Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Putusnya Perkawinan “Perceraian” Terhadap Seseorang disebabkan Tidak Saling Menghormati dan Menghargai Antar Pasangan Suami Isteri Irnanda Lucky Ajisaputri
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 05 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.396 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i05.297

Abstract

Abstrak: Tujuan dari artikel ini adalah untuk menggambarkan penyebab dari putusnya perkawinan sebagai contoh putusnya perkawinan yang disebabkan karena tidak saling menghormati dan menghargai antar pasangan suami isteri, sebagaimana yang diatur di dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Metode yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan menggunakan metode penelitian normatif yaitu dilakukan dengan meneliti bahan bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif biasa disebut juga dengan penelitian hukum perpustakaan. Perkawinan adalah salah satu peristiwa hukum dan diatur dalam hukum perkawinan yang merupakan bagian dari hukum perdata serta mengatur seorang laki-laki dan wanita dengan maksud hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan hukum yang ditetapkan dalam undang-undang. Perselisihan kerap terjadi di dalam rumah tangga sehingga menimbulkan suatu perceraian atau putusnya ikatan perkawinan, putusnya ikatan perkawinan karena kehendak suami atau istri atau keduanya karena ketidakrukunan yang bersumber dari tidak dilaksanakannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai suami atau istri sebagaimana seharusnya menurut hukum perkawinan yang berlaku. Putusnya ikatan perkawinan dapat disebabkan diantara nya yaitu salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri, antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, dan masih banyak contoh lain nya yang dapat menyebabkan putusnya ikatan perkawinan. Berdasarkan Pasal 114 KHI menjelaskan bahwa putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak, yang dimohonkan oleh suami, atau gugatan perceraian, yang diajukan oleh istri. Ketidakharmonisan keluarga adalah keadaan suatu keluarga yang didalamnya sudah tidak ada lagi ketenangan lahir maupun batin, karena berkurangnya atau tiadanya kerelaan dan keselarasan untuk hidup bersama dalam kesatuan keluarga. Ketidakharmonisan keluarga harus diselesaikan supaya keluarga tetap bahagia, sejahtera, dan mendapatkan ketenangan batin. Apabila keluarga sudah tidak harmonis lagi, maka sangat rawan akan terjadi perceraian. Indonesia sebagai negara hukum dan telah mengatur aturan perceraian dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam). Yang seharusnya setiap pasangan yang ingin bercerai mengacu pada aturan yang ada tersebut.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PREFERENCE DALAM EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 695 K/PDT/2021): Legal Protection For Preference Creditors In The Execution Of Collective Rights (Study Of Decision Number 695 K/Pdt/2021) Irnanda Lucky Ajisaputri; Irene Eka Sihombing
Reformasi Hukum Trisakti Vol 6 No 1 (2024): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Faculty of Law, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/refor.v6i1.19253

Abstract

The protection that is guaranteed when mortgage right comes into effect is protection intended by mortgage rights law. Formulation of problem in this research is (1) What is legal protection for Bank Rakyat Indonesia as the preferred creditor, (2) What is the judge's decision in the case of debtor in default in Decision Number 695 K/Pdt/2021. This research includes normative juridical which is descriptive in nature. Results of research and discussion are that legal protection for BRI as the preferred creditor is regulated by Article 6 of Law Number 4 of 1996 and punishes Halim Peace and Serli to pay principal arrears for credit facility for month of September 2019 amounting to IDR 1,320,590,708.00. Conclusion is that legal protection for creditors is provided through Law Number 4 of 1996 Article 6, Article 20 and Article 21 and in Decision Number 695 K/Pdt/2021, judge rejected plaintiffs' lawsuit against debtor in default, allowing the execution of an auction for disputed object in accordance with Article 6 of Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights over Land, and ordered payment of principal and interest arrears by debtor to PT. BRI, and ordered cassation applicant to pay court costs amounting to IDR 500,000.00.
Putusnya Perkawinan “Perceraian” Terhadap Seseorang disebabkan Tidak Saling Menghormati dan Menghargai Antar Pasangan Suami Isteri Irnanda Lucky Ajisaputri
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 05 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v2i05.297

Abstract

Abstrak: Tujuan dari artikel ini adalah untuk menggambarkan penyebab dari putusnya perkawinan sebagai contoh putusnya perkawinan yang disebabkan karena tidak saling menghormati dan menghargai antar pasangan suami isteri, sebagaimana yang diatur di dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Metode yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan menggunakan metode penelitian normatif yaitu dilakukan dengan meneliti bahan bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif biasa disebut juga dengan penelitian hukum perpustakaan. Perkawinan adalah salah satu peristiwa hukum dan diatur dalam hukum perkawinan yang merupakan bagian dari hukum perdata serta mengatur seorang laki-laki dan wanita dengan maksud hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan hukum yang ditetapkan dalam undang-undang. Perselisihan kerap terjadi di dalam rumah tangga sehingga menimbulkan suatu perceraian atau putusnya ikatan perkawinan, putusnya ikatan perkawinan karena kehendak suami atau istri atau keduanya karena ketidakrukunan yang bersumber dari tidak dilaksanakannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai suami atau istri sebagaimana seharusnya menurut hukum perkawinan yang berlaku. Putusnya ikatan perkawinan dapat disebabkan diantara nya yaitu salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri, antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, dan masih banyak contoh lain nya yang dapat menyebabkan putusnya ikatan perkawinan. Berdasarkan Pasal 114 KHI menjelaskan bahwa putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak, yang dimohonkan oleh suami, atau gugatan perceraian, yang diajukan oleh istri. Ketidakharmonisan keluarga adalah keadaan suatu keluarga yang didalamnya sudah tidak ada lagi ketenangan lahir maupun batin, karena berkurangnya atau tiadanya kerelaan dan keselarasan untuk hidup bersama dalam kesatuan keluarga. Ketidakharmonisan keluarga harus diselesaikan supaya keluarga tetap bahagia, sejahtera, dan mendapatkan ketenangan batin. Apabila keluarga sudah tidak harmonis lagi, maka sangat rawan akan terjadi perceraian. Indonesia sebagai negara hukum dan telah mengatur aturan perceraian dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam). Yang seharusnya setiap pasangan yang ingin bercerai mengacu pada aturan yang ada tersebut.