Muazaroh, Siti
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEBUTUHAN MANUSIA DALAM PEMIKIRAN ABRAHAM MASLOW (TINJAUAN MAQASID SYARIAH) Muazaroh, Siti; Subaidi, Subaidi
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Vol. 7 No. 1 (2019): Al-Mazaahib
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.436 KB) | DOI: 10.14421/al-mazaahib.v7i1.1877

Abstract

Berbicara tentang manusia, tentu tidak cukup melihat dari sisi lahiriyah saja. Jauh lebih dari itu adalah sisi bathiniyahnya. Kedua wilayah ini sangat perlu diperhatikan guna mencapai kebahagian hakiki manusia yaitu dunia dan akhirat. Hal yang mendasar berkaitan dengan manusia adalah tentang kebutuhannya. Tulisan ini membahas bagaimana kebutuhan manusia menurut Maslow jika dilihat dari perspektif maqasid. Lebih lanjut akan dikomparasikan dengan pemikiran Al-ghozali yang sudah lebih dahulu ada. Hasilnya adalah Pertama, perbedaan paling mendasar antara kedua tokoh tersebut adalah tentang mana yang lebih dahulu dipenuhi (Maslow) atau mana yang harus dilindungi (Al-ghozali). Kedua, sesuai dengan basic penelitian Maslow yang berdasar pada rasio, empiric dan naluriah (ilmiah), bertepatan dengan kondisi pasca Perang Dunia II, Ia menekankan teorinya pada kebutuhan fisik manusia yang harus diutamakan dibanding kebutuhan lainnya. Sedangkan Al-ghozali dengan pendekatan tasawufnya, yang bersumber dari nash-rasio dengan latar belakang adanya krisis spiritual pada saat itu, menekankan perlindungan agama sebagai satu hal yang paling utama. Sebab, menurutnya, puncak dari maqasid syariah yang berupa maslahah adalah menjaga tujuan-tujuan syara’. Dalam hal ini adalah agama. Ketiga, Maslow menekankan puncak kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri yang lebih bersifat individual dan materialistik. Sedangkan Al-ghozali adalah maslaha am (Kesejahteraan umum). Terlepas dari beberapa perbedaan tersebut,  Keduanya memiliki satu persamaan bahwa setiap manusia hakikatnya memiliki potensi dan nilai yang luhur untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik.
Cultural Capital dan Kharisma Kiai dalam Wacana Partai Politik Muazaroh, Siti; Subaidi, Subaidi
SANGKéP: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan Vol. 2 No. 2 (2019): Radikalisme, Kritik Teori Sosiologi dan Wacana Politik di Indonesia
Publisher : UIN Mataram dan Asosiasi Sosiologi Agama Indonesia (ASAGI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/sangkep.v2i2.946

Abstract

Kiyai has quite significant influence among the community despite aligning double roles as caregivers of boarding schools as well as politicians. This article examines the Maimun Zubair nanny Pondok pesantren A-Anwar Sarang and also chairman of the Sharia Assembly Party Development Association (PPP) using the analysis of the mutualist symbiotic theory of Al-Ghozali by mirroring the cultural capital theory of Bourdieu. The results of this research can be suggested that the first figure Maimun Zubair Kiyai can position his role on the structure and as an agent. Second, Maimun has a charisma in the community despite the politics of the world. With the charism still preserved and the determination of the relation in religious affairs and state should beplaced in its position and in good cooperation and balanced, so as to minimize the conflict in political parties.