Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

MEMAKNAI EPHEMERA MELALUI KAJIAN SEMIOTIKA Mufti Riyani
SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan Vol 1 No 2 (2014): Seuneubok Lada
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah - Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (688.95 KB)

Abstract

Kegiatan Heuristik atau pencarian jejak-jejak sejarah seringkali terpusat pada perhatiannya untuk menemukan sumber utama atau sumber primer. Kesulitan dalam mencari keberadaan sumber utama lebih banyak disebabkan cara pandang kita terhadap kajian sejarah itu sendiri. Sejarah sebagai media memahami manusia dalam kajian ruang dan waktu, tidak hanya merekam suatu peristiwa besar sebagai hasil aktivitas manusia akan tetapi memberi gambaran yang lengkap mengenai segala hal yang melingkungi kehidupan manusia. Ephemera merupakan sumber sejarah yang belum banyak dimanfaatkan. Sumber ini berupa dokumen khusus yang bersifat remahan dan campuran atau ‘gado-gado’. Ephemera sebagai sumber sejarah, berdasarkan klasifikasi I Gde Widja (1989:18) dapat digolongkan sebagai sumber yang tidak sengaja ditinggalkan atau unpremeditated dan representasional atau mewakili jejak lainnya. Oleh sebab itu Ephemera dapat dikupas sebagai sisi lain yang memuat situasi khusus suatu masyarakat. Situasi ini dapat berupa situasi psikis maupun situasi sosial budaya suatu masyarakat. Akan tetapi, agar ephemera mampu “berbicara”, maka diperlukan suatu alat atau pisau analisa khusus untuk membedahnya. Pada tataran inilah sejarah memerlukan ilmu bantu lain yang sesuai dengan subject matter-nya. Semiotika merupakan kajian tentang tanda yang berusaha untuk menemukan pemaknaan melalui sistem-sistem tertentu pada bahasa atau benda-benda kultural yang dimungkinkan mengkomunikasikan suatu makna. Berdasarkan pemahaman ini, maka ephemera sebagai suatu sumber sejarah yakni berupa hasil aktivitas manusia atau hasil budaya dapat dikaji melalui suatu metode semiotika. Kajian semiotika diharapkan mampu membantu meemukan berbagai makna yang terkandung dalam ephemera yang mereduksi situasi khusus suatu masyarakat budaya . Tulisan ini berusaha menjawab posisi dan fungsi Ephemera sebagai sumber sejarah, memahami kajian semiotika sebagai alat bantu analisis sejarah serta berusaha menerapkan cara kerja semiotika untuk memaknai ephemera sebagai sumber sejarah.
RAGAM HIAS ACEH Teuku Junaidi; Mufti Riyani
SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan Vol 4 No 1 (2017): SEUNEUBOK LADA
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah - Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1302.336 KB)

Abstract

Ragam hias sebagai identitas budaya telah melalui proses lahir, tumbuh dan berkembang dengan tidak meninggalkan corak khas atau corak aslinya. Dalam sisi yang positif, perkembangan ini dapat menjadi indikator dinamisnya suatu kebudayaan. Pada sisi yang lain, perkembangan corak identitas dalam kurun waktu yang panjang, telah melahirkan gaya corak atau langgam-langgam baru. Perkembangan ragam hias identitas sebagai proses kreativitas dan persentuhan budaya, menuntut usaha untuk tetap menjaga dan melestarikan ragam hias dalam bentuknya yang asli. Penelitian ini bermaksud untuk menelusuri kembali ragam hias identitas pada Masyarakat Aceh khususnya masyarakat nelayan dan masyarakat peladang dengan local genius-nya masing-masing. Hasil penelitian menunjukan bahwa ragam hias identitas masyarakat nelayan dan Peladang dapat diamati melalui motif dasar yang berkembang pada wilayah geografis tersebut. Di wilayah pantai dengan pengaruh budaya islam yang lebih kuat maka untuk menghindari ikonoklasme, seni hias muncul dalam bentuk kaligrafi dan arabesk. Aarabesk merupakan pengembangan rasa keindahan yang bebas dari mitos alam dan dilakukan dengan mengembangkan pola-pola abstrak yang diambil dari pengolahan motif bunga-bungaan, daun-daunan dan poligon-poligon. Pada masayarakat peladang motif dasar yang ada selain menunjukan kekayaan geografis yang bersifat setempatan juga menunjukan motif alam yang didominasi dengan bentuk dasar awan dan bintang. Pemaknaan ragam hias banyak dihubungkan dengan tata nilai dan sistem adat yang berlaku dalam masyarakat peladang. Temuan di lapangan menunjukan pemanfaatan ragam hias pada produk ekonomi kreatif tidak menunjukan kekayaan ragam hias identitas pada masing-masing wilayah. Pengembangan motif diwilayah pesisir justru banyak mengambil motif dasar milik masyarakat peladang. Sehingga disarankan agar motif dasar pada masing-masing wilayah dapat dikonservasi melalui berbagai kegiatan.
Kajian Etnohistoris Mufti Riyani; Sukirno Sukirno; Elsy Sukria Fathin
SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan Vol 5 No 2 (2018): SEUNEUBOK LADA
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah - Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.54 KB)

