This Author published in this journals
All Journal e-CliniC
Wongkar, Maarthen C.P.
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perbandingan FEV1 antara subjek perokok dan non perokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Bata, Maniata F.; Wongkar, Maarthen C.P.; Sedli, Bisuk P.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.14685

Abstract

Abstract: Smoking is one of the factors causing decline of lung function characterized by impairment of Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1), Forced Vital Capacity (FVC), and FEV1/FVC. This study was aimed to obtain the differences in FEV1 between smokers and non smokers, among smokers based on duration of smoking, and among smokers based on the number of cigarettes per day in medical students of University of Sam Ratulangi Manado. This was an observational analytic study. Data were analyzed by using the independent T test and the ANOVA with the F Test. Subjects were 40 males, consisted of 20 smokers and 20 non-smokers. Six smokers had smoked for 2-5 years and 14 smokers had smoked for >5 years. Smoking less than10 cigarettes/day, 10-20 cigarettes/day, and more than 20 cigarettes/day were found in 8, 9, and 3 subjects respectively. The independent T-test showed that there was no significant difference in FEV1 between smokers and non-smokers (p=0.250). The independent T-test also showed that there was no significant difference in FEV1 between smokers of 2-5 years and smokers of more than 5 years (p=0.117). The ANOVA test showed that there was no significant difference in FEV1 between smokers of <10 cigarettes/day, 10-20 cigarettes/day, and >20 cigarettes/day (p=0.481). Conclusion: In this study there were no significant differences in FEV1 between smokers and non smokers, among smokers based on duration of smoking, and among smokers based on the number of cigarettes per day.Keywords: smoker, non smoker, FEV1, duration of smoking, number of cigarette Abstrak: Merokok adalah salah satu faktor penyebab penurunan fungsi paru yang ditandai oleh penurunan nilai volume Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1), Forced Vital Capacity (FVC), dan rasio FEV1/FVC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan FEV1 antara subjek perokok dan non perokok, antar subjek perokok berdasarkan lama merokok, dan antar subjek perokok berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap per hari pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jenis penelitian ialah observasional analitik dengan uji T independent dan uji ANOVA dengan uji F. Subjek penelitian ialah 40 orang laki-laki terdiri dari 20 subjek perokok dan 20 subjek non perokok. Hasil penelitian mendapatkan terdapat 6 subjek perokok yang telah merokok selama 2-5 tahun dan 14 subjek telah merokok selama >5 tahun sedangkan yang menghisap rokok <10 batang/hari, 10-20 batang/hari, dan >20 batang/hari ialah masing-masing 8 orang, 9 orang, dan 3 orang. Uji T-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara FEV1 subjek perokok dan non perokok (p=0,250). Hasil uji T independent terhadap perbedaan FEV1 subjek perokok yang telah merokok 2-5 tahun dengan yang telah merokok >5 tahun mendapatkan p=0,117. Uji ANOVA terhadap perbedaan nilai FEV1 antara subjek perokok yang menghisap rokok sebanyak <10 batang/hari, 10-20 batang/hari, dan >20 batang/hari mendapatkan p=0,481. Simpulan: Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan bermakna antara FEV1 subjek perokok dan non perokok, antar subjek perokok berdasarkan lama merokok, dan antar subjek perokok berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap per hari.Kata kunci: perokok, non perokok, FEV1, lama merokok, jumlah batang rokok
Perbedaan Kadar HDL dan Trigliserida antara Penderita Ulkus Diabetik dan Tanpa Ulkus Diabetik pada Pasien DM Tipe 2 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Kirojan, Debora; Pandelaki, Karel; Wongkar, Maarthen C.P.
e-CliniC Vol 5, No 2 (2017): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v5i2.18581

