Tangel, Stephanus J. Ch.
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Validasi International Prostate Symptom Score Versi Bahasa Indonesia pada Penderita Lower Urinary Tract Symptoms di Poliklinik Urologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tangel, Stephanus J. Ch.; Monoarfa, Alwin; Monoarfa, Richard A.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 11, No 2 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.11.2.2019.23320

Abstract

Abstract: Lower urinary tract symptoms (LUTS) due to BPH frequently occur in elderly men. Indonesian version of International Prostate Symptom Score (IPSS-Ina) is commonly used in the hospitals in Indonesia, including Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital in Manado. However, there is still no study about IPSS-Ina validation in Manado. This study was perfomed by giving IPSS-Ina questionnaire to two sample groups, the treatment and the control groups. IPSS validation was tested by correlating the IPSS score and quality of life score. Reliability of IPSS-Ina was also tested by using internal consistancy test and test-retest to the two groups. There were 50 patients that fulfilled the inclusion and exclusion criteria, divided into the two groups as mentioned before. The oldest patients was 67 years in the treatment group, and the youngest one was 21 years in the control group. The Pearson correlation test showed that all correlations had P values <0.05, therefore, all 8 questions in the IPSS-Ina used in patients not yet treated with TURP were valid. The Cronbach test showed that the 8 questions had realibility of 0.93, which meant that the 8 questions translated into Indonesian had very high consistancy. The t test of treatment group before and after TURP resulted in t= 11.221 and a P value <0.001. Conclusion: IPSS-Ina has very good validation and reliability to people in Manado. Therefore, it has similar purpose, intention, and function to WHO version, and it has sensitivity to the changes of symptoms and signs of BPH patients before and after TURP.Keywords: IPSS, LUTS, validation, BPHAbstrak: Lower urinary tract symptoms (LUTS) akibat BPH sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. International Prostate Symptom Score (IPSS) versi bahasa Indonesia sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di Indonesia, termasuk RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi IPSS versi bahasa Indonesia di Manado. Penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner IPSS versi bahasa Indonesia (IPSS-Ina) kepada dua kelompok subyek, yaitu kelompok uji dan kontrol. Validasi IPSS diuji dengan mengorelasikan hasil skor IPSS yang didapat dengan skor kualitas hidup (Quality of Life). Reliabilitas IPSS-Ina diuji melalui dua cara yaitu dengan uji konsistensi internal dan uji test-retest pada kelompok subyek. Hasil penelitian mendapatkan 50 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, dibagi menjadi dua kelompok (uji dan control). Usia tertinggi 67 tahun pada kelompok uji, dan terendah 21 tahun pada kelompok kontrol. Hasil uji korelasi Pearson mendapatkan semua nilai korelasi memiliki nilai P <0,05, jadi ke 8 pertanyan yang terdapat dalam IPSS-Ina yang digunakan pada pasien yang belum mendapatkan terapi TURP ialah valid. Hasil uji Cronbach memperlihatkan ke 8 pertanyaan ini memiliki reliabiltas sebesar 0,93, yang berarti ke 8 pertanyaan skoring BPH dari WHO yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki konsisten yang sangat tinggi. Hasil uji t pada kelompok uji sebelum dan setelah menjalani tindakan TURP mem-peroleh t= 11,221 dengan P <0,001. Simpulan: IPSS versi bahasa Indonesia terbukti memiliki validitas dan reliabilitas yang sangat baik terhadap masyarakat di Manado, sehingga dapat dijamin memiliki tujuan, maksud, serta fungsi yang sama dengan versi WHO, serta memiliki sensitivitas terhadap perubahan gejala pada penderita BPH dari sebelum dan setelah menjalani TURP.Kata kunci: IPSS, LUTS, validasi, BPH
Gambaran Pasien yang Menjalani Prosedur Bedah Emergensi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari - September 2019 Suleman, Utrecht; Wagiu, Angelica M. J.; Tangel, Stephanus J. Ch.
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.27356

