Rohman, Fandy Aprianto
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

DRUMBLEK, KESENIAN BARANG BEKAS DARI SALATIGA UNTUK DUNIA Rohman, Fandy Aprianto
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (708.761 KB) | DOI: 10.36869/wjsb.v10i1.35

Abstract

Kesenian drumblek merupakan marching band tradisional yang berasal dari Kota Salatiga. Kesenian ini dipelopori oleh seorang seniman bernama Didik Subiantoro Masruri akibat keterbatasan biaya untuk membeli alat musik marching band dalam rangka memeriahkan acara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1986. Saat ini, drumblek diterima dengan baik oleh masyarakat Salatiga, bahkan semakin populer dan rutin ditampilkan dalam berbagai acara festival kesenian di Kota Salatiga. Dalam artikel ini dipaparkan mengenai perkembangan kesenian drumblek di Kota Salatiga hingga bentuk penyajiannya. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian mengenai kesenian tradisional bagi masyarakat, khususnya di Salatiga.
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN GEMEENTE DI SALATIGA TAHUN 1917-1942 Rohman, Fandy Aprianto
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/wjsb.v11i1.64

Abstract

Salatiga memang penuh dinamika karena pemerintah Hindia-Belanda seakan-akan tak mau berhenti menatanya. Salatiga lantas ditetapkan sebagai stadsgemeente oleh Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum melalui Staatsblad No. 266 tanggal 25 Juni 1917, yang kemudian meningkat menjadi gemeente pada tahun 1926. Adapun permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah administrasi pemerintah gemeente di Salatiga, hingga pembangunan infrastuktur yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk mengubah citra Salatiga menjadi kota kolonial dalam kurun waktu sejak tahun 1917 sampai dengan 1942. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah kritis yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik sumber (verifikasi), interprestasi, dan historiografi. Berdasarkan kajian yang dilakukan, de Gemeente Salatiga dipimpin oleh seorang burgermeester (wali kota) yang dibantu oleh gemeenteraad (dewan kota), sedangkan sumber daya ekonomi pemerintah Hindia-Belanda diperoleh melalui pendapatan dari berbagai pajak. Fasilitas dan infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda meliputi fasilitas perkantoran, gedung-gedung pemerintahan, sekolah-sekolah, dan kawasan permukiman penduduk.