Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

AKIBAT HUKUM BAGI KONSORSIUM YANG DIPUTUS BERSALAH DALAM PERKARA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Pradhana, Wisnu Aji; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.639 KB) | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40390

Abstract

AbstractThe purpose of this article is to examine and analyze legal consequences for the Consortium who were found guilty in the case of the KPPU’s decision. This research is a normative or doctrinal with prescriptive and applied properties. The writing uses secondary data as the type of data. The legal material collection technique of this research is by studying documents or library studies conducted by collecting legal materials both primary and secondary, then read, studied and analyzed to answer legal problems as a support for this research. The KPPU’s decision to make the Consortium as one of the reported entities resulted in legal consequences for the consortium. Legal consequences in unfair competition and prohibition of monopoly in Indonesia are not only administrative sanctions and civil sanctions, but there are also criminal sanctions in the form of fines and imprisonment as a substitute for fines.Keywords: Legal Consequences; Konsorsiu; KPPU; Legal SubjectsAbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisa Akibat Hukum Bagi Konsorsium yang di Putus Bersalah dalam perkara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau doktrinal dengan sifat preskriptif dan terapan. Jenis data atau bahan hukum yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah dengan studi dokumen atau studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum. Putusan KPPU yang menjadikan Konsorsium sebagai satu entitas terlapor mengakibatkan akibat hukum bagi konsorsium. Akibat Hukum dalam persaingan udaha tidak sehat dan larangan monopoli di Indonesia  tidak hanya sanksi administratif dan sanksi perdata, akan tetapi terdapat pula sanksi pidana berupa denda dan pidana kurungan penganti denda.Kata Kunci: Akibat Hukum;Konsorsium; KPPU; Subyek Hukum
PROBLEMATIKA HUKUM PENGGUNAAN KARTU ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) BERLOGO GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (GPN) Hariyanto, Agus; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.277 KB) | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40357

Abstract

AbstractThis article aims to examine the Legal Problems of Automated Teller Machine (ATM) Card Usage with National Payment Gateway (GPN) Logo. The research method used is normative legal research with the nature of prescriptive research. The research approach is the statute approach and conceptual approach. The type of research data used is secondary data. The research data collection technique used is library research with deduction data analysis techniques.The results showed that the National Payment Gateway (GPN) which is a new product in Indonesian banking has several legal problems, that is creating potential fraud in the Automated Teller Machines (ATM) card with National Payment Gateway (GPN) logo and weak legal protection for customers in terms and conditions for making Automated Teller Machines (ATM) card with National Payment Gateway (GPN) logo. besides that the security system used in this interconnection card is unclear, and the potential for trade war.Keyword: Legal Problems; Automated Teller Machines (ATM) card; National Payment Gateway (GPN)AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengkaji tentang problematika hukum penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian preskriptif. Pendekatan penelitian adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Jenis data penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu studi kepustakaan dengan teknik analisis data deduksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang merupakan produk baru di perbankan Indonesia mempunyai beberapa problematika hukum, yaitu menciptakan potensi fraud dalam transaksi kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan lemahnya perlindungan hukum terhadap nasabah dalam syarat dan ketentuan pembuatan kartu kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), selain itu sistem keamanan yang digunakan dalam kartu interkoneksi ini belum jelas, dan yang adanya potensi perang dagang.Kata Kunci: Problematika Hukum; Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM); Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)
EKSISTENSI ARBITRASE ONLINE SEBAGAI MODEL PENYELESAIAN SENGKETA E-COMMERCE DI BEBERAPA NEGARA Vikarin, Keke Audia; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.84 KB) | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40376