Abstract

The Atjeh Religious Tourism Program is basically a program embodied by the Ministry of Tourism and Creative Economy program that wants Aceh to be projected as the World Islamic Tourism Indonesia. Aceh with unique local culture and wisdom is a potential area to run the Sharia tourism trend as a new tourist destination in the world today. However, this program experienced stagnation caused by concerns about the impacts that arose with the opening of tourism access in Aceh. Concerns and impacts that may arise basically can be anticipated by providing a comprehensive tourism concept and can work effectively to encourage government programs as well as to rebuild the Acehan culture which is actually beginning to erode. This paper aims to convey ideas that can be offered as a unique concept of gampong (village) based religious tourism with historical and cultural approaches to Acehan. This concept can lift Aceh from a religious, cultural, social and economic perspective in a comprehensive manner. This concept at the same time avoids the anxiety of the emergence of activities categorized as mushrik (associating partners with God) which occurs if religious tourism takes the object of a tomb or similar place while projecting a cosmopolitan Islam in front of the international world. The Integrated Tourism Village in question is gampong structuring by considering religious, cultural, social and economic aspects. Gampong Wisata contains historical tours, tourist attractions, arts, objects, customs, eating-drinking traditions, and Acehnese souvenirs. The idea of developing Integrated Tourism Village can be realized if there is good cooperation between the local government, the private sector (investors), and the community in the province of Aceh.
PEMETAAN RAGAM HIAS ACEH DALAM KAJIAN GEOGRAFI BUDAYA DAN ETNOGRAFI T. Junaidi; Mufti Riyani
Jurnal Koridor Vol. 9 No. 2 (2018): Jurnal Koridor
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.484 KB) | DOI: 10.32734/koridor.v9i2.1369

Abstract

Ornament is a symbol of cultural identity in a society that is in tune with the essence as homo symbolicus. The process spawned a culture in the development of decoration that is specific typical by region or culture. This study intends to acquire mapping in order to facilitate the identification of decorative ornamentation Acehnese, because in creative economy industry appears uniform and does not address the real wealth Aceh. Mapping the typical decorative loacl region these cultures can be analyzed based on the study of geographical and ethnographic analysis that refers to a system of understanding of space and time which embraced the people of Aceh. This study utilizes ethnographic methods to move select projects ethnography, collecting ethnographic data, creation of ethnographic recordings, analysis and writing ethnography. The result showed that the outline of decorative Aceh can be divided into pattern Aceh East Coast, West Coast and Interior Styling Aceh. This study is expected to be the conservation of the wealth of decorative Aceh so can be used in a variety of media culture in the future.
Batik Samudra Goes to School: Konservasi Ragam Hias Aceh Berbasis Projek di Sekolah Mufti Riyani; Hanafiah, Hanafiah; Dian Kusumawati
PaKMas: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 5 No 1 (2025): Mei 2025
Publisher : Yayasan Pendidikan Penelitian Pengabdian Algero

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54259/pakmas.v5i1.3282

Abstract

The low level of students' knowledge and understanding of their social and cultural environment, as well as their historical identity, necessitates a concerted and collaborative effort. One indicator of this limited knowledge and understanding of Aceh’s historical and cultural identity is the inadequate awareness among both teachers and students regarding their region’s decorative arts. In the partner schools, this is evident through the limited creativity displayed by teachers and students in producing the Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) with a local wisdom theme. Furthermore, schools face challenges in comprehending the steps required for P5 implementation, alongside difficulties in integrating technology within the project. This Community Service initiative aims to address these issues by integrating a conservation model of Acehnese decorative arts with the application of Batik Samudra technology in the P5 theme at SDN Alue Buloh, East Aceh Regency, aligning with the specific challenges faced by partner schools. The method used is training and mentoring The steps undertaken in this community service project adhere to the stages of P5 implementation within the school setting, which include: 1) Introduction or conceptualization, 2) Contextualization, 3) Action, and 4) Reflection. The outcomes of this initiative are not only the creation of Batik Samudra derivative products but also the enhancement of teachers' understanding and skills in P5 implementation. Additionally, there has been notable improvement in students' understanding and appreciation of Acehnese decorative motifs and batik as part of world cultural heritage. This Community Service has had an impact on the ability of partner schools to implement the Strengthening Pancasila Student Profile Project ideally, especially with the theme of local wisdom. The ability to identify and explore local decorative varieties is an indicator of P5's contextualization ability, while Sigeupah Buloh batik work is a skill and ability in the action and reflection stages.