Abstract

Abstract: Emergency surgery is performed to avoid further complications of the disease or to save the patient's life. Albeit, there are lack of data in various health centers in Indonesia regarding the evaluation of emergency surgical patients, This study was aimed to obtain the profile of patients undergoing emergency surgical procedures in the Emergency Department of Surgery at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from January to September 2019. This was a retrospective and descriptive study using patients’ medical records. The results showed that there were 540 patients in this study. Most of the patients were adult age group (18-59 years) as many as 343 patients (63.5%), males 366 patients (67.8%), and non-traumatic cases 436 patients (80.4%). The most common cases of trauma was epidural hemorrhage as many as 23 patients (4.3%) meanwhile the most common non-traumatic cases was chronic kidney disease as many as 122 patients (22.6%). According to the type of surgery, CDL insertion and laparotomy were performed on 131 patients each (24.3%). In conclusion, most patients undergoing emergency surgical procedures were 18-59 years old, males, and non-traumatic cases.Keywords: emergency surgery, traumatic cases, non-traumatic cases Abstrak: Bedah emergensi dilakukan dalam keadaan sangat darurat untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk menyelamatkan jiwa pasien. Data mengenai pasien bedah emergensi di berbagai pusat kesehatan di Indonesia masih sangat kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pasien yang menjalani prosedur bedah emergensi di IGD Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari sampai September 2019. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif, menggunakan data rekam medik pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 540 pasien, didapatkan pasien terbanyak dari golongan usia dewasa (18-59 tahun) yaitu 343 pasien (63,5%), jenis kelamin laki-laki 366 pasien (67,8%), dan kasus non-trauma 436 pasien (80,4%). Kasus trauma terbanyak yaitu epidural hemorrhage pada 23 pasien (4,3%) sedangkan kasus non trauma terbanyak chronic kidney disease pada 122 pasien (22,6%). Menurut jenis tindakan operasi yang terbanyak ialah insersi CDL dan laparotomy, masing-masing 131 pasien (24,3%). Simpulan penelitian ini ialah pasien yang menjalani prosedur bedah emergensi terbanyak ialah usia 18-59 tahun, jenis kelamin laki-laki, dan jenis kasus non-trauma.Kata kunci: bedah emergensi, kasus trauma, kasus non-trauma
Diagnosis Akut Abdomen akibat Peritonitis Mannana, Amalita; Tangel, Stephanus J. Ch.; Prasetyo, Eko
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.31853

