Sanjaya, Yohanes Genius putu
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

STRATEGI PENCEGAHAN SERANGAN TERORIS DI INDONESIAMENGGUNAKAN WEAPONS MASS DESTRUCTION (WMD) OLEH POLRI,BNPT, BAPETEN, TNI, BNPB DAN KEMENPERIN Sanjaya, Yohanes Genius putu; Runturambi, Arthur Josias Simon; Mukhtar, Sidratahta
Journal of Terrorism Studies Vol. 2, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Serangan terorisme di Indonesia berevolusi dari penggunaan bahan peledak konvensional seperti ANFO (ammonium nitrate fuel oil) bergeser ke penggunaan bahan kimia, biologi, radioaktif dan nuklir (KBRN) yang dalam skala besar dapat diubah menjadi senjata pemusnah massal (weapon mass destruction). Data menunjukkan selama periode 2011-2019 tercatat 6 (enam) percobaan serangan teror menggunakan bahan KBRN yaitu arsenik dan racun ricin di Polsek Kemayoran (2011); Bom Nitroglyserin di Solo (2012); Bom Gas Chlorin di ITC Depok (2015); penggunaan Thorium Oksida di Bandung (2017); Bom Nitroglyserin, Bogor (2019) dan penemuan racun abrin di Cirebon (2019). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus penggunaan WMD dalam serangan terorisme di Indonesia periode 2011-2019. Konsep teori kontra terorisme, pencegahan kejahatan dan kebijakan publik digunakan untuk menjelaskan strategi pencegahan serangan teroris menggunakan WMD di Indonesia. Makalah ini mengkaji peran Kementerian/Lembaga seperti POLRI, BNPT, BAPETEN, BNPB, TNI, Kemenperin dalam memitigasi dan menanggulangi serangan terorisme yang menggunakan WMD. Dari hasil wawancara dan studi pustaka, diketahui hanya institusi POLRI, BNPT dan BAPETEN yang telah memiliki protokol penanganan serangan terorisme menggunakan WMD namun masih bersifat sektoral. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya pengintegrasian protokol penanganan serangan terorisme menggunakan WMD yang ada saat ini serta dilegalkan dalam bentuk produk hukum Lembaga Kepresidenan yang lebih tinggi dan mengikat semua Kementerian/Lembaga terkait.