Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mencegah pengajuan pinjaman online (pinjol) dengan menggunakan data pribadi orang lain secara ilegal. Perkembangan fintech, khususnya pinjaman online, telah memberikan kemudahan akses pembiayaan bagi masyarakat. Namun, kemajuan ini juga memunculkan permasalahan serius berupa maraknya penyalahgunaan data pribadi, yang menimbulkan kerugian finansial serta menurunkan kepercayaan publik terhadap industri jasa keuangan digital. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Data yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yang dianalisis untuk menjawab isu hukum terkait kewenangan OJK dalam pengawasan dan perlindungan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa OJK memiliki kewenangan luas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan serta peraturan pelaksananya, seperti POJK Nomor 10/POJK.05/2022 dan POJK Nomor 22 Tahun 2023. Kewenangan tersebut mencakup pengaturan, pengawasan, perlindungan konsumen, penindakan, hingga pemberian sanksi administratif terhadap pelanggaran perlindungan data pribadi oleh penyelenggara pinjol. Selain itu, OJK juga berperan dalam literasi keuangan, fasilitasi pengaduan konsumen melalui APPK (Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen), serta kerja sama dengan instansi lain seperti Kominfo dan kepolisian. Kendati demikian, implementasi regulasi masih menghadapi hambatan, antara lain lemahnya kepatuhan penyelenggara pinjol dan keterbatasan otoritas dalam penegakan hukum pidana. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi, penerapan sanksi pidana yang lebih tegas, dan peningkatan literasi masyarakat agar perlindungan data pribadi dalam layanan pinjaman online dapat terlaksana secara efektif