Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG BERPIHAK PADA PETANI Harsono, Dwi
Informasi Vol 35, No 2 (2009): INFORMASI
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.264 KB) | DOI: 10.21831/informasi.v2i2.6393

Abstract

Indonesia adalah negara agraris tapi sektor pertanian justru menjadikan para petani sebagai buruh di lahan sendiri. Saat ini petani menjadi pekerjaan yang dipandang sebelah mata dan profesi kelas dua di masyarakat Indonesia. Kondisi tersebut berakibat pada semakin ditinggalkannya sektor pertanian oleh angkatan kerja karena memiliki masa depan kurang menguntungkan. Masalah pertanian di Indonesia disebabkan oleh kebijakan pertanian yang lebih memfokuskan pada peningkatan produksi pertanian dan kurang memperhatikan kualitas hidup para petani. Keberpihakan pada petani sangat kurang dan nilai tambah pertanian justru tidak dinikmati para petani. Alih-alih meningkatkan produksi yang terjadi justru semakin terpuruknya sektor pertanian maupun petani. Nilai tambah pertanian harus dinikmati oleh petani sehingga kehidupannya menjadi semakin baik dan proses produksi tetap berlanjut. Petani semakin terberdayakan karena aktivitasnya bukan lagi bersifat subsisten tapi menjadi lebih maju. Kebijakan ini tidak akan berhasil apabila tidak ada political will dari pemerintah untuk memperbaiki kehidupan petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan ini mencakup lintas wilayah, sektor, dan pelaku. Kata Kunci : Pembangunan, pertanian, petani
Tantangan Kualitas Layanan Berbasis Smart City pada Sektor Publik dan Privat Sholikah, Mar'atus; Harsono, Dwi
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 19, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial
Publisher : Babes Litbang Yankessos

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31105/jpks.v19i2.2075

Abstract

Service based smart city is very crucial to be examined because the features of service products are free and easier to use than traditional. The study aims to determine the difference in service quality based on smart city with conventional. The qualitative method using literature study was used in this study. The technique of data analysis uses content analysis method. Finding of this study are (1) service based on smart city has superior characteristics compared to conventional services, because it is more flexible, elastic, and responsive. Services based on smart city are better able to improve the public service quality, because it utilizes technology based on cloud computing to facilitate and accelerate the flow of information for decision making process. (2) Conventional service quality has different measurement indicators with service quality based on smart city. In conventional service, measurement services quality use the servqual model, while services quality based on smart city implement e-GovQual. (3) The challenge in implementing service based on smart city is the low penetration of ICT, especially in developing countries; fraud in the internet space; the disruption of individual privacy. Therefore, the partnership between public sector, private sector, and civil society is the best ways for the implementation of the service based on smart city. The limitation of this study only discusses the comparison of service quality of smart city and conventional.
Reformasi Birokrasi dalam Era Globalisasi Dwi Harsono
Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi Efisiensi No. 2 Volume VII, Agustus 2007
Publisher : Jurusan Pendidikan Administrasi FE UNY & ASPAPI PUSAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7971.308 KB) | DOI: 10.21831/efisiensi.v7i2.3921

