Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

NILAI TRI HITA KARANA DALAM PASAR JAJAN TRADISIONAL NALIKO SEMONO PADA KOMUNITAS TIN-THIR DI KECAMATAN JENAWI KABUPATEN KARANGANYAR Wisnu Wardani, Dewi Ayu
Widya Aksara Vol 21 No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.75 KB)

Abstract

Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono adalah salah satu even tahunan yang dilakukan oleh Komunitas Tin-thir. Diadakan setiap bulan antara  bulan oktober dan september. Even tersebut sebagai peringatan awal pembentukan Komunitas Tin-Thir. Dapat dikatakan sebagai perayaan ulang tahun komunitas. Memakai nama Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono karena dagangan yang dijual adalah makanan atau jajanan jaman dahulu, maka dari itu disebut tradisional. Tradisi menurut KBBI adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisional :  menurut tradisi (adat) ; upacara-upacara ; upacara menurut adat ( Tim Penyusun, 2008 : 1483). Sedangkan istilah ?Naliko Semono? mempunyai arti sebuah harapan akan mengingatkan kita pada waktu jaman dahulu sekitar 30 tahun yang lalu keberadaan budaya, sosial dan alam kita yang masih lestari. Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono yang dilakukan oleh Komunitas Tin-Thir ini inspirasi dari kegiatan Pasar Jajan Tradisional tahun 2008 di Karangpandan, hanya saja yang dilakukan oleh Komunitas Tin-Thir lebih dikreasi. Sedangkan Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono yang dilaksanakan pada tahun 2016 ini adalah Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono yang kedelapan kalinya. Didalam pelaksanaan kegiatan Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono mempunyai beberapa rangkaian, antara lain : persiapan, pelaksanaan dan penutupan.  Persiapan yang dilakukan yaitu : musyawarah bersama untuk merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan pada Pasar Jajan Tradisional Naliko Semono.
BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA UPACARA BUBAK KAWAH DALAM RANGKAIAN PERKAWINAN DI DUSUN KEDUNGBIRU, DESA BALONG,KECAMATAN JENAWI, KABUPATEN KARANGANYAR Wisnu Wardani, Dewi Ayu
Widya Aksara Vol 22 No 1 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.717 KB)

Abstract

Upacara Bubak Kawah erat hubungannya dengan siklus kehidupan seseorang. Upacara Bubak Kawah kaya dengan arti simbolis yang memiliki makna mendalam. Dewasa ini disadari atau tidak telah terjadi banyak perubahan terhadap orang Jawa itu sendiri. Orang-orang Jawa modern, terutama generasi mudanya, tidak lagi memahami makna dan perlambang yang tersirat dalam berbagai upacara tradisional yang masih dilaksanakan sebagian masyarakat pendukungnya, termasuk pelaksanaan upacara Bubak Kawah. Pada dasarnya pelaksanaan Upacara Bubak Kawah yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat umum merupakan ajaran Agama Hindu. Upacara Bubak Kawah sesungguhnya merupakan realisasi dari pada pelaksanaan ajaran yadnya dalam Agama Hindu. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah bentuk upacara Bubak Kawah yang dilaksanakan masyarakat Dusun Kedungbiru, Desa Balong, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar ?, Apakah fungsi dan makna upacara Bubak Kawah yang dilaksanakan masyarakat Dusun Kedungbiru, Desa Balong, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Apakah nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Bubak Kawah di Dusun Kedungbiru, Desa Balong, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar? Sesungguhnya upacara Bubak Kawah sangat penting dilakukan oleh para orang tua karena upacara Bubak Kawah mempunyai tujuan agar calon orang tua dan anaknya hidup selamat, bahagia dan si anak menjadi anak suputra. Realisasi upacara Bubak Kawah dalam masyarakat Kecamatan Jenawi tersebut menggunakan lambang dan simbol dalam mengungkapkan suatu keyakinan sebagai ungkapan kepercayaan kepada Tuhan, seperti halnya Umat Hindu menggunakan simbol-simbol sebagai wujud pemujaan kepada Tuhan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk yang nyata, seperti : penggunaan sesaji, wilujengan, simbol kain, dan prosesi upacaranya yang penuh dengan makna. Nilai-nilai luhur dalam Bubak Kawah berkaitan erat dengan ajaran Agama Hindu, yaitu : Tatwa, Susila dan Acara. Penerapan nilai-nilai luhur dalam upacara Bubak Kawah merupakan penerapan ajaran Agama Hindu yang digali dari ajaran Kitab Suci Weda.
OPTIMALISASI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI UNTOROYONO DI DUKUH NAYAN, DESA KALANGAN, KECAMATAN PEDAN, KABUPATEN KLATEN Wisnu Wardani, Dewi Ayu
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.244 KB)

