Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PERBANDINGAN MODEL KOPEL ECMWF SYSTEM 4 DAN CFSV2 UNTUK PREDIKSI MUSIM DI INDONESIA Muharsyah, Robi
Megasains Vol 11 No 01 (2020): Megasains Vol 11 No.01 Tahun 2020
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk membandingkan curah hujan harian keluaran langsung (raw) dari dua model kopel: European Center Medium Weather Forecast System 4 (S4) dan Climate Forecast System Version 2 (CFSv2) sebagai model prediksi musim operasional pada periode Juni, Juli dan Agustus (JJA) dan Desember, Januari dan Februari (DJF). Kemampuan kedua model diukur berdasarkan ketersediaan prediksi reforecast yang diverifikasi terhadap data observasi curah hujan Global Precipitation Climatology Project (GPCP) dan Southeast Asian Observation - Southeast Asian Climate Assessment and Dataset (SA-OBS SACAD) untuk wilayah Bumi Maritim Indonesia (BMI). Ukuran verifikasi yang dipakai berupa bias aktual, bias relatif, spread anggota ensemble dalam bentuk boxplot dan akumulasi curah hujan per musim, serta korelasi spasial. Hasilnya, untuk DJF, kemampuan kedua model cenderung overestimate untuk wilayah perairan di sekitar tipe-C. Sebaliknya, untuk prediksi curah hujan di daratan keduanya underestimate. Sementara itu, untuk JJA, bias kedua model saling berkebalikan khususnya di pulau Kalimantan. Kajian ini juga menggunakan metode post-processing statistik koreksi bias untuk mengetahui pengaruhnya terhadap semua anggota ensemble pada kedua model
PERBANDINGAN MODEL KOPEL ECMWF SYSTEM 4 DAN CFSV2 UNTUK PREDIKSI MUSIM DI INDONESIA Muharsyah, Robi
Megasains Vol 11 No 01 (2020): Megasains Vol 11 No.01 Tahun 2020
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3471.137 KB) | DOI: 10.46824/megasains.v11i01.3

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk membandingkan curah hujan harian keluaran langsung (raw) dari dua model kopel: European Center Medium Weather Forecast System 4 (S4) dan Climate Forecast System Version 2 (CFSv2) sebagai model prediksi musim operasional pada periode Juni, Juli dan Agustus (JJA) dan Desember, Januari dan Februari (DJF). Kemampuan kedua model diukur berdasarkan ketersediaan prediksi reforecast yang diverifikasi terhadap data observasi curah hujan Global Precipitation Climatology Project (GPCP) dan Southeast Asian Observation - Southeast Asian Climate Assessment and Dataset (SA-OBS SACAD) untuk wilayah Bumi Maritim Indonesia (BMI). Ukuran verifikasi yang dipakai berupa bias aktual, bias relatif, spread anggota ensemble dalam bentuk boxplot dan akumulasi curah hujan per musim, serta korelasi spasial. Hasilnya, untuk DJF, kemampuan kedua model cenderung overestimate untuk wilayah perairan di sekitar tipe-C. Sebaliknya, untuk prediksi curah hujan di daratan keduanya underestimate. Sementara itu, untuk JJA, bias kedua model saling berkebalikan khususnya di pulau Kalimantan. Kajian ini juga menggunakan metode post-processing statistik koreksi bias untuk mengetahui pengaruhnya terhadap semua anggota ensemble pada kedua model
PERBANDINGAN MODEL KOPEL ECMWF SYSTEM 4 DAN CFSV2 UNTUK PREDIKSI MUSIM DI INDONESIA Muharsyah, Robi
Megasains Vol 11 No 01 (2020): Megasains Vol 11 No.01 Tahun 2020
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3471.137 KB) | DOI: 10.46824/megasains.v11i01.3

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk membandingkan curah hujan harian keluaran langsung (raw) dari dua model kopel: European Center Medium Weather Forecast System 4 (S4) dan Climate Forecast System Version 2 (CFSv2) sebagai model prediksi musim operasional pada periode Juni, Juli dan Agustus (JJA) dan Desember, Januari dan Februari (DJF). Kemampuan kedua model diukur berdasarkan ketersediaan prediksi reforecast yang diverifikasi terhadap data observasi curah hujan Global Precipitation Climatology Project (GPCP) dan Southeast Asian Observation - Southeast Asian Climate Assessment and Dataset (SA-OBS SACAD) untuk wilayah Bumi Maritim Indonesia (BMI). Ukuran verifikasi yang dipakai berupa bias aktual, bias relatif, spread anggota ensemble dalam bentuk boxplot dan akumulasi curah hujan per musim, serta korelasi spasial. Hasilnya, untuk DJF, kemampuan kedua model cenderung overestimate untuk wilayah perairan di sekitar tipe-C. Sebaliknya, untuk prediksi curah hujan di daratan keduanya underestimate. Sementara itu, untuk JJA, bias kedua model saling berkebalikan khususnya di pulau Kalimantan. Kajian ini juga menggunakan metode post-processing statistik koreksi bias untuk mengetahui pengaruhnya terhadap semua anggota ensemble pada kedua model
Analisis Variasi Diurnal Curah Hujan di Sumatera Barat Menggunakan Data Rain Gauge dan IMERG Suryanti, Krisna; Fitriyani, Dian; Muharsyah, Robi; Marzuki, Marzuki
POSITRON Vol 10, No 2 (2020): Vol. 10 No. 2 Edition
Publisher : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Univetsitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.482 KB) | DOI: 10.26418/positron.v10i2.38469