Abstract

AbstractThe purpose of the article is to know about the existence of online arbitration as the model of the dispute resolution in Republic of India, Republic of China, and Netherlands. This research is a normative law research which is prescriptive. It used statute approach and comparative approach. The materials used in the research are primer law material and secondary law material by using library research as the data collection technique. In analyzing the law material, the researcher used the method of syllogism deduction to explain the general things to draw the specific conclusion. Based on the result and discussion, it can be concluded that even though India and China do not have the specific rules about Online Dispute Resolution (ODR) including online arbitration as well as Netherlands however; the online arbitration is able to be applied as the model of the dispute resolution since it does not violate the statutory regulations. In addition, the institution of online arbitration service provider has its own procedural regulations which have been adjusted to the laws that apply in the country.Keywords: Online arbitration; ODR; E-commerceAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui mengenai bagaimana eksistensi arbitrase online sebagai model penyelesaian sengketa di Republik India, Republik Rakyat China, dan Belanda. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah mendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum skunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Dalam menganalisis bahan hukum, digunakan cara silogisme deduksi menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpukan bahwa meskipun India dan China belum memiliki aturan khusus mengenai Online Dispute Resolution (ODR) termasuk arbitrase online seperti Belanda tetapi arbitrase online tetap dapat diterapkan sebagai model penyelesaian sengketa karena tidak menyalahi aturan perundang-undangan. Selain itu, lembaga penyedia layanan arbitrase online juga memiliki aturan prosedural sendiri yang telah disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di negaranya.Kata Kunci: Arbitrase online; ODR; E-commerce
KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA APABILA TERJADI SENGKETA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT Hedistira, Dija; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40372

Abstract

AbstractThis article aims to analyze the ownership and mastery of a fiduciary collateral object, in cases that often occur today, many disputes between creditors and debtors in fiduciary collateral agreements are caused because creditors assume that with executive rights as fiduciary recipients, the fiduciary collateral object legally owned by creditors and creditors the right to take and sell fiduciary collateral objects when the debtor defaults unilaterally, as well as the debtor who considers that the fiduciary collateral object is owned by him because the object is registered on his name, so that the debtor can use the object free as  giving to a third party or selling the object of fiduciary guarantee unilaterally. the author uses a normative juridical approach, and deductive analysis method based on the Civil Code and fiduciary law applicable in Indonesia, Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees. The conclusion of the discussion is the ownership of the object of the Fiduciary Guarantee is owned by the debtor in accordance with the Law, mastery of the object of collateral controlled by the debtor for economic benefits, the procedure of execution The object of Fiduciary Guarantee is carried out in accordance with the Fiduciary Guarantee Act, an alternative mediation in resolving the dispute. There needs to be clarity in the use of language in making a law, so as not to conflict with each other between Article one and the other Articles.Keywords: Ownership; Mastery; Object of Fiduciary Guarantee; Debtor; Creditors.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis tentang kepemilikan dan penguasaan suatu objek jaminan fidusia, dalam kasus yang saat ini sering terjadi, banyak sengketa antara kreditur dan debitur dalam perjanjian jaminan fidusia disebabkan karena kreditur beranggapan bahwa dengan adanya hak eksekutorial sebagai penerima fidusia, maka objek jaminan fidusia tersebut secara sah dimiliki oleh kreditur dan kreditur berhak mengambil dan menjual objek jaminan fidusia saat debitur cidera janji(wanprestasi) secara sepihak, begitupun dengan debitur yang menganggap bahwa objek jaminan fidusia tersebut dimiliki olehnya karena objek tersebut terdaftar atas namannya, sehingga debitur dapat mempergunakan objek tersebut secara bebas seperti menyerahkan kepada pihak ketiga atau menjual objek jaminan fidusia tersebut secara sepihak. penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif, dan metode analisis deduktif yang didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdatadan hukum jaminan fidusia yang berlaku di Indonesia, Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kesimpulan pembahasan adalah Kepemilikan Objek Jaminan Fidusia dimiliki oleh debitur sesuai Undang-undang, penguasaan objek jaminan dikuasai debitur untuk manfaat ekonomis, prosedur eksekusi Objek Jaminan Fidusia dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia, alternatif secara mediasi dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Perlu ada kejelasan dalampenggunaan bahasa pada pembuatan suatu Undang-Undang, agar tidak saling bertentangan antar Pasal satu dengan Pasal yang lainnya. Kata Kunci: Kepemilikan; Penguasaan; Objek Jaminan Fidusia; Debitur; Kreditur.
AKIBAT HUKUM BAGI KONSORSIUM YANG DIPUTUS BERSALAH DALAM PERKARA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Pradhana, Wisnu Aji; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40390