Abstract

Abstract: The number of people with diabetes mellitus (DM) is increasing every year, as well as the risk of its chronic complications inter alia diabetic ulcer. Peripheral artery disease caused by atherosclerosis is one of the major risk factors for developing diabetic ulcer, and low HDL is associated with atherosclerosis. High triglyceride increases the risk for neuropathy, a diabetic ulcer risk factor. This study was aimed to analyze the difference in HDL and triglyceride levels among type 2 DM (T2DM) patients with and without diabetic ulcers. This was a descriptive comparative study with a case control design. Data were secondarily obtained from patients in the period of January 1st to September 30th 2017. Purposive technique sampling was applied to attain 30 T2DM patients with ulcers and 30 T2DM patients without ulcers. Data were analyzed by using independent t-test and P <0.05 was determined as statistically significant level. The results showed that the mean HDL level in T2DM patients with diabetic ulcers was 20.47 mg/dl, lower than of T2DM patients without diabetic ulcers with a mean HDL level of 32.33 mg/dl (P=0.000). The mean triglyceride level in T2DM patients with diabetic ulcers was 150.43 mg/dl, higher than of T2DM patients without diabetic ulcers with a mean triglyceride level of 121.16 mg/dl (P= 0.141). Conclusion: There was a statistically significant difference in the mean level of HDL between T2DM patients with and without ulcers. There was no statistically significant difference in the mean level of triglyceride between T2DM patients with and without diabetic ulcers.Keywords: diabetic ulcer, HDL, triglyceride, type 2 DM. Abstrak: Jumlah penderita penyakit diabetes melitus (DM) setiap tahun meningkat, diikuti peningkatan risiko terjadinya komplikasi kronik, salah satunya ialah ulkus diabetik. Penyakit arteri perifer yang disebabkan oleh proses aterosklerosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus diabetik, dan kadar HDL dianggap berhubungan dengan proses aterosklerosis. Kadar trigliserida yang tinggi meningkatkan risiko kejadian neuropati yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar HDL dan trigliserida pada pasien DM tipe 2 (DMT2) dengan dan tanpa ulkus. Jenis penelitian ialah deskriptif komparatif dengan desain kasus kontrol (case control) menggunakan data pasien yang berobat mulai 1 Januari sampai 30 September 2017. Digunakan teknik purposive sampling untuk mendapatkan sampel sebanyak 30 pasien DMT2 dengan ulkus diabetik dan 30 pasien DMT2 tanpa ulkus diabetik sebagai pembanding. Analisis penelitian ini menggunakn uji t-tidak berpasangan, dan dinyatakan bermakna jika P < 0,005. Hasil penelitian mendapatkan rerata kadar HDL pada pasien DMT2 dengan ulkus diabetik ialah 20,47 mg/dl, lebih rendah dibandingkan pasien tanpa ulkus dengan rerata 32,33 mg/dl (P=0,000). Rerata kadar trigliserida pada pasien DMT2 dengan ulkus diabetik ialah 150,43 mg/dl, lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa ulkus dengan rerata 121,16 mg/dl (P=0,141). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna rerata kadar HDL antara penderita DMT2 dengan dan tanpa ulkus diabetik. Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kadar trigliserida antara penderita DMT2 dengan dan tanpa ulkus diabetik.Kata kunci: ulkus diabetik, DM Tipe 2, HDL, trigliserida
Hubungan indeks massa tubuh dengan kadar albumin pada pasien tuberkulosis paru Simbolon, Harsa T.; Lombo, Julia C.; Wongkar, Maarthen C.P.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.14473

