Garvin, Garvin
Department Of Psychology, Faculty Of Social Sciences And Humanities, Universitas Bunda Mulia, Jakarta, Indonesia

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Hubungan Antara Kesepian Dengan Problematic Internet Use Pada Remaja Garvin Garvin
Psikostudia : Jurnal Psikologi Vol 8, No 1 (2019): Volume 8, Issue 1, June 2019
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikostudia.v8i1.2384

Abstract

Internet merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan manusia dan manusia cukup bergantung pada internet pada saat ini. Remaja yang berada pada masa emosi yang labil mudah mengalami kesepian. Ketika remaja mengalami kesepian dan tidak terfasilitasi untuk berinteraksi secara sosial, maka remaja akan mengalihkan kebutuhan interaksi sosialnya kepada media internet. Hal inilah yang kemudian di-anggap dapat memicu problematic internet use pada remaja. Partisipan sebanyak 588 remaja (55,8% per-empuan) berusia 14 – 18 tahun dilibatkan untuk mengisi UCLA Loneliness Scale Version 3 dan Generalized Problematic Internet Use Scale 2 yang sudah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kesepian berhubungan secara signifikan dengan problematic internet use (p = 0,000 < 0,05; r = 0,356). Simpulan dari penelitian ini adalah remaja yang kesepian akan lebih rentan terhadap problematic internet use. Orangtua dan pihak sekolah perlu memerhatikan kesepian pada remaja dan memberikan pendamp-ingan terhadap hal ini.
Financial Self-Efficacy Dan Sikap Terhadap Utang Pada Dewasa Awal Paulus Tanuwijaya; Garvin Garvin
Psikostudia : Jurnal Psikologi Vol 8, No 2 (2019): Volume 8, Issue 2, December 2019
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikostudia.v8i2.3045

Abstract

Indonesia memiliki potensi perekonomian yang sangat baik. PwC menyatakan bahwa pada tahun 2050, Indonesia akan menjadi negara nomor empat terbesar di dunia. Namun dengan meningkatnya perekonomian, muncul juga masalah yaitu semakin tingginya utang masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara financial self-efficacy dengan sikap terhadap utang pada dewasa awal (20-40 tahun) di Jabodetabek. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Pada pengumpulan data, peneliti menggunakan kuesioner sale of attitude to debt (SOATD) yang sudah di modifikasi dan memiliki 16 aitem, dan financial self-efficacy scale (FSES) yang sudah dilakukan dengan jumlah 6 aitem. Pada uji coba reliabilitas, diperoleh nilai 0.8 pada alat ukur financial self-efficacy,0.65 pada sikap anti terhadap utang, dan 0.696 pada sikap pro terhadap utang. Kuesioner ini disebarkan secara online melalui media sosial dan diisi oleh 303 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara financial self-efficacy terhadap sikap pro terhadap utang dengan nilai koefisien korelasi  -0.347 dan tidak ada hubungan antara financial self-efficacy terhadap sikap anti terhadap utang dengan nilai koefisien korelasi 0.047. Saat dilakukan uji beda terhadap variabel demografis, terdapat perbedaan antara financial self-efficacy pada jenis kelamin dan juga pendapatan.
Penyusunan Modul Pelatihan Kecerdasan Sosial Emosional Untuk Menurunkan Kecenderungan Agresi Pada Remaja Garvin Garvin; Fifi Juniarti
Ganaya : Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

One of a way to deal with the demographic bonus is to prepare the human resources well. Today's adolescents will be working and professional in a few years. Unfortunately, adolescents who behave aggressively, instead, involve themselves in dangerous actions that distance them from the qualities that are expected to face the demographic bonus. Previous research has shown that emotional and social intelligence can help adolescents to reduce aggression and behave in a more appropriate manner. This research is aimed to develop a social-emotional intelligence training module and validating the module. The module was compiled through a literature study and then validated by three experts, namely (1) an emotional intelligence coach and trainer, (2) the principal, and (3) the teacher. The three experts shared information that this module was appropriate for training social-emotional skills in adolescents. The researchers concluded that this module can be used as character training material for adolescents. Researchers suggest that this module should also be tested directly on adolescents.
PENYUSUNAN ALAT UKUR CHARACTER STRENGTH BAHASA INDONESIA Garvin Garvin
Psyche: Jurnal Psikologi Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36269/psyche.v2i2.238