Abstract

AbstractThe purpose of this article is to examine and analyze legal consequences for the Consortium who were found guilty in the case of the KPPU’s decision. This research is a normative or doctrinal with prescriptive and applied properties. The writing uses secondary data as the type of data. The legal material collection technique of this research is by studying documents or library studies conducted by collecting legal materials both primary and secondary, then read, studied and analyzed to answer legal problems as a support for this research. The KPPU’s decision to make the Consortium as one of the reported entities resulted in legal consequences for the consortium. Legal consequences in unfair competition and prohibition of monopoly in Indonesia are not only administrative sanctions and civil sanctions, but there are also criminal sanctions in the form of fines and imprisonment as a substitute for fines.Keywords: Legal Consequences; Konsorsiu; KPPU; Legal SubjectsAbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisa Akibat Hukum Bagi Konsorsium yang di Putus Bersalah dalam perkara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau doktrinal dengan sifat preskriptif dan terapan. Jenis data atau bahan hukum yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah dengan studi dokumen atau studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum. Putusan KPPU yang menjadikan Konsorsium sebagai satu entitas terlapor mengakibatkan akibat hukum bagi konsorsium. Akibat Hukum dalam persaingan udaha tidak sehat dan larangan monopoli di Indonesia  tidak hanya sanksi administratif dan sanksi perdata, akan tetapi terdapat pula sanksi pidana berupa denda dan pidana kurungan penganti denda.Kata Kunci: Akibat Hukum;Konsorsium; KPPU; Subyek Hukum
PROBLEMATIKA HUKUM PENGGUNAAN KARTU ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) BERLOGO GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (GPN) Hariyanto, Agus; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40357

Abstract

AbstractThis article aims to examine the Legal Problems of Automated Teller Machine (ATM) Card Usage with National Payment Gateway (GPN) Logo. The research method used is normative legal research with the nature of prescriptive research. The research approach is the statute approach and conceptual approach. The type of research data used is secondary data. The research data collection technique used is library research with deduction data analysis techniques.The results showed that the National Payment Gateway (GPN) which is a new product in Indonesian banking has several legal problems, that is creating potential fraud in the Automated Teller Machines (ATM) card with National Payment Gateway (GPN) logo and weak legal protection for customers in terms and conditions for making Automated Teller Machines (ATM) card with National Payment Gateway (GPN) logo. besides that the security system used in this interconnection card is unclear, and the potential for trade war.Keyword: Legal Problems; Automated Teller Machines (ATM) card; National Payment Gateway (GPN)AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengkaji tentang problematika hukum penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian preskriptif. Pendekatan penelitian adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Jenis data penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu studi kepustakaan dengan teknik analisis data deduksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang merupakan produk baru di perbankan Indonesia mempunyai beberapa problematika hukum, yaitu menciptakan potensi fraud dalam transaksi kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan lemahnya perlindungan hukum terhadap nasabah dalam syarat dan ketentuan pembuatan kartu kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), selain itu sistem keamanan yang digunakan dalam kartu interkoneksi ini belum jelas, dan yang adanya potensi perang dagang.Kata Kunci: Problematika Hukum; Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM); Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)
EKSISTENSI ARBITRASE ONLINE SEBAGAI MODEL PENYELESAIAN SENGKETA E-COMMERCE DI BEBERAPA NEGARA Vikarin, Keke Audia; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40376

