Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

ADAT INSTITUTIONS IN ACEH GOVERNMENT: A CONSTITUTIONAL PERSPECTIVE Abiyoso, Yunani; Abdillah, Ali; Wasti, Ryan Muthiara; Sujatnika, Ghurnarsa; Fakhri, Mustafa
Journal of Islamic Law Studies Vol. 4, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The existence of adat (customary law) in Indonesia becomes a source of value for the survival of the nation. Each region in Indonesia has different adat that can be used as a reference for the form of governmental system in Indonesia. The 1945 Constitution has recognized the existence of adat government that consisting of various forms of adat that have been adopted long before the 1945 Constitution existed. The existence of adat cannot be separated from national and Islamic values. This research was conducted to find out form of adat institution in Aceh and how the integration of such adat governance in local government system based into national law. Thus, to achieve the objectives, this study was conducted by normative juridical research method with historical approach and comparison with other indigenous peoples in Indonesia.
Aspek Ontologi dan Kosmologi Dalam Ajaran Tasawuf Martabat Tujuh Shaykh Abdul Muhyi Pamijahan Abdillah, Ali
ISLAM NUSANTARA:Journal for the Study of Islamic History and Culture Vol. 4 No. 2 (2023): Islam Nusantara Journal for the Study of Islamic History and Culture
Publisher : Faculty of Islam Nusantara University of Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47776/islamnusantara.v4i2.689

Abstract

Shaykh Muhyi Pamijahan merupakan murid Shaykh Abd al-Rauf al-Singkili yang berdakwah menyebarkan ajaran Martabat Tujuh dan Tarekat Shattariyah di Pulau Jawa. Ajaran ini tersebar terutama di kalangan ahli tarekat dan para priyayi. Ajaran Martabat Tujuh Shaykh Muhyi bersumber dari kitab al-Tuhfah al-Mursalah karya Shakh Fadl Allah al-Burhanpuri dari India, namun Shaykh Muhyi memiliki penjelasan Martabat Tujuh Tujuh menggunakan bahasa pegon dalam manuskrip Martabat Kang Pipitu dan beberapa naskah koleksi Leiden Library dengan nomor katalog cod. or 7527 dan 7705. Martabat Tujuh merupakan penjelasan dari aspek ontologi yaitu tajalli dhat wujud qadim meliputi ahadiyah, wahdah dan wahidiyah, dan aspek kosmologi yaitu wujud huduts meliputi ‘alam arwah, ‘alam mithal, ‘alam ajsam dan Insan kamil. Penelitian ini menggunakan pendekatan sufistik untuk mengetahui tarekat yang diikuti oleh seorang sufi dan bagaimana karakteristik penafsirannya terhadap Martabat Tujuh. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa Shaykh Muhyi Pamijahan sebagai tokoh sentral dalam penyebaran Martabat Tujuh di Jawa selain mengikuti tarekat Shattariyah dan beberapa terakat lainnya juga mengikuti Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Shaykh Muhyi (w. 1730) sebagai pembawa Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah pertama kali di Nusantara sebelum Shaykh Katib Sambas (w. 1875). Ajaran Martabat Tujuh Shaykh Muhyi memiliki karakteristik penafsiran bercorak Ash’ariyah dengan memilah aspek ontologi yaitu martabat alam qadim (ahadiyah. wahdah. wahidiyah) bersifat tanzih dan aspek kosmologi (alam arwah. mithal, ajsam dan insan) sebagai wujud huduts bersifat tashbih. Selain itu, tetap disiplin dalam pengamalan syariat lahir maupun batin.
Aspek Ontologi dan Kosmologi Dalam Ajaran Tasawuf Martabat Tujuh Shaykh Abdul Muhyi Pamijahan Abdillah, Ali
Islam Nusantara: Journal for the Study of Islamic History and Culture Vol. 4 No. 2 (2023): Islam Nusantara Journal for the Study of Islamic History and Culture
Publisher : Faculty of Islam Nusantara, Nahdlatul Ulama University of Indonesia (Unusia) Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47776/islamnusantara.v4i2.689