Abstract

Globalisasi membawa pengaruh yang kuat terhadap kondisi politik dan ekonomi di seluruh dunia. Kondisi ini membuat setiap negara harus mempersiapkan din terhadap efek yang ditimbulkannya sehjngga tidak berakibat negatif. Reformasi adalah salah satu contoh dampak dari globalisasi. Reformasi yang terjadi di negara-negara berkembang lebih banyak terjadi karena intervensi asing. Hal ini karena asumsi yang digunakan yang menganggap kegagalan birokrasi untuk menciptakan kondisi ekonomi disebabkan faktor-faktor internal. Oleh karena itu lembaga bantuan asing mensyaratkan adanya penyesuaian struktural yang mengarah pada penciptaan good governance. Ketertibatan institusi asing dalam jangka pendek bisa membantu tapi dalam jangka panjang harus dievaluasi ulang. Hal ini dilakukan karena bantuan hutang yang diberikan diemtal-embeli oleh adanya prasyarat lain berupa program penyesuaian struktural yang bersifat politis. Bantuan dan donor asing memang sulit dihindari karena krisis ekonomi tapi proses tersebut harus selektif dan syarat lunak serta secepatnya dilunasi. Setiap negara harus rnemiliki agenda dalam melakukan refonnasi. Informasi tentang kondisi suatu negara yang, paling mengetahui adalah negara itu sendiri. Oleh karena itu, analisis kebutuhan untuk melakukan reformasi dapat dilakukan sehingga strategi reformasi yang dipilih tepat serta tidak merugikan masyarakat/warganegara.
Flat Organization pada Lembaga Pelayanan Publik Dwi Harsono
Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi Efisiensi No. 2 Volume V, Agustus 2005
Publisher : Jurusan Pendidikan Administrasi FE UNY & ASPAPI PUSAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2718.015 KB) | DOI: 10.21831/efisiensi.v5i2.3853

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk membedah lebih dalam upaya untuk meningkatkan kualitas layanan publik yang dilakukan oleh birokrasi. Struktur birokrasi yang besar dan kaku dianggap sebagai biang keladi dari berbagai patologi birokrasi. Bentuk organisasi pipih diharapkan lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi. Hierarki yang pendek dan didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi yang baik akan mengurangi peluang terjadi penyimpangan di samping meningkatkan koordinasi dalam tiap-tiap bagian birokrasi. Dampaknya adalah peningkatan responsivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Muaranya adalah peningkatan kinerja dari birokrasi karena masyarakat juga ikut mengontrol pelaksanaan tugas-tugas yang dilaksanakan.
Pengembangan Keuangan Mikro untuk Pengentasan Kemiskinan Dwi Harsono
Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi Efisiensi No. 2 Volume VI, Agustus 2006
Publisher : Jurusan Pendidikan Administrasi FE UNY & ASPAPI PUSAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3915.595 KB) | DOI: 10.21831/efisiensi.v6i2.3856

Abstract

Tulisan Inl bertujuan untuk membedah fenomena kemiskinan dan keterkaitannya dengan peran dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Pemberdayaan masyarakat miskin melalui usaha mikro adalah bentuk dari pengentasan dari kemiskinan. Upaya ini harus ditopang dengan diberikannya akses dan sistem kredit yang lebih luas kepada usaha mikro. LKM merupakan alternatif pemberian kredit yang mudah dalarn peiayanan karena syarat-syaratnya ringan dan terjangkau oleh UKM. Indonesia memiliki keragaman dalam model. LKM dan telah memiliki banyak contoh keberhasilannya dalam pengembangan UKM. Namun fenomena ini kurang diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah seharusnya menanggapi dengan serius dengan membuat Kebijakan yang mengatur LKM agar menjadi lebih kuat. Kebijakan perekonomian juga harus mendukung sektor industri rumah tangga/kecil (UKM) agar lebih berkembang. Bukti bahwa UKM mampu menggerakkan ekonomi rakyat miskin harus ditindaklanjuti dengan kebijakan yang mempermudah berkembangnya UKM.
Pembangunan melalui Kolaborasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dwi Harsono
Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi Efisiensi No. 1 Volume VII, Februari 2007
Publisher : Jurusan Pendidikan Administrasi FE UNY & ASPAPI PUSAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6957.48 KB) | DOI: 10.21831/efisiensi.v7i1.3910