Abstract

AbstractThe purpose of the article is to know about the existence of online arbitration as the model of the dispute resolution in Republic of India, Republic of China, and Netherlands. This research is a normative law research which is prescriptive. It used statute approach and comparative approach. The materials used in the research are primer law material and secondary law material by using library research as the data collection technique. In analyzing the law material, the researcher used the method of syllogism deduction to explain the general things to draw the specific conclusion. Based on the result and discussion, it can be concluded that even though India and China do not have the specific rules about Online Dispute Resolution (ODR) including online arbitration as well as Netherlands however; the online arbitration is able to be applied as the model of the dispute resolution since it does not violate the statutory regulations. In addition, the institution of online arbitration service provider has its own procedural regulations which have been adjusted to the laws that apply in the country.Keywords: Online arbitration; ODR; E-commerceAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui mengenai bagaimana eksistensi arbitrase online sebagai model penyelesaian sengketa di Republik India, Republik Rakyat China, dan Belanda. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah mendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum skunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Dalam menganalisis bahan hukum, digunakan cara silogisme deduksi menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpukan bahwa meskipun India dan China belum memiliki aturan khusus mengenai Online Dispute Resolution (ODR) termasuk arbitrase online seperti Belanda tetapi arbitrase online tetap dapat diterapkan sebagai model penyelesaian sengketa karena tidak menyalahi aturan perundang-undangan. Selain itu, lembaga penyedia layanan arbitrase online juga memiliki aturan prosedural sendiri yang telah disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di negaranya.Kata Kunci: Arbitrase online; ODR; E-commerce
PROSPEK LENIENCY PROGRAM SEBAGAI UPAYA MENGUNGKAP PRAKTIK KARTEL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA Nindriani, Anita; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v8i1.40359

Abstract

Abstract Cartel is a dangerous criminal offense in the competition law. The impact of this cartel practice brings huge losses to consumers. The Business Competition Supervisory Commission in Indonesia has tried to eradicate cartels, but often constraints. The difficulty is finding direct / written evidence of a cartel. While most cartel agreements are not in writing, it could only be an agreement between the parties without making it in a written agreement. Program Leniency as one of the effective solutions in combating cartel activities, several countries have implemented this program in its law, but until now Indonesia has not regulated the leniency program. This article aims to determine the prospects of how to implement leniency programs in competition law in Indonesia. The research method used is empirical legal research (sociological/non-doctrinal) with the nature of descriptive research. The results of this study indicate that the leniency program can be applied in business competition law in Indonesia by adopting it in Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, in applying the leniency some things to consider include: Regulation of sanctions imposed, business actors or companies must understand that there is a high risk of cartel detection by competition authorities (fear of detections), as well as elements of clarity, transparency and predictability in implementing the leniency program.Keywords: Competition Law; Cartel; Leniency Program.AbstrakKartel merupakan kejahatan yang berbahaya dalam hukum persaingan usaha. Dampak dari praktik kartel ini membawa kerugian yang besar pada konsumen. Komisi Pengawas Persaingan Usaha di Indonesia telah berusaha untuk memberantas kartel, tetapi seringkali tekendala. Kesulitannya adalah menemukan bukti langsung/tertulis adanya kartel. Sementara sebagian besar perjanjian kartel tidak secara tertulis, bisa jadi hanya kesepakatan di antara para pihak tanpa membuatnya dalam perjanjian tertulis. Leniency Program sebagai salah satu solusi efektif dalam memerangi kegiatan kartel, beberapa negara telah menerapkan program ini dalam hukumnya namun sampai saat ini Indonesia belum mengatur mengenai leniency program. Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai prospek bagaimana penerapan leniency program dalam hukum persaingan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (sosiologis / non doktrinal) dengan sifat penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leniency program dapat diterapkan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dengan mengadopsinya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam menerapkan leniency beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: Pengaturan sanksi yang dikenakan harus diperberat, Pelaku usaha ataupun perusahaan harus memahami bahwa terdapat resiko yang tinggi dari pendeteksian  kartel oleh otoritas persaingan jika mereka tidak mengajukan permohonan leniency (fear of detection),  serta Unsur kejelasan, transparansi, dan prediktabilitas dalam penerapan leniency program.Kata Kunci: Hukum Persaingan Usaha; Kartel; Leniency Program.
ASAS KEADILAN KONTRAK JUAL BELI ONLINE PADA SITUS BLIBLI.COM Zamri, Khairul Hikmatullah; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 9, No 2 (2021): JULI-DESEMBER
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v9i2.60046