Abstract

Variasi diurnal adalah salah satu komponen utama variasi atmosfer di kawasan tropis yang menimbulkan dampak terhadap siklus hidrologi dan bidang terkait. Sebagai interaksi antara daratan dan lautan sekitarnya, fenomena ini dipengaruhi oleh kondisi topografi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi diurnal dari akumulasi, frekuensi dan intensitas curah hujan dalam kaitannya dengan topografi di Sumatera Barat menggunakan data rain gauge dari 17 stasiun selama 2014‒2019. Pola diurnal dan semidiurnal curah hujan dimodelkan melalui metode dekomposisi harmonik menggunakan discrete Fourier transform (DFT). Secara umum, akumulasi dan frekuensi curah hujan daerah pesisir pantai dan dataran tinggi, lebih besar daripada daerah dataran rendah. Namun sebaliknya, intensitas curah hujan lebih besar di dataran rendah daripada wilayah pesisir pantai dan dataran tinggi. Secara umum puncak intensitas curah hujan terjadi pada pukul 15.00‒16.00 WIB pada daerah pesisir pantai dan pada pukul 17.00‒18.00 WIB di dataran rendah. Hujan memiliki frekuensi kemunculan tertinggi pada pukul 16.00‒18.00 WIB di sebagian besar daerah pesisir pantai dan pada pukul 19.00‒21.00 WIB di dataran rendah. Puncak akumulasi hujan terjadi pada pukul 16.00‒19.00 WIB di sebagian besar daerah pesisir pantai dan pada pukul 20.00‒22.00 WIB di dataran rendah. Puncak curah hujan pada pagi hari juga ditemukan di pulau-pulau kecil pada kawasan Sumatera Barat. Selain puncak dominan pada sore hari, beberapa lokasi memiliki puncak kedua yang intensitasnya lebih rendah. Puncak dari akumulasi, frekuensi dan intensitas curah hujan dari rain gauge konsisten dengan data integrated multi-satellite retrievals for GPM (IMERG) tetapi puncak curah hujan dari data IMERG satu jam lebih lambat daripada data rain gauge, sebagaimana pernah ditemukan oleh peneliti sebelumnya. Akumulasi, frekuensi dan intensitas curah hujan diurnal sesuai dengan pola distribusi variasi diurnal temperatur dan kelembaban relatif.
POLA SPASIAL DAN TEMPORAL JENIS AWAN DI SELATAN INDONESIA BERDASARKAN KANAL IR1 HIMAWARI-8 PADA PERIODE MUSIM HUJAN Muharsyah, Robi; Fitrianti, Novi
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v21i1.4158

Abstract

Banyak kajian yang telah membahas perkiraan jenis awan atau intensitas curah hujan menggunakan citra satelit cuaca HIMAWARI-8, namun umumnya dalam skala wilayah yang kecil (pada satu kota) dan rentang waktu yang singkat (pengamatan beberapa jam). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola spasial dan temporal jenis awan yang diduga dari kanal IR1 HIMAWARI-8, pada cakupan wilayah yang lebih luas, yaitu di bagian selatan Indonesia (80E-150E;15S-1N), serta pada periode pengamatan lebih lama (musim hujan 2017/2018). Metode Convective Stratiform Technique (CST) dipilih untuk menduga jenis awan Stratiform dan Cumuliform. Hasilnya secara temporal, awan Stratiform lebih dominan muncul pada sore hingga malam hari. Kemudian secara spasial, bagian barat di selatan Indonesia selalu diliputi awan Stratiform dari pagi hingga malam hari. Berdasarkan jumlah awan Cumuliform, puncak musim hujan terjadi pada 21–31 Januari 2018. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa juga jumlah pixel awan Cumuliform berkorelasi kuat (r>0,75) terhadap jumlah pixel citra Global Satellite Mapping of Precipitation Near Real Time (GSMaP) dengan intensitas curah hujan >0,1 mm/jam. Terakhir, penelitian ini memberikan suatu pendekatan baru untuk mengukur akurasi antara jenis awan yang diduga dari kanal IR1 HIMAWARI-8 dengan terjadinya curah hujan di suatu wilayah yang dapat dipakai untuk mengevaluasi fenomena pada skala meso seperti Mesoscale Convective Complex (MCC).
Implementation of Bayesian Model Averaging Method to Calibrate Monthly Rainfall Ensemble Prediction over Java Island Muharsyah, Robi; Hadi, Tri Wahyu; Indratno, Sapto Wahyu
Agromet Vol. 34 No. 1 (2020): JUNE 2020
Publisher : PERHIMPI (Indonesian Association of Agricultural Meteorology)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1296.784 KB) | DOI: 10.29244/j.agromet.34.1.20-33