Abstract

Abstract: Tuberculosis is an infectious disease that is transmitted through the air. In 2014, CDC estimated that there were 9.6 million new cases and 1.5 million deaths from tuberculosis. This study is purpose to investigate the correlation between body mass index with albumin level in patients with pulmonal tuberculosis. This study is Analytical Observational with cross-sectional approach. The research sample were patients who diagnosed with tuberculosis that are in Inpatient Irina C5 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Samples were examined Body Mass Index (BMI) and albumin levels, then analyzed by Pearson. From the analysis of body mass indeks with albumin has p value of 0.001. Conclusion: There is a significance correlation between BMI with albumin level in pulmonal tuberculosis patientsKeywords: pulmonal tuberculosis, boby mass index, albumin level. Abstrak: Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang menular lewat udara. Pada tahun 2014, CDC memperkirakan terdapat 9,6 juta orang menderita tuberkulosis dan sekitar 1,5 juta diantaranya meninggal dunia.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan kadar albumin pada pasien tuberculosis paru. Penelitian ini bersifat Analitik Observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian merupakan pasien yang didiagnosis tuberkulosis dan dirawat di Instalasi Rawat Inap Irina C5 Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel dilakukan pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar albumin, selanjutnya dilakukan analisis dengan uji Pearson. Hasil analisis bivariat pearson didapatkan antara indeks massa tubuh dengan kadar albumin mempunyai nilai p sebesar 0,001 Simpulan: Terdapat hubungan signifikan antara indeks massa tubuh dengan kadar albumin pada pasien tuberkulosis paru. Kata kunci: tuberkulosis paru, indeks massa tubuh, kadar albumin
Hubungan Kadar Urine Transforming Growth Factor-1 dengan Rasio Albumin Kreatinin Urin dan Nilai Laju Filtrasi Glomerulus pada Pria Perokok Yuswanto, .; Moeis, Emma S.; Wongkar, Maarthen C.P.
e-CliniC Vol 5, No 2 (2017): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.5.2.2017.17328

Abstract

Abstract: Smoking can augment the risk for kidney disease by increasing the expression of Transforming Growth Factor-β1 (TGF-β1) in the kidneys (uTGF-β1). Early glomerular dysfunction in smokers can be evaluated by measuring albuminuria (urine albumin-to-creatinine ratio/uACR), which generally appears before a decrease in estimated glomerular filtration rate (eGFR). This study was aimed to determine the relationship between smoking and the level of eGFR through changes in levels of uTGF-β1 and uACR among male smokers compared to non-smokers. This was an observational analytical study with a cross-sectional design conducted at Pineleng Subdistrict, Manado. Subjects of this study were 80 males (40 smokers and 40 non-smokers). The results showed significant differences in levels of uTGF-β1 and uACR among smokers compared to non-smokers (P values 0.003 and 0.012). The correlation test showed significant correlations between the increase in uACR levels and the decrease in eGFR levels (P = 0.019), as well as the duration of smoking and the increase in uTGF-β1 levels (P = 0.000). There was no significant association (P = 0.470) between smoking and the risk of decreased eGFR level (PR = 0.704). Therefore, smoking cannot be used as a predictor of eGFR decline. Conclusion: There were no correlations between uTGF-β1 and uACR as well as uTGF-β1 and eLFG.Keywords: Urine Transforming Growth Factor-β1, uACR, GFR, smokersAbstrak: Merokok dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal melalui peningkatan ekspresi Transforming Growth Factor-β1 (TGF-β1) pada ginjal (uTGF-β1). Gangguan glomerular dini pada perokok dapat dievaluasi dengan pengukuran albuminuria (rasio albumin kreatinin urin/RAKU), yang umumnya muncul sebelum terjadi penurunan estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan merokok dengan nilai eLFG melalui perubahan kadar uTGF-β1 dan RAKU pada pria perokok dibanding non-perokok. Jenis penelitian ialah observasional analitik dengan desain potong lintang yang dilaksanakan di Kecamatan Pineleng, Manado. Subyek penelitian yaitu 80 pria (40 perokok dan 40 non-perokok). Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna kadar uTGF-β1 dan RAKU antara perokok dibanding non-perokok (P = 0,003 dan 0,012). Terdapat hubungan bermakna (P = 0,470) antara merokok dan risiko penurunan eLFG (PR = 0,704). Tidak terdapat perbedaan eLFG antara subyek perokok dan non-perokok. Tidak terdapat hubungan antara kadar uTGF-β1 dan RAKU. Tidak terdapat hubungan antara kadar uTGF-β1 dan nilai eLFG. Terdapat hubungan bermakna antara lama merokok dan peningkatan kadar uTGF-β1, namun tidak terdapat hubungan antara lama merokok dengan RAKU dan nilai eLFG. Peningkatan RAKU pada perokok berkorelasi dengan peningkatan nilai eLFG. Karena itu merokok tidak dapat digunakan sebagai prediktor penurunan eLFG. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara kadar uTGF-β1 baik dengan RAKU maupun nilai eLFG.Kata kunci: Urine Transforming Growth Factor-β1, RAKU, LFG, perokok
Status gizi pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 yang menjalani hemodialisis adekuat dan tidak adekuat Lajuck, Karsa S.; Moeis, Emma B.; Wongkar, Maarthen C.P.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.14565

