Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TERORISME DALAM UPAYA MENCIPTAKAN KEAMANAN NASIONAL Darmanto, Darmanto; LEGOWO, MIG IRIANTO
JOURNAL IURIS SCIENTIA Vol. 2 No. 2 (2024): JOURNAL IURIS SCIENTIA
Publisher : Yayasan Merassa Indonesia Publikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62263/jis.v2i2.36

Abstract

Seiring berjalannya waktu, tindak pidana teroris di Indonesia juga terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Modus operandi serangan teror yang mulanya bersifat terstruktur menjadi tidak terstruktur, misalnya dalam serangan  lone wolf . Jaringan teror juga tidak hanya melakukan serangan fisik, namun juga melakukan propaganda dengan memanfaatkan perkembangan informasi teknologi, misalnya melalui internet dan media sosial. Rumusan Masalah Bagaimana Penegakan hukum terorisme dalam upaya penaggulangan terorisme di Indonesia, Metode Yuridis Normatif. Hasil ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Oleh karena itu, selain mengawal proses penegakan hukumnya, pemerintah perlu merevitalisasi keterhubungan linier antara tiga pilar penting dalam terorisme, yakni polisi, tokoh agama dan masyarakat. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, kejahatan terorisme di Indonesia juga terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Modus operandi serangan teror yang awalnya terstruktur menjadi tidak terstruktur, misalnya pada serangan lone wolf. Jaringan teror tidak hanya melakukan serangan fisik, tetapi juga melakukan propaganda dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, misalnya melalui internet dan media sosial. Rumusan Masalah Bagaimana penegakan hukum terorisme dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia, Metode yuridis normatif. Hasil: Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaannya atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Oleh karena itu, selain melakukan pengawasan terhadap proses penegakan hukum, pemerintah perlu melakukan revitalisasi keterhubungan linear antara tiga pilar penting dalam pemberantasan terorisme, yaitu kepolisian, tokoh agama, dan masyarakat.
PERAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA (BMAI) : ANALISIS PROSES DAN SIFAT PUTUSAN LEGOWO, MIG IRIANTO; ZABIDIN, ZABIDIN; WIDYAWATI, AGNES MARIA JANNI
GANEC SWARA Vol 17, No 4 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Mahasaraswati K. Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35327/gara.v17i4.639

Abstract

The aim of this study is to explore the process of insurance dispute resolution through the Indonesian Insurance Mediation and Arbitration Agency (BMAI) and the nature of its decisions. This research is conducted within the framework of normative juridical legal research, utilizing secondary data as the primary source. The obtained data is then analyzed using a qualitative normative data analysis method. The research findings reveal that the process of settling insurance claim disputes through the Indonesian Insurance Mediation and Arbitration Agency (BMAI) involves three main stages designed to provide effective and efficient alternative dispute resolution. These stages include mediation, adjudication, and arbitration. As for the nature of the decisions made by the Indonesian Insurance Mediation and Arbitration Agency (BMAI), they are considered final and binding. In other words, the final and binding nature of these decisions requires all parties involved in the dispute to adhere to and execute the decisions.
Does The Criminalization Of Users Of Prostitution Services Actually Minimize The Practice Of Prostitution? Mariyam, Siti; Satria, Adhi Putra; Legowo, Mig Irianto
JHSS (JOURNAL OF HUMANITIES AND SOCIAL STUDIES) Vol 8, No 3 (2024): Journal of Humanities and Social Studies
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jhss.v8i3.11695

Abstract

This article aims to examine and analyze the phenomenon of prostitution services and evaluate the effectiveness of criminalizing users of prostitution services in reducing current prostitution practices. The article is written using a legal, empirical, and comparative approach, with data based on secondary sources. The analysis results indicate that prostitution can be fundamentally interpreted as the commercialization of sexual relationships, where an individual provides sexual services to another in exchange for money. In the present era, many studies emphasize the significant meaning of criminalizing users of prostitution services, as exemplified by the measures taken in Sweden. However, despite Sweden's attempt to criminalize by imposing fines on users of prostitution services, the practice of prostitution persists. Criminalization can lead to new issues, such as the emergence of human trafficking practices and an increase in the spread of HIV due to inadequate supervision of covert prostitution practices.