Abstract

Pembangunan di Negara berkembang sering mengalami kegagalan. Hal ini dicurigai sebagai akibat dari faktor internal negara tersebut. Penduduk negara berkembang kurang memiliki budaya ilmiah sehingga kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologinya (iptek/ST) lemah. Implikasinya adalah kurangnya investasi yang dikeluarkan untuk penguasaan ST. Iptek berkembang pesat di negara maju sehingga aplikasi di negara berkembang mengalami kendala. Negara maju dan negara berkembang harus melakukan kolaborasi pembangunan untuk mengatasi kendala yang dihadapi negara berkembang. Negara maju harus melakukan tranformasi iptek yang dibutuhkan oleh negara berkembang sehingga lambat laun kapasitasnya semakin meningkat. Terbangunnya ST capacity merupakan langkah penting dalam kolaborasi pembangunan karena didalamnya terdapat transfer of knowledge. Transfer ini akan memperkuat soft skill untuk. melaksanakan pembangunan. Pembentukan soft skill harus selaras dengan keragaman dan kearifan budaya iokal sehingga pembangunan tidak kontra produktif terhadap budaya.
PERFORMANCE LEGITIMACY: THE SOCIO-ECONOMIC CONDITIONS UNDER THE SULTAN’S ADMINISTRATION IN YOGYAKARTA Dwi Harsono
NATAPRAJA Vol 8, No 1 (2020): Development and Institutions
Publisher : Yogyakarta State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.845 KB) | DOI: 10.21831/jnp.v8i1.31277

Abstract

In his capacity as governor, Hamengkubuwono has a coordinating role to play between the provincial, municipal and district governments in Yogyakarta. Though most policy responsibility lies with the districts and city of Yogyakarta, the sultan still has an important function to fulfil as effective cooperation between different tiers of government is a crucial factor in facilitating successful policy outcomes at the local level. For the sultan, his role as mediator and coordinator works well because it reinforces public perceptions of him as a neutral arbiter who stays aloof from the bickering of day-to-day politics. Over the years, he has cultivated this image of a paternalistic figure by making regular appeals to district heads and the mayor of Yogyakarta to serve the people better. In the rare events where conflicts arise over public policy (for example over land), Hamengkubuwono successfully deflected the blame for controversial policies to the lower-level governments, even though the royal palace often has a direct stake in these policy decisions.
Democratic Governance: Civil Society Participation in Migrant Worker Advocacy Achmad Nur; Dwi Harsono
Iapa Proceedings Conference 2020: Proceedings IAPA Annual Conference
Publisher : Indonesian Association for Public Administration (IAPA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30589/proceedings.2020.403

Abstract

This article was (1) to examine the process of democratic governance carried out by Yogyakarta Legal Aid Institute through advocating the Erwiana case and (2) to find out the supporting and inhibiting factors in promoting democratic governance. This study is descriptive qualitative research. The informants were the director, head of the division, and members of Yogyakarta Legal Aid Institute and Erwiana as the beneficiary. Data collection techniques used non-participant observation, interviews, and documentation studies and followed with data sources triangulation to check its validity. The data analysis then applied an interactive model through data collection, data presentation, verification, and conclusions. The results showed that the Yogyakarta Legal Aid Institute's implementation of democratic governance in advocating law enforcement on the injustices experienced toward migrant workers was optimal. As an NGO, LBH has been able to bridge differences in legal policies between the two countries and efficient against diplomatic barriers. Its supporting factors are political development as mobilization and mass participation, collaboration with grassroots groups, donor support, and public policies that support case counseling. Simultaneously, the inhibiting factors are political will, intolerant group resistance, and lack of human resources.
Integrated tourism policy: The Buffer area development impact of Borobudur world heritage Dwi Harsono; Ibnu Wijayanto
Informasi Vol 52, No 1 (2022): Informasi
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/informasi.v52i1.50424

Abstract

This article addresses the development policy practice by the Borobudur Authority Agency. The policy can synchronize different autonomous local government policies and avoid conflictual approaches to its neighborhoods. Even though a top-down policy may reduce the creativity of local governments to develop their tourism programs, this research shows the impact of the integrated tourism policy of the Borobudur National Tourism Strategic Area benefited accelerating tourism development. The economic impact on the surrounding community is creating job opportunities and increasing people’s financial revenue. The effects on the social dimension show that tourism development activities under borderless policy sites increase interaction and bonds among communities and preserve the cultures and folklores within the research sites that are administratively separated regions. When viewed from the environmental aspect, tourism development activities have implemented a sustainable approach by applying nomadic tourism concepts and building construction that does not damage the soil structure. By informing those impacts, this paper suggests newsworthiness as a guiding principle to communicate the successful implementation of a public policy.