Abstract

Bayesian Model Averaging (BMA) is a statistical post-processing method for producing probabilistic forecasts from an ensemble prediction in the form of predictive Probability Density Function (PDF). BMA is commonly used to calibrate Ensemble Prediction System (EPS) in a shorter-range forecast. Here, we applied the BMA for a longer forecast at a seasonal interval. This study aimed to develop the implementation of the BMA method to calibrate the seasonal forecast (long range) of monthly rainfall from the RAW output of the EPS European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) system 4 model (ECS4). This model was calibrated with observational data from 26 stations over Java Island in 1981-2018. BMA predictive PDF was generated with a gamma distribution, which was obtained based on two training schemes, namely sequential (BMA-JTS) and conditional (BMA-JTC) training windows. Generally, both of BMA-JTS and BMA-JTC were able to produce better distribution characteristics of ensemble prediction than that of RAW model ECS4. Both BMA methods showed a good performance as indicated by a high accuracy, small bias, and small uncertainty to the observed rainfall. Our findings revealed that BMA-JTC was able to improve the quality of probabilistic forecasts of below and above normal events. The improvement was shown in most stations over Java Island, in which the model was a good skill forecast based on Brier Skill Score (BSS).
Perbandingan Model Kopel ECMWF System 4 Dan CFSV2 Untuk Prediksi Musim Di Indonesia Muharsyah, Robi
Megasains Vol 11 No 1 (2020): Megasains Vol. 11 No.1 Tahun 2020
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46824/megasains.v11i01.3

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk membandingkan curah hujan harian keluaran langsung (raw) dari dua model kopel: European Center Medium Weather Forecast System 4 (S4) dan Climate Forecast System Version 2 (CFSv2) sebagai model prediksi musim operasional pada periode Juni, Juli dan Agustus (JJA) dan Desember, Januari dan Februari (DJF). Kemampuan kedua model diukur berdasarkan ketersediaan prediksi reforecast yang diverifikasi terhadap data observasi curah hujan Global Precipitation Climatology Project (GPCP) dan Southeast Asian Observation - Southeast Asian Climate Assessment and Dataset (SA-OBS SACAD) untuk wilayah Bumi Maritim Indonesia (BMI). Ukuran verifikasi yang dipakai berupa bias aktual, bias relatif, spread anggota ensemble dalam bentuk boxplot dan akumulasi curah hujan per musim, serta korelasi spasial. Hasilnya, untuk DJF, kemampuan kedua model cenderung overestimate untuk wilayah perairan di sekitar tipe-C. Sebaliknya, untuk prediksi curah hujan di daratan keduanya underestimate. Sementara itu, untuk JJA, bias kedua model saling berkebalikan khususnya di pulau Kalimantan. Kajian ini juga menggunakan metode post-processing statistik koreksi bias untuk mengetahui pengaruhnya terhadap semua anggota ensemble pada kedua model
Koreksi Bias Hasil Proyeksi MIROC5 Keluaran WRF dengan Metode CDFDM Muharsyah, Robi
Megasains Vol 9 No 1 (2018): Megasains Vol. 9 No. 1 Tahun 2018
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46824/megasains.v9i1.179

Abstract

Proyeksi Iklim wilayah Indonesia pada tahun 2006 -2040 dari data MIROC 5 telah dihasilkan melalui teknik Dynamical Downscaling menggunakan model WRF. Selanjutnya keluaran model WRF tersebut (data model) dikoreksi biasnya menggunakan Cumulative Distribution Function Downscaling Method (CDFDM) sehingga dihasilkan data terkoreksi. Data observasi berupa curah hujan harian pada 148 stasiun BMKG (2006 – 2015) digunakan sebagai data training pada metode CDFDM. Tingkat akurasi diukur dengan menghitung persentase kesesuaian antara data model dan data terkoreksi terhadap data observasi. Digunakan empat idikasi : Mean daily precipitation (MEA), Intensity of precipitation (INT), Fraction of Wet days (FRE) dan Percentile- 90 (Q90) untuk mengukur tingkat akurasi tersebut. Hasilnya penggunaan metode CDFDM mampu memberikan peningkatan akurasi dengan rata- rata sebesar 15% baik untuk periode JJA maupun DJF