Customary law represents an unwritten set of rules binding social life, enforced through specific sanctions when violated. In Aceh, its existence is formally legitimized by Aceh Qanun No. 9 of 2008 on the Development of Customary Life and Traditions. One of the most highlighted cases is the crime of khalwat, regulated in Aceh Qanun No. 6 of 2014. Khalwat refers to the act of a legally responsible individual who secludes with a non-mahram of the opposite sex without marital ties, based on mutual consent. In Islamic law, this is considered both a moral and social offense. The objective of this study is to comprehensively examine the implementation of customary punishment in Cot Mancang Village, focusing on the types of uq?bah imposed and their alignment with the concepts, theories, and objectives of Islamic penal law. This research employs a normative method supported by field data and literature review. The findings reveal that customary sanctions, namely a goat fine or monetary compensation, are categorized as uq?bah ashliyah and badaliyah. The purposes of these sanctions are not only repressive but also preventive and educative, including deterrence, social harmony, rehabilitation, and community protection. The contribution of this research lies in affirming that Cot Mancang’s customary practices demonstrate normative-theoretical compatibility with Islamic penal principles, making them a relevant model for integrating customary and Islamic law in resolving moral offenses. [Hukum adat merupakan perangkat aturan tidak tertulis yang mengikat kehidupan masyarakat dan diberlakukan melalui sanksi tertentu apabila dilanggar. Dalam konteks Aceh, keberadaan hukum adat mendapat legitimasi formal melalui Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. Salah satu kasus yang banyak mendapat perhatian adalah tindak pidana khalwat, sebagaimana diatur dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014. Khalwat dipahami sebagai perbuatan seorang mukallaf yang berduaan dengan lawan jenis bukan mahram tanpa ikatan perkawinan atas dasar kerelaan, yang dalam hukum Islam digolongkan sebagai pelanggaran moral sekaligus sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah secara komprehensif penerapan pemidanaan adat di Gampong Cot Mancang terhadap pelaku khalwat, dengan fokus pada jenis uq?bah yang diberikan serta kesesuaiannya dengan konsep, teori, dan tujuan pemidanaan dalam hukum Islam. Penelitian menggunakan metode normatif dengan data lapangan dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan adat berupa denda seekor kambing atau uang pengganti dikategorikan sebagai uq?bah ashliyah dan badaliyah. Tujuan pemidanaan adat tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif dan edukatif, yakni memberikan efek jera, menjaga stabilitas sosial, memperbaiki pelaku, serta melindungi kehormatan masyarakat. Kontribusi penelitian ini terletak pada penguatan argumentasi bahwa praktik hukum adat di Cot Mancang memiliki keselarasan normatif-teoretis dengan prinsip pemidanaan Islam, sehingga relevan dijadikan model integrasi antara hukum adat dan hukum Islam dalam konteks penyelesaian perkara moral di masyarakat.]