Abstract

Pemilihan lokasi ini dengan alasan keberadaan pengembangan Candi Untoroyono menjadi objek wisata didukung oleh beberapa potensi melestarikan budaya Jawa dengan pengenalan Aksara Djawa, Budaya memakai jarik, menanamkan nilai-nilai budi pekerti orang Jawa andap asor, tepo sliro, berbakti kepada orang tua, Inspirasi anak bangsa menumbuhkan kembali rasa cinta tanah air, agar anak bangsa lebih peduli dengan Indonesia. Terkait dengan daya  tarik pemanfaatan Candi sebagai objek wisata, pengelolaan Candi Untoroyono perlu dioptimalkan dengan pembenahan, serta menyediakan fasilitas, ciptakan kenyamanan dan tingkatkan keamanan dengan demikian pendapatan dari distribusi pengelolaan akan lebih tinggi dan langsung bisa dinikmati untuk pelestarian Candi. Dalam tulisan ini akan ditelusuri serta dikaji rumusan masalah yakni : bentuk optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono, (2) Faktor-faktor yang mendorong optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono, (3) makna optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono. Hasil yang didapat dari tulisan ini adalah sebagai berikut : Bentuk optimalisasi pengembangan obyek wisata candi Untoroyono Awal Dioptimalisasi, kreativitas memperindah candi, pengoptimalan tahun 2015 sampai sekarang, Langkah kunjungan wisata di Candi Untoroyono, Pengunjung membaca tata tertib Candi Untoroyono, Tata cara masuk candi bagi para  wisatawan : Membersihkan diri,Mengisi Buku Tamu, Mengisi Kotak Amal, Memakai Jarik, Pengenalan Motif Batik dan maknanya, Pemakaian hena menggunakan aksara Jawa, Menerima penjelasan tentang Candi Untoroyono, Melakukan kelas syailendra/meditasi dibantu oleh Bapak Suhardi, Para pengunjung menuliskan Inspirasi untuk bangsa Indonesia di kertas, Para pengunjung wajib menyanyikan lagu Indonesia Raya, Syukur untuk menumbuhkan cinta tanah air, Napak tilas Aji Saka, Minum Air Kendi Candi Untoroyono, beberapa orang mempercayai air candi Untoroyono dapat menyembuhkan penyakit, membuat aura lebih berkharisma, Minuman Khas Candi Untoroyono yaitu wedang cantor terbuat dari asam Jawa dan bermanfaat untuk menetralisir racun, memperlancar peredaran darah, antibiotik alami tubuh, menjaga kesehatan dan kebugaran, mengeringkan dan menghilangkan jerawat, menurunkan berat badan, awet muda dan terkenal ampuh mengusir roh-roh jahat, Penyewaan Ragam hias untuk selfi, Sesi Foto Bersama. Terjadinya optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong, baik intern maupun faktor ekstern. Faktor intern yaitu faktor pola pikir masyarakat pendukung, adanya kreativitas masyarakat berekspresi, dan motivasi peningkatan kesejahteraan. Adapun faktor-faktor eksternal yaitu perkembangan pariwisata, kapitalisme dan industri budaya, peran media massa dan hegemoni pemerintah. Makna Optimalisasi Pengembangan Obyek Wisata Candi Untoroyono: Makna Religius, Makna Pelestarian Budaya, Makna Identitas Sejarah, Makna Kesejahteraan Masyarakat Desa Kalangan, Makna Pendidikan.
JOYFULL LEARNING: MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PASRAMAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF Wisnu Wardani, Dewi Ayu
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 29 No 2 (2024): Widya Aksara
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v29i2.278

