Putra, I Gde Agus Dharma
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

ANUGERAH KEPADA WAKTU DALAM TEKS KALA TATTWA Putra, I Gde Agus Dharma
Kalangwan: Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.978 KB)

Abstract

Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Kewenangan itulah yang didapat oleh Kala sebagai salah satu anugerah dari orang tuanya. Sesungguhnya ada beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh Siwa dan Giri Putri. Anugerah itu dalam tulisan ini dibagi menjadi dua yakni anugerah yang diberikan secara khusus oleh Siwa, dan juga anugerah dari Giri Putri. Penting mengetahui anugerah itu untuk memetakan bagaimana sesungguhnya Kala dalam pandangan orang Bali. Beberapa anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala di antaranya ialah keberhasilan, dapat menyusup ke dalam segala yang berpikir, boleh membunuh dan menghidupkan, dan berhak untuk tinggal di desa-desa tempat manusia hidup. Anugerah dari Giri Putri atau Durgaadalah nama, aturan tentang yang boleh dan tidak boleh dimakan Kala, dapat memenuhi seluruh surga, sapta loka, dan sapta patala
DALAM KIDUNG BHRAMARA SAṄU PATI Putra, I Gde Agus Dharma; Sutjaja, I Gusti Made; Putra, Ida Bagus Rai; Sudarsana, I Ketut
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.117 KB) | DOI: 10.25078/klgw.v7i1.1075

Abstract

Kalangwan is state of Beauty and cause melting of the distance between the seeker and the sought after. The melting distance causes the soul to drift into the sublime beauty. Distance not only as the conception of space and time, but also the consciousness that separate subject and object. Melting distance means the dissapearance of space, time, and consciousness. Such a condition become a goal by Kawi.Bhramara Sangu Pati more like a monologue that contains the expressions of love for the godness. Love expressions of hope, disappointment, sadness, beauty, especially the longing. Such expressions are axpressed in a soft metamorphosis. Literary is a kind of literature that is still in vague areas especially for researchers.Kalangwan in this text does not stop only on the aesthetic, but also the miystical. Aesthetic because it is a literary work of a hymn that has its own prosody. Mystical because in it there are teachings, especially the teachings that can be used as death. Kalangwan in this study is the level that must  be followed by those who want to achieve death. Kalangwan is not abolished, but skipped. Its like climbing a ladder, to get to the tenth step, it must be through the first, second, third and so on.
SIWA TATTWA PURANA [RITUAL-RITUAL KEHIDUPAN DAN KEMATIAN] Putra, I Gde Agus Dharma; Indrayani, A.A. Diah
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/klgw.v10i1.1387

Abstract

Siwa Tattwa Purana berarti cerita kuna tentang hakikat Siwa. Kekunaan cerita tentang hakikat Siwa ini, diawali dengan penggambaran Sang Hyang Jagatpati yang sedang berada di Siwa Loka. Jagadpati adalah nama lain Siwa. Siwa Tattwa Purana menyediakan informasi dan pengetahuan perihal Padma Bhuwana, Ritual Kehidupan sampai dengan Ritual Kematian. Padma Bhuwana adalah peta mistis-geografis sebagai petunjuk arah. Ritual Kehidupan menurut Siwa Tattwa Purana berawal dari penyatuan Smara dan Ratih di Cantik Gedong Mas. Upacara saat di dalam perut adalah Pagedong-gedongan. Setelahnya silanjutkan dengan upacara saat dua belas hari, saat sebulan, tiga bulan, enam bulan, mulai berjalan dan tumbuh gigi, matatah, menikah, lalu Apodgala. Ritual Kematian dapat dilakukan pada orang yang ada jasadnya, dan tidak ada jasadnya. Ritual kematian ini dilakukan mulai dari tingkatan Atiwa-tiwa, Nyekah, Mukur, Ligya sampai dengan Angluwer.
ANUGERAH KEPADA WAKTU DALAM TEKS KALA TATTWA Putra, I Gde Agus Dharma
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/klgw.v9i1.976

Abstract

Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Kewenangan itulah yang didapat oleh Kala sebagai salah satu anugerah dari orang tuanya. Sesungguhnya ada beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh Siwa dan Giri Putri. Anugerah itu dalam tulisan ini dibagi menjadi dua yakni anugerah yang diberikan secara khusus oleh Siwa, dan juga anugerah dari Giri Putri. Penting mengetahui anugerah itu untuk memetakan bagaimana sesungguhnya Kala dalam pandangan orang Bali. Beberapa anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala di antaranya ialah keberhasilan, dapat menyusup ke dalam segala yang berpikir, boleh membunuh dan menghidupkan, dan berhak untuk tinggal di desa-desa tempat manusia hidup. Anugerah dari Giri Putri atau Durgaadalah nama, aturan tentang yang boleh dan tidak boleh dimakan Kala, dapat memenuhi seluruh surga, sapta loka, dan sapta patala
SIWA TATTWA PURANA [RITUAL-RITUAL KEHIDUPAN DAN KEMATIAN] Putra, I Gde Agus Dharma; Indrayani, A.A. Diah
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/klgw.v10i1.1387

Abstract

Siwa Tattwa Purana berarti cerita kuna tentang hakikat Siwa. Kekunaan cerita tentang hakikat Siwa ini, diawali dengan penggambaran Sang Hyang Jagatpati yang sedang berada di Siwa Loka. Jagadpati adalah nama lain Siwa. Siwa Tattwa Purana menyediakan informasi dan pengetahuan perihal Padma Bhuwana, Ritual Kehidupan sampai dengan Ritual Kematian. Padma Bhuwana adalah peta mistis-geografis sebagai petunjuk arah. Ritual Kehidupan menurut Siwa Tattwa Purana berawal dari penyatuan Smara dan Ratih di Cantik Gedong Mas. Upacara saat di dalam perut adalah Pagedong-gedongan. Setelahnya silanjutkan dengan upacara saat dua belas hari, saat sebulan, tiga bulan, enam bulan, mulai berjalan dan tumbuh gigi, matatah, menikah, lalu Apodgala. Ritual Kematian dapat dilakukan pada orang yang ada jasadnya, dan tidak ada jasadnya. Ritual kematian ini dilakukan mulai dari tingkatan Atiwa-tiwa, Nyekah, Mukur, Ligya sampai dengan Angluwer.
DALAM KIDUNG BHRAMARA SAṄU PATI Putra, I Gde Agus Dharma; Sutjaja, I Gusti Made; Putra, Ida Bagus Rai; Sudarsana, I Ketut
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/klgw.v7i1.1075

Abstract

Kalangwan is state of Beauty and cause melting of the distance between the seeker and the sought after. The melting distance causes the soul to drift into the sublime beauty. Distance not only as the conception of space and time, but also the consciousness that separate subject and object. Melting distance means the dissapearance of space, time, and consciousness. Such a condition become a goal by Kawi.Bhramara Sangu Pati more like a monologue that contains the expressions of love for the godness. Love expressions of hope, disappointment, sadness, beauty, especially the longing. Such expressions are axpressed in a soft metamorphosis. Literary is a kind of literature that is still in vague areas especially for researchers.Kalangwan in this text does not stop only on the aesthetic, but also the miystical. Aesthetic because it is a literary work of a hymn that has its own prosody. Mystical because in it there are teachings, especially the teachings that can be used as death. Kalangwan in this study is the level that must  be followed by those who want to achieve death. Kalangwan is not abolished, but skipped. Its like climbing a ladder, to get to the tenth step, it must be through the first, second, third and so on.