Abstract

Shaykh Muhyi Pamijahan merupakan murid Shaykh Abd al-Rauf al-Singkili yang berdakwah menyebarkan ajaran Martabat Tujuh dan Tarekat Shattariyah di Pulau Jawa. Ajaran ini tersebar terutama di kalangan ahli tarekat dan para priyayi. Ajaran Martabat Tujuh Shaykh Muhyi bersumber dari kitab al-Tuhfah al-Mursalah karya Shakh Fadl Allah al-Burhanpuri dari India, namun Shaykh Muhyi memiliki penjelasan Martabat Tujuh Tujuh menggunakan bahasa pegon dalam manuskrip Martabat Kang Pipitu dan beberapa naskah koleksi Leiden Library dengan nomor katalog cod. or 7527 dan 7705. Martabat Tujuh merupakan penjelasan dari aspek ontologi yaitu tajalli dhat wujud qadim meliputi ahadiyah, wahdah dan wahidiyah, dan aspek kosmologi yaitu wujud huduts meliputi ‘alam arwah, ‘alam mithal, ‘alam ajsam dan Insan kamil. Penelitian ini menggunakan pendekatan sufistik untuk mengetahui tarekat yang diikuti oleh seorang sufi dan bagaimana karakteristik penafsirannya terhadap Martabat Tujuh. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa Shaykh Muhyi Pamijahan sebagai tokoh sentral dalam penyebaran Martabat Tujuh di Jawa selain mengikuti tarekat Shattariyah dan beberapa terakat lainnya juga mengikuti Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Shaykh Muhyi (w. 1730) sebagai pembawa Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah pertama kali di Nusantara sebelum Shaykh Katib Sambas (w. 1875). Ajaran Martabat Tujuh Shaykh Muhyi memiliki karakteristik penafsiran bercorak Ash’ariyah dengan memilah aspek ontologi yaitu martabat alam qadim (ahadiyah. wahdah. wahidiyah) bersifat tanzih dan aspek kosmologi (alam arwah. mithal, ajsam dan insan) sebagai wujud huduts bersifat tashbih. Selain itu, tetap disiplin dalam pengamalan syariat lahir maupun batin.
Navigating the Political Economy Trilemma in the ASEAN Economic Community: A Legal Perspective Abdillah, Ali
Journal of Indonesian Legal Studies Vol. 10 No. 2 (2025): Legal Responses to Technological Innovation and Governance Challenges in Indon
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.v10i2.5417

Abstract

This article examines the challenges impeding effective regional economic integration in ASEAN through the ASEAN Economic Community (AEC). It does so by using Dani Rodrik's political economy trilemma theory as a conceptual framework. This analysis shows that ASEAN is currently stuck in the trilemma between hyperglobalization, nation-state, and democratic politics, leading to ineffective regional economic integration. Rodrik proposes that the solution to the political economy trilemma is not maximum globalization or economic integration but, instead, a smart form of globalization or of economic integration. This “smart form” contains a thin layer of international law that facilitates flexibility towards a country to maintain its national sovereignty. However, this article hypothesizes that this solution is underdeveloped as it lacks the legal details required to implement the smart form of globalization or economic integration. Specifically, the political economy trilemma framework does not provide the necessary legal mechanisms required to implement safeguard measures effectively and to navigate the principle of non-interference in intergovernmental contexts like ASEAN. This article aims to fill the legal gap by analyzing the legal dimension of the AEC through the lens of Rodrik's political economy trilemma. Thus, by applying Rodrik’s political economy trilemma, this article provides legal insights as thought directions for operationalizing the smart legal framework required to address the political economy trilemma, such as moving beyond the principle of non-interference, reforming the AEC institutional framework, and establishing safeguard measures within the AEC legal framework.