Abstract

Kekuatan karakter atau character strengths adalah salah satu pembahasan utama psikologi positif yang bermanfaat bagi kesejahteraan individu, baik dalam konteks klinis, pendidikan, maupun industri-organisasi. Kekuatan karakter adalah sebuah konsep yang menyorot kualitas-kualitas positif manusia yang universal dalam berbagai budaya. Sayangnya, masih sulit ditemukan alat ukur kekuatan karakter dalam Bahasa Indonesia yang dapat digunakan dalam penelitian di Indonesia. Meski sudah tersedia pemeriksaan kekuatan karakter gratis di internet, namun tidak tersedia skala yang dapat digunakan oleh peneliti. Penelitian ini bermaksud untuk membuat alat ukur atau skala kekuatan karakter yang dapat digunakan untuk penelitian di Indonesia. Penelitian ini melibatkan 101 mahasiswa (79,2% adalah perempuan) untuk mengisi skala kekuatan karakter yang peneliti susun berdasarkan konsep Peterson & Seligman. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa skala ini tergolong reliabel, dengan rentang reliabilitas antara α = 0,520 – 0,858. Hasil analisis butir menunjukkan terdapat beberapa butir yang kurang tepat dalam mengukur ranah-ranah tertentu dalam skala, sehingga peneliti membuang butir-butir tersebut. Skala yang semula terdiri dari 144 butir, setelah melalui proses pengujian dan pembuangan butir, menyisakan 120 butir yang dapat digunakan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian kekuatan karakter di Indonesia.
MICRO TRANSACTION DALAM ONLINE GAME: APAKAH MEMICU PERILAKU BELANJA ONLINE YANG BERMASALAH? Garvin Garvin; Jennifer Claudia; Irene Evita
Psyche: Jurnal Psikologi Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36269/psyche.v1i2.99

Abstract

Pada penelitian ini, peneliti bermaksud untuk meneliti salah satu dampak dari online game yang timbul akibat adanya transaksi mikro, yakni perilaku belanja online yang bermasalah. Transaksi mikro merupakan fitur di dalam online game untuk mendapatkan kemampuan dan barang lebih sehingga memudahkan mereka dalam bermain, dan fitur tersebut diperoleh dengan cara membeli menggunakan uang di dunia nyata. Peneliti melibatkan 474 partisipan (55,6% perempuan) remaja yang berusia antara 14 - 18 tahun. Partisipan kemudian diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi Compulsive Online Shopping Scale atau COSS (α = 0,926) dan menyebutkan apakah mereka menggunakan transaksi mikro atau tidak dalam bermain online game. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku belanja kompulsif online pada kelompok pengguna transaksi mikro dan kelompok bukan pengguna transaksi mikro (p = 0,715 > 0,05). Hal ini karena remaja hanya menggunakan transaksi mikro sesekali, dan faktor yang menyebabkan remaja terjebak dalam perilaku belanja kompulsif adalah penguatan dari sebaya dan mencontoh dari orangtua. Sedangkan dalam bermain online game, kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan transaksi mikro diperoleh secara internal, bukan eksternal seperti dari sebaya atau orangtua. Peneliti menyarankan agar orangtua tetap memantau remaja dalam bermain online game. Dan dalam penelitian selanjutnya, beberapa variabel kontrol bisa dilibatkan seperti frekuensi mengunakan transaksi mikro dalam sebulan dan genre dari online gameyang dimainkan. Kata kunci: Belanja Kompulsif Online, Remaja, Online Game, Transaksi Mikro
HUBUNGAN KECERDASAN SOSIAL DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA Garvin Garvin
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.1005

Abstract

Penelitian ini bermaksud untuk meneliti hubungan antara kecerdasan sosial dan kesepian pada remaja. Diketahui bahwa remaja mudah mengalami kesepian sebagai akibat dari proses perkembangan secara fisik, kognitif, maupun psikososial. Kesepian memiliki dampak yang negatif baik untuk perkembangan serta kesehatan mental remaja seperti perilaku delinkuen, depresi, hingga kecanduan dengan permainan online; sehingga perlu mendapatkan perhatian dan penanganan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu penyebab remaja mengalami kesepian adalah perasaan tidak diterima, tidak dipahami, dan kesulitan dalam berinteraksi secara sosial (Bruno dalam Tiska, 2012). Remaja dengan harga diri yang rendah juga rentan mengalami kesepian (Nurmina, 2008), sedangkan dalam penelitian sebelumnya diketahui bahwa kecerdasan sosial berhubungan secara positif dengan harga diri (Alfiasari, Latifah, dan Wulandari, 2011). Penelitian ini melibatkan 165 partisipan yang berada pada rentang remaja dan berdomisili di Jakarta, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tromso Social Intelligence Scale dan UCLA Loneliness Scale versi 3. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan sosial dengan kesepian pada remaja (rs = -0,332, p = 0,000). Simpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi kecerdasan sosial pada remaja, maka akan semakin rendah kesepian yang dialami oleh remaja, demikian pula dengan sebaliknya. Peneliti kemudian menyarankan agar orangtua maupun pendidik juga perlu memerhatikan dan melatih kecerdasan sosial remaja agar tidak mudah mengalami kesepian.Kata kunci: Kecerdasan sosial, kesepian, remaja 
Kecerdasan Emosi sebagai Prediktor Kecenderungan Delinkuensi pada Remaja Garvin Garvin
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 1 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.344

