Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Nabawi: Journal of Hadith Studies

THE EDUCATIONAL CONTENT OF PESULAP MERAH IN EXPOSING SHAMANISTIC PRACTICES IN INDONESIA: A CONTEXTUAL STUDY OF THE HADITH ON AL-KAHANAH Friyadi, Arif
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 5, No 2 (2024): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v5i2.136

Abstract

Shamanistic practices, such as love spells and black magic, remain widely believed in Indonesian society, reinforcing the stereotype of shamans as figures who can solve mystical problems. This phenomenon has deep roots, stretching back to the eras of animism and dynamism, and continues today amid a lack of scientific understanding. Recently, Pesulap Merah has taken to digital platforms to openly criticize and expose these practices, prompting many to question the claims about shamans' supernatural powers. This study seeks to explore the relevance of the hadith on al-kahanah, which forbids shamanistic practices, in light of Pesulap Merah's critiques. Using a qualitative approach, we gathered data through content analysis of the hadiths in Kutub al-Sittah, along with observations of societal reactions to Pesulap Merah's content. Our analysis involved a comparative examination of the hadiths and an exploration of the motivations behind these critiques. The findings reveal that shamanistic practices not only conflict with Islamic teachings but also promote irrational thinking. While Pesulap Merah's criticisms are not rooted in religious doctrine, they resonate strongly with the hadith's warnings about the dangers of shamanism and its effects on faith and rationality. This research contributes to a deeper understanding of how religious teachings intersect with contemporary socio-cultural issues in Indonesia. [Praktik perdukunan, seperti pelet dan santet, masih banyak dipercaya oleh masyarakat Indonesia sehingga memperkuat stigma dukun sebagai tokoh yang dianggap mampu mengatasi masalah-masalah mistis. Fenomena ini mengakar sejak era animisme dan dinamisme, dan terus berlanjut hingga era modern dengan minimnya pemahaman saintifik. Baru-baru ini, Pesulap Merah, melalui konten-konten digitalnya, secara terbuka mengkritik dan membongkar praktik perdukunan, membuat banyak pihak mulai meragukan klaim kesaktian para dukun. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan relevansi hadis al-kahanah, yang mengharamkan praktik perdukunan, dengan kritik yang disampaikan Pesulap Merah terhadap praktik-praktik tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui analisis konten dari hadis-hadis al-kahanah yang terdapat dalam Kutub al-Sittah, serta observasi fenomena yang terjadi di masyarakat terkait konten digital Pesulap Merah. Analisis dilakukan dengan pendekatan perbandingan syarah hadis serta analisis motif tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik perdukunan tidak hanya bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi juga menjerumuskan masyarakat ke dalam pola pikir yang tidak rasional. Kritik Pesulap Merah, meskipun tidak berbasis agama, memiliki relevansi kuat dengan ajaran hadis terkait bahaya perdukunan dan dampaknya terhadap keimanan dan rasionalitas. Penelitian ini berkontribusi dalam kontekstualisasi ajaran agama dengan fenomena sosial-kultural kontemporer di Indonesia.]
BUKA LUWUR TRADITION: PORTRAIT OF LIVING HADITH AT HAUL SUNAN KUDUS Friyadi, Arif
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 3, No 1 (2022): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v3i1.67

Abstract

Living hadith is the response of certain Muslim communities in applying the words that come directly from the Prophet Muhammad. This response occurs both in the form of personal and community in interpreting certain hadiths. This research will discuss the tradition of Buka Luwur with portraits of living hadiths on the haul of Sunan Kudus. This library research uses interview techniques and field observations to observe the Buka Luwur phenomenon in the Haul Sunan Kudus Commemoration. This social phenomenon is categorized as living hadith because there are several indications, including; First, this tradition was inspired by the turn of the kiswah of the Kaaba. Second, this tradition is considered by the Kudus community as a tribute to the services of Islamic preachers in the holy city, namely Sayyid Ja'far Sadiq, Sunan Kudus. Third, this tradition is considered to be based on hadith. The existence of this tradition also means that Islam does not only come as an emphasis on sharia, but also accommodates local traditions. From this phenomenon emerged a strong Islamic motivation in the form of generosity and inner satisfaction with respect to the first Islamic propagator on the island of Java.[Living hadis merupakan respon komunitas muslim tertentu dalam mengaplikasikan sabda yang bersumber langsung dari Rasulullah. Respon ini terjadi baik dalam bentuk personal maupun komunitas dalam memaknai hadis tertentu. Living hadis dipandang sebagai akulturasi antara ajaran Islam dan fenomena masyarakat dalam budaya lokal. Salah satu living hadis yang berkembang dalam masyarakat Kudus sejak abad ke-16 adalah peringatan buka luwur Sayyid Ja’far Shadiq, Sunan Kudus. Tradisi ini diperingati oleh masyrakat Kudus sebagai haul Sunan Kudus yang jatuh pada tanggal 10 Sura (Muharram). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian pustaka dan penelitian lapangan di Desa Kauman, Kota Kudus yang menjadi central penyebaran Islam pada abad ke-16. Fenomena sosial ini dikategorikan sebagai living hadis karena ada beberapa indikasi, di antaranya adalah; 1. Tradisi ini terinspirasi dengan pergantian kiswah ka'bah. 2. Tradisi ini dianggap masyarakat Kudus sebagai penghormatan atas jasa para pendakwah Islam di Kota kudus yaitu Sayyid Ja'far Shadiq, Sunan Kudus. 3. Tradisi ini dianggap berlandaskan hadis. Adanya tradisi ini juga berarti Islam tidak hanya datang sebagai penekanan syariat saja, namun juga mengakomodir tradisi lokal. Dari fenomena ini muncul motivasi keislaman yang kuat berupa kedermawanan dan kepuasan batin akan penghormatan kepada tokoh penyebar Islam pertama di pulau Jawa.]