Abstract

Abstract: Peritonitis is defined as inflammation of serosal membrane that lines the abdominal cavity (peritoneum) and the organs contained therein. Secondary peritonitis accounts for 1% of urgent emergent hospital admidssions and is the second leading cause of sepsis in patients in intensive care units globally. Despite the growth in the availability of imaging and laboratory test, the rapid diagnosis of peritonitis remains a challenge for physicians in emergency medicine, surgery, and critical care. This study was aimed to obtain the rapid and appropriate diagnostic methods of secondary peritonitis. This was a literature review study using databases of PubMed, ClinicalKey, and Google Scholar on topics related to the diagnosis of secondary peritonitis. The results showed that there were 12 literatures in this study consisting of 5 review articles, 1 literature review, and 6 prospective studies. The literatures reviewed the diagnosis of secondary peritonitis based on clinical manifestations, physical examination, and the other examinations including laboratory examination, abdominal ultrasound, and abdominal CT scan. In conclusion, the diagnosis of secondary peritonitis is based on clinical manifestation including abdominal pain, rigidity, and rebound tenderness. These sign and symptoms may be supported by laboratory and radiology findings as additional tests if needed. Abdominal ultrasonography is the most practical and non-invasive radiology test for rapid diagnostic in a subgroup of patients with secondary peritonitis whose clinical impression is unclear.                            Keywords: Secondary Peritonitis, Diagnosis of Secondary Peritonitis, Acute Abdomen Abstrak: Peritonitis adalah inflamasi pada selaput serosa yang membungkus rongga abdomen (peritoneum) dan organ yang terkandung di dalamnya. Peritonitis sekunder menyumbang 1% insiden pada pasien yang masuk di UGD dan merupakan penyebab utama kedua terjadinya sepsis pada pasien di ICU secara global. Di tengah perkembangan ketersediaan pemeriksaan radiologi dan laboratorium yang pesat, diagnosis yang cepat pada peritonitis masih menjadi tantangan bagi para dokter dalam penanganan darurat, pembedahan, dan perawatan pasien kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode diagnosis yang cepat dan tepat pada peritonitis sekunder. Jenis penelitian ialah literature review menggunakan database PubMed, ClinicalKey, dan Google Scholar. Hasil penelitian mendapatkan 12 literatur terdiri dari 5 review article, 1 literature review, dan 6 prospective study yang mengulas tentang diagnosis peritonitis sekunder ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan berbagai pemeriksaan penunjang lainnya yang mencakup pemeriksaan laboratorium, USG abdomen, dan CT scan abdomen. Simpulan penelitian ini ialah diagnosis peritonitis sekunder ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis seperti nyeri abdomen, rigiditas, dan rebound tenderness. Tanda dan gejala ini dapat didukung oleh temuan radiologi dan laboratorium sebagai pemeriksaan tambahan bila diperlukan. USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang paling praktis dan non-invasif untuk diagnosis cepat pada kelompok pasien peritonitis sekunder dengan kesan klinis yang tidak jelas.Kata kunci: peritonitis sekunder, diagnosis peritonitis sekunder, akut abdomen
Peranan Faktor Lingkungan dan Kontributor Selama Kehamilan terhadap Hipospadia Tuju, Ester J.; Lampus, Harsali F.; Tangel, Stephanus J. Ch.
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.31961

Abstract

Abstract: The etiology of hypospadias is not certainly known and is still controversial. Environmental factors and their influence during pregnancy can be risk factors for increased incidence of hypospadias. This study was aimed to obtain the risk factors of hypospadias. This was a literature review study using three databases, as follows: ClinicalKey, PubMed, and Google Scholar. There were 47 literatures in this study. The results showed that from the 47 literatures containing risk factors of hypospadias, 8 literatures reported the relationship between pesticides and hypospadias; 3 literatures reported the relationship between smoking and increased risk of hypospadias; 6 literatures revealed that there was a strong relationship between maternal age and increased risk of hypospadias; 8 literatures showed that low births weight babies were associated with hypospadias and placental insufficiency as its cause; 5 literatures stated that several drugs consumed by pregnant women during the first trimester were related to the increased risk of hypospadias. In conclusion, environmental factors and contributors during pregnancy are the risk factors of hypospadias.Keywords: hypospadias, risk factors, environmental factors, contributors during pregnancy Abstrtrak: Etiologi hipospadia belum diketahui dengan pasti dan masih bersifat kontroversial. Faktor lingkungan serta hal yang berpengaruh selama kehamilan dapat menjadi faktor risiko peningkatan kejadian hipospadia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko hipospadia. Jenis penelitian ialah literature review dengan menggunakan database ClinicalKey, PubMed, dan Google Scholar. Hasil penelitian mendapatkan bahwa dari 47 literatur yang memuat tentang faktor risiko hipospadia, 8 literatur memuat adanya hubungan antara pestisida dengan hipospadia, 3 literatur memuat bahwa merokok berkaitan dengan peningkatan risiko hipospadia, 6 literatur memuat bahwa usia ibu memiliki hubungan kuat dengan peningkatan risiko hipospadia, 8 literatur memuat bahwa bayi berat lahir rendah berkaitan dengan hipospadia dan insufisiensi plasenta menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, 5 literatur memuat bahwa beberapa obat obatan yang dikonsumsi ibu hamil selama trimester pertama berkaitan dengan peningkatan risiko hipospadia. Simpulan penelitian ini ialah faktor lingkungan dan kontributor selama kehamilan merupakan faktor risiko hipospadia.Kata kunci: hipospadia, faktor risiko, factor lingkungan, Kontributor selama kehamilan