Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tinjauan Hukum tentang Pembatalan Perkawinan Paksa Disbebakan Adanya Hubungan di Luar Nikah Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam Intan Sekarwangi, Bestari Prahastani; Artaji, Artaji; Ayuna Putri, Sherly
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 08 (2023): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i08.1089

Abstract

Perkawinan paksa menjadi permasalahan global dikarenakan tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, karena pada dasarnya perkawinan harus dilaksanakan atas kesepakatan kedua belah pihak. Objek kajian dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Agama Boyolali Nomor 1114/Pdt.G/PA.Bi/2018 dan Putusan Pengadilan Agama Purwokerto Nomor 950/Pdt.G/PA.Pwt/2023. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui keabsahan dan akibat hukum pembatalan paksa disebabkan adanya hubungan di luar nikah ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk studi dokumen dan studi lapangan. Berdasarkan hasil penelitian, pertama bagi pihak yang merasa dirugikan atas perkawinan paksa dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Batalnya suatu perkawinan paksa berlaku sejak putusnya Putusan Pengadilan, sedangkan batalnya suatu perkawinan paksa yang terdapat unsur larangan perkawinan berlaku sejak akad atau awal perkawinan. Kedua, akibat hukum pembatalan perkawinan adalah putusnya kedudukan suami dan istri dan perkawinannya dianggap tidak pernah ada. Jangka waktu pembatalan perkawinan adalah 6 (enam) bulan dan bagi pihak yang merasa tidak puas atas putusan pembatalan perkawinan dapat mengajukan upaya hukum kasasi tanpa upaya hukum banding. Pembatalan perkawinan paksa tidak berlaku surut terhadap kedudukan anak, harta bersama, dan pihak ketiga.
Asas Nebis In Idem Dalam Hukum Acara Perdata Dikaitkan Dengan Gugatan Perceraian Yang Diajukan Kembali Setelah Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Dihubungkan Dengan Kepastian Hukum Simorangkir, Melin; Afriana, Anita; Ayuna Putri, Sherly
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Volume 6, Nomor 1, Juni 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i1.27074

Abstract

Pada Putusan Nomor 295/Pdt.G/2018/PN.Mdn dan Putusan Nomor 159/Pdt.G/2019/PN.Bdg, yang mana pada kedua putusan tersebut Penggugat mengajukan gugatan untuk kedua kalinya. Namun, terdapat inkonsistensi hakim dalam memutuskan gugatan nebis in idem pada perkara perceraian yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum. Penelitian ini membahas mengenai pengaturan dan alasan perceraian dalam UU Perkawinan serta penerapan asas nebis in idem pada perkara gugatan cerai yang sudah berkekuatan hukum tetap dan diajukan kembali dihubungkan dengan kepastian hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan yuridis normatif, yang mana objek dari penelitian ini akan diteliti dan dianalisis dengan mengedepankan norma serta asas yang terdapat dalam hukum positif berupa data sekunder dan dilengkapi data primer. Hasil dari penelitian ini yaitu pada putusan yang menjadi objek penelitian telah memenuhi alasan perceraian yang sesuai dengan hukum positif dan terdapat inkonsistensi dalam penerapan asas nebis in idem pada putusan tersebut, yang mana Majelis Hakim pada Putusan Nomor 295/Pdt.G/2018/PN.Mdn tidak mengabulkan gugatan yang diajukan untuk kedua kalinya karena mengandung unsur nebis in idem berdasarkan Pasal 1917 KUHPerdata dan SEMA Nomor 3 Tahun 2002, sedangkan Majelis Hakim pada Putusan Nomor 159/Pdt.G/2019/PN.Bdg mengabulkan gugatan yang diajukan untuk kedua kalinya yang berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 110/K/KG/1992 tanggal 23 Juli 1993 yang dijadikan pula sebagai rujukan dalam Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI Tahun 2007.