p-Index From 2020 - 2025
1.084
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Paradigma
SALSA NOVINAYAH, FADILAH
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.