Abstract

Abstract: In stage 5 of chronic kidney disease, there is a progressive and irreversible damage in the kidney, therefore, the body is unable to maintain the normal metabolism as well as the fluid and electrolyte balance resulting in the increase of ureum. The management of patients in this stage is hemodialysis, a kind of kidney replacement therapies. Adequacy of hemodialysis is the determining indicator of dose sufficiency inpatients undergoing hemodialysis. Patients undergoing hemodialysis are under the risk of protein and energy malnutrition caused by the lack of food intake. This condition can be detected by using body mass index (BMI), protein, and albumin. This study was aimed to obtain the difference of nutritional status by measuring the BMI, protein, and albumin level in stage 5 CKD patients based on Kt/v, one of the parameter of dialysis adequacy. The study used a cross sectional design with 32 respondents who fulfilled the inclusion criteria. Data of dialysis adequacy based on Kt/v and nutritional status using BMI, protein, and albumin levels were collected. The results showed that there were 20 respondents with adequate hemodialysis and 12 respondents with inadequate hemodialysis. Respondents aged 20-39 years had more adequate dialysis compared to those aged 40-60 years. The paired sample T-test showed that there was no significant difference between hemodialysis adequacy and BMI (p=0.414). However, there was a significant difference between hemodialysis adequacy and protein (p=0.043) as well as between hemodialysis adequacy and serum albumin (p=0.032). Conclusion: Nutritional status (protein and albumin) is a risk factor in stage 5 CKD patients with inadequate and adequate hemodialysis.Keywords: patients with stage 5 chronic kidney disease on hemodialysis, nutritional status, adequacy of hemodialysis Abstrak: Pada penyakit ginjal kronik (PGK) stadium 5, ginjal mengalami kerusakan yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit berakibat peningkatan kadar serum ureum. Penatalaksanaan pasien PGK pada stadium ini yaitu hemodialisis sebagai salah satu tindakan terapi pengganti ginjal (TPG). Adekuasi hemodialisis merupakan indikator penentuan kecukupan dosis hemodialisis. Tindakan hemodialisis berisiko mengalami malnutrisi energi-protein akibat asupan makan yang kurang, juga disebabkan hilangnya protein serum saat tindakan hemodialisis yang dapat dideteksi dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT), protein, dan albumin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi dengan mengukur IMT, protein, dan albumin pada pasien PGK 5-HD berdasarkan Kt/V, sebagai salah satu parameter adekuasi dialisis. Desain penelitian potong lintang dengan 32 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan pengumpulan data mengenai adekuasi hemodialisis berdasarkan Kt/V, status gizi menggunakan IMT, protein, dan albumin. Dari hasil penelitian didapatkan 20 responden dengan hemodialisis yang adekuat dan 12 responden dengan hemodialisis yang tidak adekuat, dan kelompok usia 20-39 tahun memiliki hemodialisis yang adekuat dibanding kelompok usia 40-60 tahun. Uji paired sample T-Test mendapatkan tidak ada perbedaan bermakna antara adekuasi hemodialisis dan IMT (p=0,414) tetapi terdapat perbedaan bermakna antara adekuasi hemodialisis dan kadar protein (p=0,043) serta antara adekuasi hemodialisis dan albumin serum (p=0,032). Simpulan: Status gizi (albumin dan protein) merupakan faktor risiko pada pasien PGK 5-HD adekuat dan tidak adekuat. Kata kunci: PGK stadium 5 hemodialisis, status gizi, adekuasi hemodialisis