Fadli, Andi Muh. Dzul
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

POLITIK KANDIDASI CALON KEPALA DAERAH DI PARTAI POLITIK Anggoro, Teguh; Mulyatin, Tina Cahya; Fadli, Andi Muh. Dzul
JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA) Vol. 13 No. 1 (2025): JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/jppuma.v13i1.13120

Abstract

Political recruitment within the Party can be less transparent. The recruitment process sometimes does not pay attention to the quality of the candidates. This study aims to analyze political recruitment related to the quality of candidates in the 2017 Regional Elections in Tasikmalaya City. The theory used in this study is the candidate quality theory (Jacobson & Kernell, 2006). This study uses a qualitative method with a phenomenological study approach. Data was collected through in-depth interviews, document studies, and literature studies. The informants in this study are PAN elites and cadres in TasikmalayaCity, DPW/DPP PAN cadres, and political observers in Tasikmalaya City. The study results explain that PAN deputy mayor candidates have low candidate quality. The findings in this study explain that PAN recruits candidates for mayor and deputy mayor of Tasikmalaya differently. The candidate for mayor of Tasikmalaya from PAN is recruited based on the quality of suitable candidates, while the candidate for deputy mayor is recruited due to financial strength. The difference was made because the candidate's considerable financial strength affected the party leadership. This resulted in the split support of party cadres in the regional elections. Seeing such problems, a transparent and merit-based recruitment process is needed. This research further strengthens the idea that the political recruitment process dramatically affects the internal dynamics of political parties.  
KEMENANGAN PETAHANA DALAM KONTESTASI PILKADA SERENTAK 2018: DITINJAU DARI PERSPEKTIF POWERCUBE Fadli, Andi Muh. Dzul; Tobarasi, Indrawan; Rusba, Komeyni
JURNAL TAPIS Vol 14 No 2 (2018): Jurnal Tapis : Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/tps.v14i2.3169

Abstract

AbstrakPemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia telah dilaksanakan secara serentak sebanyak 3 (tiga) kali yakni pada tahun 2015, 2017, dan 2018. Secara filosofis, pilkada serentak dilaksanakan untuk mengefisiensikan anggaran, menekan pelanggaran dan kecurangan (electoral malpractices) serta meminimalisir gejala sosial-politik dari adanya pilkada yang sebelumnya dilaksanakan secara terpisah berdasarkan periode akhir masa jabatan setiap kepala daerah. Berangkat dari fenomena persentase kemenangan para petahana di berbagai kontestasi pilkada 2018, maka menarik dikaji untuk memaknai faktor-faktor yang menyebabkan kemenangan para petahana tersebut. Dalam kajian ini digunakan pendekatan kualitatif terhadap berbagai literatur terutama yang bertalian dengan pengoperasian bentuk-bentuk kekuasaan dalam perspektif teori kubus kekuasaan (the powercubetheory).Penulis mengumpulkan danmereview literatur kontemporer yang relevan dengan fenomena yang dikaji secaradialektis dengan cara melakukan reviewdan menganalisisnya secara kritis atasberbagai sumber literatur yang terpilih. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) bentuk kekuasaan sebagai faktor kemenangan petahana, yakni:Pertama, bentuk kekuasaan yang terlihat (visible power)ialahkesempatan untuk menarik simpati masyarakat melalui jualan program pembangunan yang telah dilaksanakan sebagai investasi politik. Kedua, bentuk kekuasaan yang tersembunyi(hidden power) ialah politisasi birokrasi melalui mobilisasi aparatur sipil negara, monopoli dukungan partai politik, dan kooptasi terhadap penyelenggara pemilu. Ketiga, bentuk kekuasaan yang tidak terlihat (invisible power), melalui peranan pemuka agama dan pemangku adat untuk menanamkan nilai-nilai dan ideologi merupakan modalitas politik petahana sebagai konsekuensi dari stratifikasi sosial-masyarakat.