Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

AKIBAT HUKUM DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM PERANNYA SEBAGAI GATE KEEPER UNTUK SISTEM RUJUKAN BERJENJANG Sutrisno, Endang; Lambok, Betty Dina; Sugiarti, Taty; Mulyono, Paulus
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.269 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i2.1563

Abstract

Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah mereformasi sistem pelayanan kesehatan. Dokter Layanan Primer yang seharusnya berperan sebagai gate keeper di Fasilitas Kesehatan Primer belum menjalankan fungsinya dengan optimal. Fasilitas Kesehatan Primer yang seharusnya dapat menangani penyakit-penyakit dasar dengan tuntas kerapkali mengeluarkan surat rujukan ke rumah sakit, sehingga gate keeper concept dan sistem managed care tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kajian pada budaya hukum dokter layanan primer perannya sebagai gate keeper dalam sistem rujukan berjenjang dan upaya untuk meningkatkan kepatuhan hukum. Pendekatan penelitian socio legal research, sebab berkaitan rendahnya kesadaran hukum, pengetahuan hukum, sikap dan perilaku hukum. Budaya hukum yang berupa sikap, anggapan, persepsi, gagasan yang apatis, pragmatis kurang mendukung terlaksananya gate keeper concept dengan baik, dibutuhkan kepatuhan hukum dokter layanan primer melalui pengetahuan hukum dan komunikasi hukum dengan cara sosialisasi, edukasi.
POLITIK HUKUM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DI BIDANG KESEHATAN Sugiarti, Taty
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.274 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i1.1119

Abstract

Dinamika proses bekerjanya hukum tidak bergerak dalam ruang hampa, kerapkalibersinggungan dengan non hukum (meta yuridis), pembebanan kewajiban hukummelalui konstistusi untuk pembangunan kesehatan guna mengejawantahkanmaksimaliasasi penyelenggaraan kesehatan melalui metode pengadaan barang danjasa Pemerintah di bidang kesehatan. Kajian ini menitikberatkan pada upaya yangdilakukan Pemerintah untuk peningkatan pelayanan kesehatan, dengan metodedoktrinal pendekatan yuridis normatif. Titik singgung persimpangan norma hukum danrealitas sosial kebutuhan tampak ke permukaan dalam pengadaan barang dan jasapemerintah di bidang kesehatan, kontinum pergerakan terjadi saat penyelenggaraankesehatan memerlukan responsivitas dan progresivitas norma terkendala oleh kekakuanadministrasi birokrasi hukum, penunjukan langsung menjadi alternatif solusi.Pemegang kebijakan untuk pengadaan barang dan jasa menegasikan norma sertaprosedur yang ada untuk tujuan keselamatan jiwa manusia, fenomena tersebut berujungpada tuntutan pidana sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan.
PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI BIDAN DALAM PELIMPAHAN WEWENANG TINDAKAN MEDIS Lastini, Ketut; Sutrisno, Endang; Sugiarti, Taty
Mimbar Keadilan Vol 13 No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i2.3324

Abstract

AbstractMedical actions taken by the midwife and cause medical problems, will potentially lead to lawsuits, if the Midwife does not carry out the transfer of authority in accordance with statutory regulations. The problem is how the form of legal protection for the midwife profession in connection with the delegation of authority in carrying out medical actions, this is intended to examine the form of legal protection, with a normative juridical research approach. The delegation of authority for medical actions is regulated in various regulations. In reality, in daily practice, there are hospitals that have not yet managed the technical operational aspects regarding the delegation of authority over medical procedures, how the mechanism for delegating authority, or what types of medical actions can be delegated or delegated. Juridical consequences if there are allegations of abuse of authority can lead to civil and criminal lawsuits.Keywords: delegation of authority; medical treatment; midwifeAbstrakTindakan medis yang dilakukan oleh bidan dan menimbulkan masalah medis,akan berpotensi terjadinya tuntutan hukum, jika Bidan tidak melaksanakan pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persoalannya bagaimanakah bentuk perlindungan hukum profesi bidan sehubungan dengan pelimpahan wewenang dalam melaksanakan tindakan medis, hal ini dimaksudkan untuk menelaah bentuk perlindungan hukumnya, dengan pendekatan penelitian yuridis normatif. Pelimpahan wewenang tindakan medis sudah diatur dalam berbagai regulasi. Kenyataan dalam praktek sehari-hari, masih ada rumah sakit yang belum mengatur secara teknis operasional tentang pelimpahan wewenang tindakan medis, bagaimana  mekanisme pelimpahan wewenang, maupun jenis-jenis tindakan medis apa saja yang bisa dilimpahkan secara delegasi maupun mandat. Konsekuensi yuridis jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang dapat menimbulkan gugatan perdata maupun pidana.Kata kunci: bidan; pelimpahan wewenang; tindakan medis
PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI BIDAN DALAM PELIMPAHAN WEWENANG TINDAKAN MEDIS Lastini, Ketut; Sutrisno, Endang; Sugiarti, Taty
Mimbar Keadilan Vol 13, No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i2.3324

