Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS SENGKETA PENETAPAN CALON KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015  PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 SETIAWAN, PANDU
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 2 No 2 (2015)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v2i2.13623

Abstract

Sengketa administrasi merupakan salah satu masalah yang senantiasa muncul dalam penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia, terlebih lagi pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mekanisme penyelesaian terhadap permasalahan ini, terkadang terjadi tumpang tindih di antara lembaga peradilan, khususnya antara Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga masalah ini penting untuk dibahas karena beberapa alasan. Dalam Pasal 157 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 juncto Undang-undang 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa "perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahakamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus". Kembali menyerahkan sengketa pilkada kepada Mahkamah Konstitusi, jelas berlawanan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013, tanggal 16 Januari 2014. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak lagi mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pilkada. Untuk mengetahui Mekanisme lembaga peradilan, khususnya antara Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menangani sengketa pilkada memerlukan payung hukum sebagai landasan hukum yang kuat, berdasarkan hal tersebut lahirnya Pasal 157 ayat (3) Undang-undang 1 Tahun 2015 juncto Undang-undang 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa "perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus dalam Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)". Penelitian ini menggunakan jenis penilitian normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menentukan layak atau tidaknya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ialah dapat diserahkan sepenuhnya kepada Komisi pemilihan umum (KPU). Upaya sistematis dan konseptual untuk menentukan aturan tenggang waktu yang sama antara proses gugatan dan tahapan pemilihan kepala daerah dapat diserahkan kepada Panitia pengawas pemilu (PANWASLU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BANWASLU) agar kelak di kemudian hari tidak terjadi lagi tumpang tindih di antara lembaga peradilan, khususnya dalam sengketa pemilihan kepala daerah sengketa, baik sengketa calon, sengketa hasil, maupun sengketa tata usaha negara. Kata Kunci : Sengketa, Demokratis, Pilkada Abstract Administrative dispute is one of the problems that always arise in the administration of elections in Indonesian. especially elections of regional head and deputy head of the region . Resolution mechanisms on the issue, sometimes there is an overlap between the judiciary, in particular between the Constitutional Court and the Administrative Court. So it is important to discuss this issue for several reasons. In Article 157 paragraph (3) of Law Number 1 Year 2015 in conjunction with Law Number 8 Year 2015 states that " the determination of the dispute case of votes on election examined and tried by the Constitutional Court until the establishment of the special judicial body". Re- submit the dispute election to the Constitutional Court, clearly contrary to Constitutional Court Decision Number 97 /PUU–XI /2013, dated 16 January 2014. In its decision, the Constitutional Court declared no longer have the authority to resolve the dispute the results. To determine the mechanism of the judiciary, in particular between the Constitutional Court and the Administrative Court in handling election disputes require legal protection as a strong legal foundation, based on the birth of Article 157 paragraph (3) of Law Number 1 Year 2015 in conjunction with Law Number 8 Year 2015 states that " case of dispute the determination of votes on election examined and tried by the Constitutional Court until the establishment of a special judicial body in the Law courts administrative (administrative Court)". This research uses normative, the approach used is the approach of legislation . Results of this study we can conclude that the stipulation of candidates for regional head and deputy head of the region that determines whether or not candidates for regional head and deputy head of the region is to be left entirely to the electoral commission (GEC). Systematic effort and conceptual to determine the rules of the time limit equally between the lawsuit and the stages of local elections can be submitted to the Committee Panwas (Election Oversight) and the watchdog elections (Election Monitory Board) In order later in life do not happen again overlap between the judiciary, particularly in disputed local elections disputes, disputes both candidates, disputed the results, as well as state administrative disputes. Keywords : Dispute , Democratically , Election
Kualitas Spermatozoa Kambing Saanen Hasil Separasi Seks Menggunakan Bovine Serum Albumin Dengan Perbandingan Konsentrasi Berbeda Setiawan, Pandu
JAS Vol. 10 No. 1 (2025): Journal of Animal Science (JAS) - Januari 2025
Publisher : Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Sains dan Kesehatan, Universitas Timor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teknologi separasi seks spermatozoa adalah teknologi yang dapat membuat pemisahan spermatozoa yang mengandung kromosom X dan Y, sehingga memungkinkan pembiakan ternak secara selektif berdasarkan jenis kelamin yang diinginkan agar dapat memberikan keuntungan lebih bagi peternak. Penggunaan medium bovine serum albumin (BSA) dalam riset ini bertujuan untuk mengetahui kualitas spermatozoa yang dihasilkan dari separasi seks dengan melihat kualitas spermatozoa berdasarkan motilitas individu dan viabilitas spermatozoa. Perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan gradien atau konsentrasi BSA dengan P1 5:10% dan P2 15:20%. Materi penelitian yang dipakai adalah semen segar yang didapat dari seekor Kambing Saanen jantan berumur dua tahun yang diberi pakan hijauan dan konsentrat. Penelitian separasi seks spermatozoa dilaksanakan secara eksperimental di laboratorium menggunakan metode kolom albumin dengan perlakuan konsentrasi BSA yang berbeda. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji t test berpasangan dengan ulangan sebanyak delapan kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motilitas individu spermatozoa pada P1 konsentrasi 5% = 64,30 ± 5,43% dan 10% =  64,61 ± 9,69% sedangkan pada P2 konsentrasi 15% = 57,22 ± 5,29%  dan 20% = 54,58 ± 2,55% dan viabilitas spermatozoa rata-rata pada konsentrasi P1 konsentrasi 5% = 71,66 ± 11,80% dan 10% = 84,03 ± 6,61% sedangkan pada P2 konsentrasi 15% = 79,47 ± 4,51% dan 20% = 78,20 ± 5,17%. Disimpulkan bahwa spermatozoa dengan konsentrasi BSA 5:10% memiliki kualitas berdasarkan viabilitas dan motilitas individu yang lebih baik daripada spermatozoa dengan konsentrasi BSA 15:20%.
Apakah Emoji Dapat ‘Berdusta’?: Uji Komitmen Makna Emoji di Chat Layanan Publik Setiawan, Pandu; Hertanto, Lukmin; Abeng, Tantri
Journal of Modern Social and Humanities Vol. 1 No. 5: Journal of Modern Social and Humanities, September 2025
Publisher : Gema Cendekia Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71094/jmsh.v1i5.237

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menguji komitmen makna emoji dalam konteks komunikasi di layanan publik melalui chat. Emoji sering digunakan dalam percakapan digital untuk menyampaikan ekspresi emosional dan memperkaya komunikasi teks. Namun, terdapat kekhawatiran bahwa emoji dapat membawa kesalahpahaman atau bahkan "berdusta" dengan memberikan makna yang berbeda dari niat sebenarnya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan eksperimen untuk menguji persepsi pengguna terhadap makna emoji yang digunakan dalam chat layanan publik. Sampel penelitian terdiri dari 200 responden yang diminta untuk merespons pesan yang mengandung emoji dalam konteks pelayanan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun emoji dapat memperkuat pesan, terdapat ketidakjelasan dalam interpretasi makna emoji yang dapat mengarah pada distorsi informasi. Beberapa emoji ditemukan memberikan komitmen makna yang ambigu, yang berpotensi merusak komunikasi yang jelas dan efektif dalam layanan publik. Penelitian ini memberikan wawasan tentang pentingnya memahami batasan dan penggunaan emoji yang tepat untuk menjaga integritas komunikasi dalam konteks pelayanan publik.