The Indonesian National Police (Polri) holds a constitutional position as a state apparatus, with its authority focused on two main areas: maintaining security and public order through law enforcement. However, given its institutional placement under the President, Polri’s constitutional position is vulnerable to being perceived as a government instrument. The issues addressed in this article are: first, what is the constitutional position and authority of Polri as a state apparatus under the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia? Second, what efforts can be made to strengthen Polri’s constitutional position and authority as a state apparatus in the areas of security and public order? This study employs normative legal research, using a statutory approach. The findings show that although Polri operates under the President, considering its role as a state apparatus, the President’s authority in this context is exercised in the capacity of the head of state, not the head of government. Therefore, Polri should not be treated as a government instrument. The President must ensure that Polri’s constitutional role remains impartial and serves the state’s interests, not the government. Additionally, given the broad scope of Polri’s constitutional authority, it is essential to complement this authority with adequate personnel to enable Polri to perform its duties optimally. AbstrakKepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kedudukan konstitusional sebagai alat negara dan kewenangannya bertumpu pada dua bidang utama, yaitu keamanan dan ketertiban masyarakat melalui proses penegakan hukum. Namun mengingat kedudukan Polri secara kelembagaan berada dibawah Presiden, maka kedudukan konstitusionalnya rentan bergeser menjadi alat pemerintah. Adapun rumusan masalah dalam artikel ini yaitu, pertama, bagaimana kedudukan dan kewenangan Polri sebagai alat negara menurut UUD NRI Tahun 1945? Kedua, bagaimana upaya penguatan kedudukan dan kewenangan konstitusional Polri sebagai alat Negara dalam bidang keamanan dan ketertiban. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa sekalipun kedudukan Polri berada dibawah Presiden, namun mengingat kedudukan Polri sebagai alat Negara, maka kapasitas Presiden dalam hal ini adalah sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Oleh sebab itu, maka tidak diperkenankan menjadikan Polri sebagai alat pemerintah. Presiden harus mampu membatasi diri agar kedudukan konstitusional Polri tidak terganggu dengan kepentingan pemerintah, melainkan harus ditujukan untuk kepentingan negara. Selain itu, mengingat kewenangan konstitusional Polri begitu luas, maka pemberian wewenang tersebut harus diimbangi dengan jumlah personil yang memadai, sehingga Polri optimal menjalankan tugasnya.