LENGKONG, JHONY
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH PROVINSI GORONTALO TAHUN 2017 ,, PURWANTO; KAUNANG, MARKUS; LENGKONG, JHONY
JURNAL ADMINISTRASI PUBLIK Vol 4, No 62 (2018)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini beranjak dari adanya permasalah bahwa PNS di dalam Pemilihan KepalaDaerah di Provinsi Gorontalo memperlihat sikap kurang netral. Dengan demikian penelitian inibertujuan (1) untuk mengetahui kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) di dalam PemilukadaProvinsi Gorontalo, Tahun 2017; (2) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkanketidak netralan PNS di dalam pelaksanaan Pemilukada Provinsi Gorontalo, Tahun 2017. Metodepenelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Instrumen utama adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan panduan wawancara, informanditetapkan sebanyak empat orang kemudian data dianalisis dengan menggunakan teknik analisisinteraktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pada umumnya, PNS bersikap netral dalampemilihan Kepala Daerah di Provinsi Gorontalo, namun secara rinci ditemukan adanya PNS yangmelakukan pelanggaran dalam mendukung salah satu Paslon, sebagin PNS yang bertindakdiskriminatif dan kurang peduli terhadap kebutuhan masyarakat dalam memberikan pelayanan,terutama bagi kelompok masyarakat yang berbeda pilihan politik dengan PNS tersebut; (2).Ketidak netralan PNS disebabkan oleh dua sumber, yakni faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal terdiri dari 3 faktor, yaitu : (1) Faktor hubungan primordial dengan paslon tertentu;(2) Faktor Kesejahteraan PNS”; dan (3) Faktor motivasi mendapatkan jabatan atau promosijabatan, sementara faktor ekternal sebagai penyebab ketidak netralan PNS terdiri dari : faktorintervensi elit politik/birokasi dan faktor intervensi elit partai politik, namun yang paling dominanialah faktor elit birokrasi. Didisarankan bahwa untuk menjaga netralitas PNS dalam PemilihanKepala Daerah, maka pembina PNS seharusnya berada pada Jabatan Karier (Sekda) sehinggaketidak netralan PNS tidak diartikan sebagai sikap loyalitas terhadap atasan (elit politik); danUntuk menjamin penerapan sikap netralitas PNS, maka calon kepala daerah tidak berstatusincumbent sehingga perlu dipikirkan masa jabatan Kepala Daerah cukup satu periode. Untukmewujudkan kedua saran tersebut di atas, maka direkomendasikan agar peraturan perundangundanganterkait dilakukan penyesuai.Kata Kunci: Pemilihan Kepala Daerah, Pegawai Negri Sipil, Netralitas
MOBILISASI APARATUR SIPIL NEGARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PADA PEMILIHAN WALIKOTA KOTA KOTAMOBAGU TAHUN 2018 SOMBOADILE, DAENDELS; LIANDO, DAUD; LENGKONG, JHONY
JURNAL ADMINISTRASI PUBLIK Vol 6, No 87 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini  untuk mendapatkan jawaban tentang mengapa Mobilisasi Aparat Sipil Negara pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Kotamobagu Tahun 2018 tidak dapat dihindari.Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kualitatif. Data Primer, yaitu data  yang diperoleh langsung di lapangan, sebagai hasil wawancara. Data Sekunder, berupa dokumen-dokumen atau catatan tertulis yang terkait dengan tema penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala-kepala Dinas di pemerintahan kota Kotamobagu, Aparatur Sipil Negara yang bekerja pada Pemerintahan Kota Kotamobagu, Aparatur Sipil Negara yang bekerja di pemerintahan Bolaang Mongondow dan yang terdaftar sebagai penduduk kota Kotamobagu, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Kotamobagu. Fokus penelitian merupakan indicator dari Teori Mobilisasi Politik yang dikemukakan oleh Nedelmann (1987) yang mengemukakan bahwa vertical mobilization dicirikan dengan 3 hal yaitu downward mobilization model, grass-rootatau populist mobilization model, dan ideal democratic model.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Downward mobilization model atau grass-root mobilization model pada kasus pemilihan walikota dan wakil walikota kota Kotamobagu tahun 2018 bercirikan 3 hal yaitu ; terstruktur, sistematis dan massif. Terstruktur karena menggunakan sistem kerja yang berjenjang dan terkontrol. Sistematis karena adanya cara kerja sistemik dalam menggerakan mesin birokrasi (Pegawai Negeri Sipil) serta mengunakan pola MLM (Multi Level Marketing) seperti didalam dunia bisnis, massif karena menggunakan seluruh kekuatan jumlah Pegawai Negeri Sipil.Mobilisasi Pegawai Negeri Sipil dapat terjadi oleh karena belum adanya regulasi kepemiluan yang mengatur dan dapat menghalangi Pejabat Politik di Daerah untuk dapat memanfaatkan kekuasaan dan kewenangannya bagi kepentingan Pilkada.Aspek lain yang juga membuka jalan tejadinya Mobilisasi Pegawai Negeri Sipil dapat terjadi pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Kotamobagu adalah soal pragmatisme, soal karir, dan kebutuhan sosial ekonomi yang menjadi inti persoalan yang dihadapi oleh para Pegawai Negeri Sipil di wilayah ini.Saran dalam penelitian ini adalah Teori Downward mobilization model dan grass-root mobilization model masih dapat diurai lebih detail dengan menambahkan unsur terstruktur, massif dan sistematis sebagai bagian bentuk konkrit (operasional) dari teori tersebut. Harus segera dikeluarkan regulasi yang dapat melindungi birokrasi dan Pegawai Negeri Sipil di dalamnya, dari kepentingan politik Pejabat Politik di Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) bagi kepentingan mereka terutama terkait dengan penyelenggaraan Pemilukada. KATA KUNCI : Mobilisasi, Aparatur Sipil Negara, Pemilihan Walikota