalam setiap transaksi ataupun produk ekonomi. Hal itu dikarenakan, perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional terletak pada status hukum dalam setiap aktivitas ekonomi, halal atau haram. Aktivitas ekonomi yang dibolehkan hanyalah yang halal saja, sedangkan yang haram harus dijauhi dan ditinggalkan. Oleh karena itu, setiap aktivitas ekonomi harus terbebas dari hal-hal yang diharamkan. Terlebih lagi di zaman kontemporer seperti sekarang ini, di mana terdapat perkembangan dalam berbagai produk dan transaksi ekonomi, maka tinjauan fiqih menjadi sangat penting, agar umat Islam terselamatkan dari hal-hal yang diharamkan. Salah satu produk ekonomi kontemporer yang perlu ditinjau dalam kajian diqih adalah obligasi, baik obligasi konvensional dan obligasi syariah (sukuk). Keduanya ?lahir? di zaman kontemporer yang perlu dikaji dalam pandangan fiqih. Ada perbedaan mendasar antara obligasi konvensional dan obligasi syar??ah (sukuk). Di antaranya ialah; kalau dalam obligasi konvensional menekankan pendapatan investasi berdasarkan bunga, sedangkan dalam obligasi syar??ah tingkat pendapatkan berdasarkan bagi hasil. Dalam obligasi konvensional hanya diawasi oleh wali amanat, sedangkan dalam obligasi syar??ah diawasi oleh wali amanat dan dan Dewan Pengawas Syar??ah di bawah MUI. Dalam obligasi konvensional tidak terdapat batasan apakah industri yang dikelola penerbit sesuai syar??ah atau tidak, sedangkan dalam obligasi syar??ah harus terhindar dari nonhalal. Suk?k di zaman nabi adalah har?m karena mengandung rib?. Namun di zaman kontemporer dibolehkan karena bentuknya berbeda. Suk?k di zaman kontemporer menggunakan akad yang dibolehkan dalam syara? seperti ij?rah, mudhrabah, sal?m, is?ishna?, dan lain-lain.