Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERAN MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA Ma'arif, Toha
Istinbath Vol 15 No 2 (2015): Istinbath
Publisher : Kopertais Wilayah VII Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan anak adalah wujud keberlangsungan sebuah keluarga, keturunan dan bangsa setelah agama anak adalah karunia dan nikmat Allah SWT. Tidak dapat dipungkiri oleh siapapun, bahwa anak adalah generasi penerus, baik bagi orang tua, bangsa maupun agama. Karena level tingkat kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk ini bearaneka ragam tingkatannya, mengakibatkan belum semua anak tumbuh berkembang secara wajar, tetapi justru memiliki masalah yang beraneka ragam, seperti: anak yang tidak memiliki orang tua, anak tidak mampu, anak terlantar, dan lain-lain mengakibatkan banyak berurusan dengan hukum. Hal penting yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum melalui produk penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan ke arah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Agar peristiwa pengangkatan anak itu di kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat. Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut, telah berkembang baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun dalam lingkungan Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam. Selanjutnya rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana Hakikat Pengangkatan Anak menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006? (2) Bagaimana Peran Maslahah terhadap Pengangkatan Anak dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 ?. Dari sini dapat disimpulkan bahwa : (1) Hakekat pengangkatan anak menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang  pengangkatan anak di Pengangadilan Agama bahwa Islam membolehkan pengangkatan anak dengan mementing kan kesejahteraan anak, terutama anak-anak yang terlantar, dalam hal tanggung jawab pemeliharaan biaya hidup, pendidikan, bimbingan agama, dan lain-lainnya beralih dari orang tua asal kepada orang tua angkat tanpa harus memutuskan hubungan nasab dengan orang tua asalnya. (2) Pentingnya maslahah terhadap pengangkatan anak, agar (a) tidak terlantar di jalanan, (b) Dapat menjadikan sebagai anak angkat untuk mendidik, merawat, serta memberikan kasih sayang terhadap anak tersebut sebagaimana anak kandungnya sendiri, (c) Tercapainya kehidupan yang lebih baik untuk masa depan nya
PENCATATAN PERNIKAHAN (Analisis dengan Pendekatan Qiyas, Istihsan, Sadd al-Dzari’ah, Maslahah Mursalah dan Hukum Positif di Indonesia) Ma'arif, Toha
ASAS Vol. 11 No. 01 (2019): : Asas, Vol. 11, No. 01 Januari 2019
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/asas.v11i01.4647

Abstract

Di Indonesia, terdapat pertentangan bahkan dikotomi terhadap keabsahan pencatatan perkawinan sehingga muncul dua kelompok ahli hukum dalam menafsirkan pencatatan nikah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1) dan (2). Kelompok pertama menafsirkan peraturan tersebut bersifat kumulatif. Dalam artian, pernikahan yang dilakukan menurut agama saja belum sah jika tidak mencatatkannya sesuai aturan negara. Kelompok kedua berpendapat peraturan tersebut bersifat alternatif, artinya pernikahan yang dilaksanakan secara Islam meskipun tidak dicatatkan pernikahannya berarti sudah sah.Setelah dikaji melalui pendekatan dengan metode sadd al-dzari’ah, melakukan pencatatan nikah adalah wajib, karena akan membawa pada perbuatan baik serta menimbulkan mashlahah dengan terlindunginya pihak-pihak yang melakukan pernikahan. Pencatatan nikah juga merupakan salah satu media untuk menutup jalan yang akan membawa pada perbuatan-perbuatan terlarang yang banyak merugikan pihak istri dan anak-anaknya.Wajibnya melakukan pencatatan nikah didukung melalui kajian maslahah mursalah dan maqashid al-syari’ah bahwa kemaslahatan pencatatan nikah termasuk dalam kategori kemaslahatan dharuriyyah, yakni termasuk dapat melindungi dan memelihara kemaslahatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kemaslahatan dalam pencatatan nikah dapat memelihara kemaslahatan agama, karena dengan adanya pencatatan ajaran-ajaran agama tidak dipraktekkan secara kacau. Begitu juga pencatatan nikah dapat memelihara kemaslahatan jiwa karena dapat mententramkan psikologis istri dan anak, bahkan dengan adanya ketentraman psikologis tersebut, akal pikiran tidak terganggu dan terkuras untuk memikirkan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.Kata kunci; pencatatan perkawinan, sadd al-dzari’ah, mashlahah mursalah, maqashid al-syari’ah
FIQIH INDONESIA MENURUT PEMIKIRAN HASBI ASH-SHIDDIQI, HAZAIRIN DAN MUNAWIR SYADZALI Ma'arif, Toha
Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 8 No. 2 (2015): Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/ijpmi.v8i2.910

Abstract

Ash-Shiddieqy’s introduction of term Indonesian fiqhwas a compromise between Indonesian nationalismand Muslim reformism. By turning Indonesiancustoms into one of the sources of Indonesian fiqh.His conceptualization of an ‘Indonesian fiqh’, throughhis immersion in both classical Arabic texts and thewritings of later reformists from the Middle East, andHazairin’s stress on the role of particular culturalcircumstances in shaping the Islamic content ofIndonesian law, both foreshadowed comparableinitiatives in the 1980s and 1990s, such as MunawirSjadzali’s Reaktualisasi Agenda. All theses initiativescontinue to form the background of discussions anddebates on law among Indonesian Muslim intellectualsat the beginning of the twenty-first century.
POSITION OF CHILDREN OUT OF MARRIAGE IN PERSPECTIVE OF PROGRESSIVE ISLAMIC LAW Ma'arif, Toha; Faisal, F.; Khairuddin, K.; Baihaqi, Yusuf
SMART: Journal of Sharia, Traditon, and Modernity Vol. 2 No. 1 June (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/smart.v2i1.13555

Abstract

Children born out of marriage are children born from marriages carried out according to their respective religions and beliefs. This understanding shows the existence of marriage, and if it is carried out according to the Islamic religion, then such a marriage is valid in the perspective of Islamic fiqh as long as it meets the requirements and pillars. Regarding to the position of children out of marriage, in 2012, the Constitutional Court issued a decision related to this matter which then raised pros and cons from various parties, both from legal practitioners, academics, the Indonesian Ulema Council, and even the community. Based on it, this research would like to examine more deeply related to the legal position of children out of wedlock in Indonesian legislation in the perspective of Progressive Islamic law. The type of research used is normative-empirical legal research using primary and secondary data, data analysis using qualitative descriptive and drawing conclusion using deductive thinking. The results showed that children out of marriage in the perspective of progressive Islamic law are children out of marriage have a kinship relationship with their father if born at least six months after marriage or within a grace period of four years after the marriage broke up provided it is evident that within four years their mother didn't excrete.