Abstract

AbstractMedical actions taken by the midwife and cause medical problems, will potentially lead to lawsuits, if the Midwife does not carry out the transfer of authority in accordance with statutory regulations. The problem is how the form of legal protection for the midwife profession in connection with the delegation of authority in carrying out medical actions, this is intended to examine the form of legal protection, with a normative juridical research approach. The delegation of authority for medical actions is regulated in various regulations. In reality, in daily practice, there are hospitals that have not yet managed the technical operational aspects regarding the delegation of authority over medical procedures, how the mechanism for delegating authority, or what types of medical actions can be delegated or delegated. Juridical consequences if there are allegations of abuse of authority can lead to civil and criminal lawsuits.Keywords: delegation of authority; medical treatment; midwifeAbstrakTindakan medis yang dilakukan oleh bidan dan menimbulkan masalah medis,akan berpotensi terjadinya tuntutan hukum, jika Bidan tidak melaksanakan pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persoalannya bagaimanakah bentuk perlindungan hukum profesi bidan sehubungan dengan pelimpahan wewenang dalam melaksanakan tindakan medis, hal ini dimaksudkan untuk menelaah bentuk perlindungan hukumnya, dengan pendekatan penelitian yuridis normatif. Pelimpahan wewenang tindakan medis sudah diatur dalam berbagai regulasi. Kenyataan dalam praktek sehari-hari, masih ada rumah sakit yang belum mengatur secara teknis operasional tentang pelimpahan wewenang tindakan medis, bagaimana  mekanisme pelimpahan wewenang, maupun jenis-jenis tindakan medis apa saja yang bisa dilimpahkan secara delegasi maupun mandat. Konsekuensi yuridis jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang dapat menimbulkan gugatan perdata maupun pidana.Kata kunci: bidan; pelimpahan wewenang; tindakan medis
AKIBAT HUKUM DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM PERANNYA SEBAGAI GATE KEEPER UNTUK SISTEM RUJUKAN BERJENJANG Endang Sutrisno; Betty Dina Lambok; Taty Sugiarti; Paulus Mulyono
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i2.1563

Abstract

Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah mereformasi sistem pelayanan kesehatan. Dokter Layanan Primer yang seharusnya berperan sebagai gate keeper di Fasilitas Kesehatan Primer belum menjalankan fungsinya dengan optimal. Fasilitas Kesehatan Primer yang seharusnya dapat menangani penyakit-penyakit dasar dengan tuntas kerapkali mengeluarkan surat rujukan ke rumah sakit, sehingga gate keeper concept dan sistem managed care tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kajian pada budaya hukum dokter layanan primer perannya sebagai gate keeper dalam sistem rujukan berjenjang dan upaya untuk meningkatkan kepatuhan hukum. Pendekatan penelitian socio legal research, sebab berkaitan rendahnya kesadaran hukum, pengetahuan hukum, sikap dan perilaku hukum. Budaya hukum yang berupa sikap, anggapan, persepsi, gagasan yang apatis, pragmatis kurang mendukung terlaksananya gate keeper concept dengan baik, dibutuhkan kepatuhan hukum dokter layanan primer melalui pengetahuan hukum dan komunikasi hukum dengan cara sosialisasi, edukasi.
POLITIK HUKUM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DI BIDANG KESEHATAN Taty Sugiarti
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i1.1119

