Artikel ini membahas peran Indonesia sebagai pelopor inisiatif jaringan karbon lintas batas di ASEAN. Peran Indonesia akan dianalisis melalui teori peran yang diuraikan oleh Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, yakni norm entrepreneur. Isu ini dipilih karena masalah karbon lintas batas telah menjadi perhatian utama ASEAN, mengingat isu ini menjadikan konsepsi sentralitas ASEAN dalam posisi yang sulit. Dalam menghadapi isu karbon di kawasan, telah ditemukan tantangan dalam pengembangan kerangka kerja untuk jaringan transportasi dan penyimpanan karbon lintas batas. Melalui metode penelitian kualitatif ditemukan bahwa peran Indonesia sebagai norm entrepreneur dalam pembangunan kerangka kerja merupakan bagian dari upaya mempertahankan konsepsi sentralitas ASEAN, ang mana Indonesia memprakarsai program karbon lintas batas melalui pengembangan teknologi Carbon, Capture and Storage (CCS). Artikel ini menemukan bahwa terdapat pendekatan berbasis kebijakan dalam implementasi teknologi CCS yang menjadi model pertama di kawasan. Namun, direkomendasikan bahwa model dan pendekatan peran Indonesia dalam isu ini dapat diikuti oleh anggota ASEAN lainnya sehingga konsepsi sentralitas ASEAN dapat terpenuhi. This article discusses the role of Indonesia as a pioneer of transboundary carbon network initiatives in ASEAN. Indonesia's role will be analyzed through the role theory outlined by Martha Finnemore and Kathryn Sikkink, namely norm entrepreneur. This issue was chosen because transboundary carbon issues have become a major concern for ASEAN, as it puts the conception of ASEAN centrality in a difficult position. In dealing with carbon issues in the region, the challenges of developing a framework for transboundary carbon transportation and storage networks have been identified. Through a qualitative research method, it is found that Indonesia's role as a norm entrepreneur in the development of the framework is part of the effort to maintain the conception of ASEAN centrality, where Indonesia initiated a transboundary carbon program through the development of Carbon, Capture and Storage (CCS) technology. This article finds that there is a policy-based approach in the implementation of CCS technology which is the first model in the region. However, it is recommended that the model and approach of Indonesia's role in this issue be followed by other ASEAN members so that the conception of ASEAN centrality can be fulfilled.