Abstract

AbstractThis article aims to determine the legal requirements for E-Commerce contract on the Blibli.com and to find out whether the principle of justice is contained in E-Commerce contract conducted through the Blibli.com site. This type of research is normative legal research. The legal sources used consist of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of this legal research show that the legal requirements for E-Commerce contract are regulated in Article 1320 of the Civil Code, Article 3, Article 9, Article 15 paragraph (1), Article 17, and Chapter III of the Information and Electronic Transaction Law, Articles 45 to Article 50 Government Regulations for the Implementation of Electronic Systems and Transactions, and Article 18 of the Consumer Protection Act and related E-Commerce contract on the Blibli.com site have not fully complied with the principle of contractual justice because the rights and obligations of the users and parties have not been fulfilled. Blibli.com. Regarding the principle of justice on the Blibli.com site, the principle of contracting justice has not yet been fulfilled. Because there is an unbalanced portion between Users and Blibli.com itself.Key word : The Principle of Justice; Contract; E-Commerce; Blibli.com. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui syarat sahnya kontrak jual beli online dalam situs Blibli.com dan untuk mengetahui apakah asas keadilan sudah terdapat dalam kontrak jual beli online yang dilakukan melalui situs Blibli.com. Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normative dan sumber hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dengan cara studi pustaka. Hasil penelitian hukum ini menunjukkan bahwa syarat sahnya kontrak jual beli online diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Pasal 3, Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), Pasal 17, dan Bab III Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 sampai Pasal 50 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 18 Undang-undang Perlindungan Konsumen serta terkait kontrak jual beli online pada situs Blibli.com belum sepenuhnya memenuhi asas keadilan berkontrak dikarenakan belum terpenuhinya kesetaraan hak dan kewajiban yang dimiliki dan dijalankan antara Pengguna dengan pihak Blibli.com. Mengenai asas keadilan pada situs Blibli.com ternyata belum terpenuhi asas keadilan berkontrak tersebut. Dikarenakan terdapat porsi tidak seimbang antara Pengguna dengan Blibli.com itu sendiri.Kata kunci: Asas Keadilan; Kontrak; E-Commerce; Blibli.com.
Alasan Mediasi Belum Menjadi Model Utama Dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia Kusumaningrum, Diah Rahma; Pujiyono, '
Jurnal Privat Law Vol 9, No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v9i1.41464

Abstract

AbstractThis article was arranged to find out the reasons why mediation has not become  the main model in efforts to resolve business disputes. The existence of mediation in Indonesia is an effort to overcome the heaps of cases increasing every year. Mediation has been regulated through Law Number 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution and Supreme Court Regulation Number 1 of 2016 on Court-Annexed Mediation Procedures. However, the existence of mediation in Indonesia is not optimal yet that business disputes cannot be resolved efficiently. This research is descriptive empirical legal research. Primary data used in this study include the 2019 Supreme Court Annual Report and the results of the previously conducted interview. Secondary data used include legal products regarding mediation. The analysis was conducted with qualitative and quantitative analysis methods with the critical theory paradigm. The results of this research show that mediation has yet become the main model in business disputes resolution in Indonesia because the existing legal substance does not prioritize mediation as an effort to resolve business disputes, thus still consider it as an alternative effort; the enforcement apparatus still needs to be given a deep understanding related to mediation, in terms of the judicial mediator and judicial staff there is still a need to improve its performance; and because the legal culture of the people who are still yet to accept mediation as the main effort in resolving disputes.AbstrakArtikel ini disusun guna mengetahui alasan mengapa mediasi belum menjadi model  utama dalam upaya penyelesaian sengketa bisnis. Mediasi hadir di Indonesia sebagai upaya untuk mengatasi penumpukan perkara yang terus meningkat setiap tahunnya. Mediasi telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun, eksistensi mediasi di Indonesia, baik di pengadilan maupun di luar pengadilan, sampai saat ini belum optimal sehingga sengketa bisnis belum bisa terselesaikan dengan efisien. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2019; serta hasil wawancara. Data sekunder yang digunakan mencakup produk hukum yang mengatur tentang mediasi. Analisis dilakukan dengan metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang dijalankan dengan paradigma critical theory. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mediasi belum menjadi model utama dalam upaya penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia, antara lain karena substansi hukum yang ada belum mengedepankan mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa, dan masih menganggapnya sebagai upaya alternatif; aparat penegaknya masih perlu diberikan pemahaman yang mendalam terkait mediasi, dari segi mediator hakim dan pegawai pengadilan masih perlu adanya peningkatan kinerja; serta budaya hukum masyarakat yang masih belum menerima mediasi sebagai upaya utama dalam menyelesaikan sengketa yang dihadapi.