Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERBUATAN MELAWAN HUKUM AKIBAT PENGUASAAN TANAH TANPA HAK (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 1319 K/Pdt/2011) Moertiono, R. Juli
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 2 No. 1 (2020): Edisi bulan Januari 2020
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.10101/metadata.v2i1.22

Abstract

Sengketa tanah adalah tentang sengketa penguasaan dan kepemilikan tanah sedangkan yang lainnya adalah sengketa hak dan sengketa batas/letak tanah. Hal ini jelas menunjukkan, sebagian besar masyarakat telah mengetahui hak mereka terhadap tanah yang mereka miliki dan kuasai. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi unsur dari perbuatan melawan hukum, bagaimana hubungan antara perbuatan melawan hukum dengan penguasaan tanah tanpa hak. bagaimana pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum terhadap penguasaan dan pengelolaan tanah tanpa hak. Metode yang dipergunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka untuk mentelaah data-data sekunder. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka ditarik kesimpulan bahwa unsur dari perbuatan melawan hukum adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku dan perbuatan tersebut bertentangan dengan hak orang lain yaitu wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang untuk digunakan bagi kepentingannya. Hubungan antara perbuatan melawan hukum dengan penguasaan tanah tanpa hak terjadi apabila dilakukn pengambilan dan penguasaan tanah-tanah yang sudah dimiliki/dikuasai oleh masyarakat. Hak seseorang atas tanah semestinya harus dihormati, dalam pengertian tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk memiliki/menguasai tanah tersebut. Hak seseorang atas tanah harus didukung oleh bukti hak dapat berupa sertifikat, bukti hak tertulis non sertifikat atau pengakuan/ keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya. Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum dan berdasarkan hukum tidak dapat disebut bahwa yang bersangkutan mempunyai hak atas tanah. Pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum terhadap penguasaan dan pengelolaan tanah tanpa hak dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata dan tuntutan ganti rugi.
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN MULTI LEVEL MARKETING BARANG-BARANG MAKANAN, MINIMUNAN KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DITINJAU DARI UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Moertiono, R. Juli
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 2 No. 2 (2020): Edisi bulan Mei 2020
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.10101/metadata.v2i2.24

Abstract

Banyak bisnis yang baru berkembang di Indonesia mengharuskan pelaku usaha dalam bisnis tersebut untuk tunduk terhadap undang-undang Perlindungan Konsumen. Hal ini berkaitan pula dengan bisnis Multi Level Marketing (MLM) yang perkembangannya di Indonesia yaitu suatu bisnis penjualan berjenjang/bertingkat, yang pastinya terdapat konsumen sebagai pendukung tumbuh dan berkembangnya bisnis tersebut. Karena suatu usaha tanpa adanya konsumen maka keberadaan usaha tersebut tidak akan berlangsung. Dalam pembahasan penelitian ini penulis mengangkat permasalahan tentang bagaimana bentuk perlindungan terhadap pelanggaran hak-hak konsumen dalam bisnis Multi Level Marketing (MLM), bagaimana pertanggung jawaban pelaku usaha bisnis Multi Level Marketing (MLM) terhadap konsumennya. Adapun metode pengumpulan data menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan  dengan melihat peraturan perundang-undangan. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka ditarik kesimpulan bahwa perlindungan terhadap pelanggaran hak-hak konsumen dalam bisnis Multi Level Marketing (MLM), maka Distributor  sebagai pelaku usaha atas konsumen multi level marketing bertanggung jawab memberikan ganti terhadap barang-barang yang tidak sesuai atau rusak yang disebabkan kesalahan pihak perusahaan kepada konsumen, serta bertanggung jawab terhadap produksi yang dihasilkannya dan bertanggung jawab atas propesinya sebagai pelaku usaha, hal ini di dukung oleh pasal-pasal tentang kewajiban pelaku usaha yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pertanggung jawaban pelaku usaha bisnis Multi Level Marketing (MLM) terhadap konsumennya apabila  salah satu pihak wanprestasi baik pihak  Distributor  atau anggotanya (konsumen) melakukan perbuatan ingkar janji atau tidak memenuhi prestasi sebagaimana diperjanjikan, maka dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi akibat dari perbuatan wanprestasi tersebut.  
AUCTION PROBLEMS FOR DEPENDENT RIGHTS BETWEEN THE BANK AS CREDITOR AND DEBTOR Moertiono, R. Juli
Proceeding International Seminar of Islamic Studies INSIS 6 (February 2024)
Publisher : Proceeding International Seminar of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The problem with the norms of Article 8 of Law Number 10 of 1998 mentioned above is that if the debtor defaults, the bank basically can and take the guarantee provided by the creditor as repayment of the debt. But whether the implementation can run that easily, because the debtor himself also has rights that are respected as well, and how the execution process is so that each party, both debtors and creditors in this case the bank is not harmed by its interests, especially regarding guarantees in the form of land encumbered with Dependent Rights. The research method used is qualitative. The results showed that if the debtor defaults, the creditor (bank) basically can and take the guarantee provided by the debtor as repayment of the debt. Right of Liability is a security right for debt repayment, the object of the right of liability is the right to land in accordance with the Basic Agrarian Law, the right of liability can be imposed on the right to land, but it can also be charged along with other objects that are an integral part of the land, with the debtor's default then the creditor reasons to request that the right of liability be auctioned as a step of execution.
Menelaah Problematika Hukum Terhadap Sistem Bagi Hasil Dalam Perbankan di Indonesia Moertiono, R. Juli
All Fields of Science Journal Liaison Academia and Sosiety Vol 1, No 4: Desember 2021
Publisher : Lembaga Komunikasi dan Informasi Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.717 KB) | DOI: 10.58939/afosj-las.v1i4.140

Abstract

Hasil perjanjian adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak investasi, tidak pasti dan tetap, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tetap. Perolehan besar-kecilnya kembali bergantung pada hasil usaha yang benar-benar ada. Implementasi perjanjian bagi hasil dalam system pembiayaan di bank syariah haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak bersyariah Islam. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif. Bahwa sistem pembiayaan diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berdasarkan hasil penelitian implementasi perjanjian bagi hasil dalam sistem pembiayaan diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memiliki hambatan dalam implementasi perjanjian yaitu kurangnya sosialisasi oleh pihak bank kepada masyarakat mengenai product kegiatan yang utilizing prinsip syariah, dan juga faktor eksternal yaitu kesadaran masyarakat untuk menggunakan metoda bagi hasil di perbankan.