Abstract

Learning motivation is important for students to improve the quality of education. Technology can be used to make the learning environment more interesting and interactive. The purpose of this study is to determine how effective technology-based learning is in increasing students' desire to learn at school. To achieve this goal, this study uses a literature study method that collects data from a number of articles that have been published on the subject.By using media, applications, and e-learning, students can be more motivated to learn. Therefore, schools must pay attention to the use of technology in learning to increase students' motivation to learn. The solution offered in this study is an interactive learning media with the Joyful Learning method. The Joyful Learning method is a very good method used to involve students in learning the material that has been delivered considering that students are less active in the learning process. The results of the media expert validation in the visual communication category and ease of use are in the very valid category, with a percentage of the feasibility of 92%, while for the ease of use aspect 86%. Based on the calculation of validity by the material validator, the percentage of assessment for material suitability is 82%, material presentation is 80%, and material coverage is 92%. So the media summary for all aspects of evaluation by the material validator is very valid. Then the validation of the user value was obtained in the form of 86% of the content of the learning material, 82% of learning, and 84% of the display of learning media, with a valid category. The results of the analysis show that the use of technology-based learning methods can make students more motivated to learn.
Transitioning to Post-Pandemic Learning Modes: A Study On Teachers' Perspectives Regarding Technology Utilization Eka Darma Patni, Ni Luh Putu; Wisnu Wardani, Dewi Ayu
International Journal of Multidisciplinary Sciences Vol. 2 No. 3 (2024)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37329/ijms.v2i3.2284

Abstract

The Covid-19 pandemic has brought a major shift toward educational system in Indonesia. The face to face interaction in classroom was forced to change in online classroom. Despite some major challenges in adapting to the new situation during the pandemic, recent studies have shown that teachers are getting used to it. After approximately two years of adaption to online learning, as the government of Indonesia officially declares that social distancing and restrictions to people’s activity is null and void. This means that teachers need to shift once again to offline instructional process. Even though the instructional process is shifting back, there is still unanswered questions regarding the readiness of the teacher to teach offline since many scholars state that it is impossible to leave the technology behind. This study employs a quantitative survey design to examine the readiness of teachers during the transition of learning process after pandemic from their perspective. There are 15 teachers involved in this study who have passed the criteria to be subjects of the study. The findings and discussion of this study is hoped to give contribution to the knowledge of continuous professional development, technological acceptance model, and technological and pedagogical content knowledge.
The Meaning of Saraswati Holy Day Celebration in Bali Wijnyanawati, Putu Sri; Wisnu Wardani, Dewi Ayu
International Journal of Multidisciplinary Sciences Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37329/ijms.v2i2.2300

Abstract

In Balinese Hindu society, the holy day is generally called Rerahinan. On this day, Ida Sang Hyang Widhi Wasa is believed to have descended to give his power or holy lights. This Rerahinan is commemorated based on spiritual, and moral values and the people's level of consciousness to uphold the noble values contained therein. One of the holy days that is always commemorated or celebrated in Bali is the Holy Day of Saraswati. It is celebrated as the day of the descent of science into the world. The type of research used in this research is qualitative research, data collection using observation, documentation and interviews, which are the main data sources. The data is analysed by observing, understanding, and interpreting each factor data collected and the relationship between facts. Then the research data obtained by the researcher during field research through observations and interviews with informants are described. The information obtained by the researcher is selected and coded to provide a more straightforward concept so that it is relatively easier to understand. Saraswati Holy Day celebrates Sang Hyang Widhi Wasa for his power to create knowledge and chastity. This celebration is celebrated every six months on Saturday, Umanis Wuku Watugunung. The image of the figure of Goddess Saraswati as a beautiful woman cannot be separated from Vedic theology, which describes God and his manifestation as personal virtue.
PELUANG DAN TANTANGAN PEMANFAATAN CANDI PRAMBANAN SEBAGAI TEMPAT WISATA DAN PUSAT PERIBADATAN UMAT HINDU NUSANTARA Wisnu Wardani, Dewi Ayu; Setyaningsih; Budiadnya, Putu; Sari, I Wayan Putu
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 30 No 1 (2025): Maret
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v30i1.304

Abstract

Prambanan Temple is a world heritage site that has high historical, cultural and spiritual value. As a tourist destination, Prambanan Temple attracts millions of visitors every year, both from within and outside the country. On the other hand, this temple also has a sacred function as a worship center for the Hindus of the archipelago. This dual utilization presents various opportunities and challenges. Opportunities that arise include increasing public awareness of Hindu cultural heritage, strengthening religious identity, and contributing to the economy through the tourism sector. However, challenges include the potential for excessive commercialization, degradation of sacred values due to high tourist activity, and debates over management policies between religious and tourism interests. Therefore, a holistic approach and balanced policies are needed to ensure the sustainability of Prambanan Temple as a cultural heritage site as well as a spiritual center for Hindus.