Abstract

Dinamika proses bekerjanya hukum tidak bergerak dalam ruang hampa, kerapkalibersinggungan dengan non hukum (meta yuridis), pembebanan kewajiban hukummelalui konstistusi untuk pembangunan kesehatan guna mengejawantahkanmaksimaliasasi penyelenggaraan kesehatan melalui metode pengadaan barang danjasa Pemerintah di bidang kesehatan. Kajian ini menitikberatkan pada upaya yangdilakukan Pemerintah untuk peningkatan pelayanan kesehatan, dengan metodedoktrinal pendekatan yuridis normatif. Titik singgung persimpangan norma hukum danrealitas sosial kebutuhan tampak ke permukaan dalam pengadaan barang dan jasapemerintah di bidang kesehatan, kontinum pergerakan terjadi saat penyelenggaraankesehatan memerlukan responsivitas dan progresivitas norma terkendala oleh kekakuanadministrasi birokrasi hukum, penunjukan langsung menjadi alternatif solusi.Pemegang kebijakan untuk pengadaan barang dan jasa menegasikan norma sertaprosedur yang ada untuk tujuan keselamatan jiwa manusia, fenomena tersebut berujungpada tuntutan pidana sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan.
Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) dalam Konteks Pelanggaran Parkir: Kajian dari Perspektif Hukum Perdata Sugiarti, Taty
Journal of Innovative and Creativity Vol. 5 No. 2 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/joecy.v5i2.2152

Abstract

Pelanggaran parkir oleh kendaraan roda empat yang memarkirkan kendaraannya tidak pada tempat yang semestinya telah menjadi permasalahan serius di Kota Bandung. Fenomena ini tidak hanya mengganggu ketertiban umum dan arus lalu lintas, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelanggaran parkir dalam perspektif hukum perdata sebagai suatu bentuk perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan studi kasus di beberapa kawasan padat lalu lintas di Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan parkir sembarangan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur pelanggaran hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan. Selain itu, korban dari pelanggaran parkir dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku. Namun, dalam praktiknya, penegakan hukum perdata terhadap pelanggaran parkir di Kota Bandung masih menghadapi kendala, terutama dalam pembuktian kerugian dan identifikasi pelaku. Penelitian ini merekomendasikan adanya sinergi antara penegakan hukum pidana administratif dan optimalisasi mekanisme gugatan perdata untuk memberikan efek jera serta perlindungan hukum yang adil bagi masyarakat terdampak.
Institutional Configuration and Competence of the Special Judiciary for Regional Election Disputes: A Comparative Study and Prospects for Implementation Arifin, Firdaus; Maarif, Ihsanul; Suryana, Cece; Sugiarti, Taty; Murbani, Anastasia Wahyu
Jambura Law Review VOLUME 7 NO. 2 JULY 2025
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33756/jlr.v7i2.30949

Abstract

The dispute resolution system for Regional Head Elections in Indonesia continues to face challenges related to fragmented authority, inconsistencies in judicial decisions, and procedural limitations, which may lead to legal uncertainty and undermine the legitimacy of election outcomes. This study aims to explore the weaknesses of the existing system and propose a more effective institutional model for resolving Pilkada disputes. Employing a normative legal approach with a comparative study method, this research analyzes electoral judicial systems in Mexico, the Philippines, and Germany to identify institutional principles that can be adapted to the Indonesian legal framework. Additionally, this study examines the national legal framework, including Constitutional Court rulings on Pilkada dispute resolution, to assess the effectiveness and limitations of the current mechanisms. The findings indicate that Indonesia’s Pilkada dispute resolution system still suffers from overlapping jurisdiction among institutions, inconsistencies in judicial rulings, and delays in dispute resolution processes. Comparative analysis suggests that a more integrated system, is more effective in ensuring legal certainty and judicial independence. Therefore, this study recommends the establishment of a specialized judicial body for Pilkada disputes, endowed with exclusive jurisdiction, institutional independence, and a transparent and expedited dispute resolution process. The implications of this research highlight that institutional reform in Pilkada dispute resolution is crucial for enhancing public trust in the electoral judicial system, strengthening electoral democracy, and upholding the rule of law in Indonesia’s  Regional Head Elections  process.