Abstract

Delinkuensi remaja merupakan perilaku remaja yang melanggar peraturan maupun norma yang berlaku. Delinkuensi tidak hanya bersifat merugikan diri sendiri, namun juga bisa merugikan orang lain atau keduanya. Ada dua faktor yang memengaruhi delinkuensi remaja, yakni faktor lingkungan dan faktor dari dalam diri remaja itu sendiri. Proses tumbuh kembang fisik maupun psikologis yang terjadi secara drastis pada remaja membuat remaja seringkali mengalami emosi-emosi negatif. Bila emosi-emosi negatif tersebut tidak disadari, hal ini membuat remaja lebih mudah terlibat dalam tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan seseorang dalam menyadari emosi diri sendiri maupun orang lain serta mengelola emosi diri sendiri disebut sebagai kecerdasan emosi. Individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih mampu dalam mengelola emosi negatif serta mengekspresikannya dengan cara yang tidak merugikan pihak lain. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa kecerdasan emosi dapat memprediksi kecenderungan delinkuensi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif non-eksperimental, dengan partisipan penelitian berjumlah 149 orang yang merupakan siswa sekolah X dan berada pada rentang usia remaja. Variabel bebas dalam penelitian ini merupakan kecerdasan emosi, sedangkan variabel terikat dalam penelitian adalah kecenderungan delinkuensi. Hasil uji regresi menunjukkan skor signifikansi p = 0,000 < 0,05 yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dapat memprediksi kecenderungan delinkuensi pada remaja secara signifikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meningkatnya kecerdasan emosi memprediksi penurunan kecenderungan delinkuensi, dan sebaliknya. Kata kunci: kecerdasan emosi, delinkuensi, remaja
Harga Diri, Konformitas dan Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Garvin Garvin
Jurnal Ilmu Perilaku Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Ilmu Perilaku
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (703.333 KB) | DOI: 10.25077/jip.2.1.54-60.2018

Abstract

Sexual behavior on dating in adolescents dating is increasingly apprehensive. Various data shows that adolescents in Jakarta have done sexual intercourse before marriage. The adolescents are willing to have sex with his/her girlfriend/boyfriend based on various reasons, such as forced by boyfriend/girlfriend, feel ready to do it, need to be loved, or afraid of being teased by friends (Santrock in Sarwono, 2013). The study intends to know the relationship between self-esteem and conformity with adolescents’ sexual behavior on dating. The study participants of 137 Jakarta adolescents who had been dating before (69.3% were female) were included in the study. Research participants were asked to fill the Rosenberg Self-Esteem Scale that has been adapted into Bahasa Indonesia, assertivity scale, and sexual behavior scale. All the three scales are filled online and anonymous to convince research participants to answer honestly. The results of this study indicate that there is no significant relationship between self-esteem and adolescent sexual behavior (p = 0.364> 0.05; rs = 0.078) and there is a significant relationship between conformity with adolescent sexual behavior in dating (p = 0.043 <0.05; rs = 0.173). This study confirms that conformity is one of the causes of negative behavior in adolescents.
EFEKTIVITAS GROUP BEHAVIOR THERAPY TERHADAP CONVERSATIONAL SKILL PADA PASIEN SKIZOFRENIA TIPE RESIDUAL (STUDI KASUS PADA INSTANSI X) Garvin Garvin
Psibernetika Vol 9, No 2 (2016): Psibernetika
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.377 KB) | DOI: 10.30813/psibernetika.v9i2.469

Abstract

Schizophrenia residual type is one of schizophrenia types which is the symptoms of schizophrenia are no longer appears significantly. The schizophrenia patients are need to be prepared before they complete their treatment in a mental health institution and back into society. A skill that is needed by schizophrenia residual type is conversational skills. However, some of schizophrenia patients are encountering problems in learning the conversational skills. The aim of this research is to study the effectiveness of group behavior therapy into the conversational skills of schizophrenia residual type patients. The technique used in the therapy is modeling and shaping. Statistical test with significance p = 0,002 < 0,01 shows that group behavior therapy can improve conversational skills in schizophrenia residual type patients. However, there are some limitations in the study so further study is needed. Keywords: schizophrenia residual type; conversational skill; group behavior therapy
SUMBER-SUMBER RESILIENSI PADA REMAJA AKHIR YANG MENGALAMI KEKERASAN DARI ORANGTUA PADA MASA KANAK-KANAK Devina Calista; Garvin Garvin
Psibernetika Vol 11, No 1 (2018): Psibernetika
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.909 KB) | DOI: 10.30813/psibernetika.v11i1.1161

Abstract

Child abuse by parents is common in households. The impact of violence on children will bring short-term effects and long-term effects that can be attributed to their various emotional, behavioral and social problems in the future; especially in late adolescence that will enter adulthood. Resilience factors increase the likelihood that adolescents who are victims of childhood violence recover from their past experiences, become more powerful individuals and have a better life. The purpose of this study was to determine the source of resilience in late adolescents who experienced violence from parents in their childhood. This research uses qualitative research methods with in-depth interviews as a method of data collection. The result shows that the three research participants have the aspects of "I Have", "I Am", and "I Can"; a participant has "I Can" aspects as a source of resilience, and one other subject has no source of resilience. The study concluded that parental affection and acceptance of the past experience have role to the three sources of resilience (I Have, I Am, and I Can) Keyword : Resilience, adolescence, violence, parents