AbstractThis study aims to examine the challenges of character education in the digital era, focusing on the synergy between families and schools in addressing the influence of technology. The research employed a qualitative method through literature review, observation, and interviews with teachers, parents, and students at SDN Total Persada, Tangerang City. The findings reveal four main challenges: disruption of family communication due to excessive gadget use, value conflicts between moral teachings and digital content, declining effectiveness of conventional methods in the face of digital-generation learning styles, and unequal access to technology. Gadget use, predominantly for gaming and social media, hinders the internalization of values such as patience, honesty, and empathy. Parental supervision strategies including structured schedules, online controls, and intensive communication have proven helpful but require consistency and mediation skills. Schools play a crucial role through a whole-school approach integrating collaborative learning and behavioral assessment, although differing views on total bans versus wise gadget use at school remain a dilemma. This study recommends strengthening parents’ digital literacy, integrating character education methods with 21st-century skills, and implementing collaborative policies that minimize technological risks while maximizing its potential to shape a generation that is virtuous, resilient, and digitally literate. AbstrakPenelitian ini bertujuan mengkaji tantangan pendidikan karakter di era digital dengan menyoroti sinergi keluarga dan sekolah dalam menghadapi pengaruh teknologi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, melalui studi kepustakaan, observasi, dan wawancara dengan guru, orang tua, dan siswa di SDN Total Persada Kota Tangerang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter menghadapi empat tantangan utama: disrupsi komunikasi keluarga akibat penggunaan gawai berlebihan, konflik nilai antara ajaran moral dan konten digital, penurunan efektivitas metode konvensional di hadapan gaya belajar generasi digital, serta ketimpangan akses teknologi. Penggunaan gawai yang dominan untuk game dan media sosial menghambat internalisasi nilai kesabaran, kejujuran, dan empati. Strategi pengawasan orang tua, meliputi jadwal terstruktur, kontrol daring, dan komunikasi intensif terbukti membantu namun memerlukan konsistensi dan keterampilan mediasi. Sekolah memainkan peran penting melalui pendekatan whole-school yang mengintegrasikan pembelajaran kolaboratif dan evaluasi perilaku, meskipun perbedaan pandangan mengenai larangan total atau penggunaan bijak gawai di sekolah tetap menjadi dilema. Penelitian ini merekomendasikan penguatan literasi digital orang tua, integrasi metode pembelajaran karakter dengan keterampilan abad ke-21, serta kebijakan kolaboratif yang meminimalkan risiko teknologi dan memaksimalkan potensinya untuk membentuk generasi berkarakter, tangguh, dan cerdas digital.