Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Agama terhadap putusan Nomor 3109/Pdt.G/2023/PA.Mdn tentang pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas dalam kompilasi hukum Islam, dan bagaimana akibat hukum yang terjadi jika pembatalan perkawinan itu terjadi. Pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan, dengan adanya putusan pengadilan yang membatalkan perkawinan, maka perkawinan yang telah terjadi dianggap tidak pernah terjadi, karena pembatalan tersebut maka terjadilah akibatĀ hukum yang berdampak pada para pihak yang terkait, dan juga harta beda dalam perkawinan sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Penelitian ini betujuan untuk menganalisi bagaimana pertimbangan hakim terhadap putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 3109/Pdt.G/2023/PA.Mdn terkait pembatalan perkawinan akibat pemalsuan identitas. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus hukum (judicial case study). Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 jenis yaitu, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data menggunakan cara pengumpulan bahan hukum atau data sekunder. Hasil penelitian yang diperoleh Berdasarkan penelitian ini Pertimbangan Hakim, Hakim mengacu pada Pasal 71 huruf (a) KHI yang menyatakan perkawinan dapat dibatalkan jika suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama. Perkawinan Tergugat I dan II dianggap melanggar ketentuan ini karena dilakukan tanpa izin isteri pertama dan Pengadilan Agama. Hakim juga mempertimbangkan Pasal 4, 5, 22, dan 23 UU Perkawinan, Pasal 37 PP No. 9 Tahun 1975, dan Pasal 71 dan 73 KHI. Perkawinan Tergugat I dan II dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Akibat Hukum Pembatalan perkawinan menyebabkan hubungan suami-isteri putus, akta nikah tidak berkekuatan hukum. Pasal 28 UU Perkawinan mengatur pengecualian, yaitu pembatalan tidak berlaku surut terhadap anak, pihak yang beritikad baik, dan pihak ketiga yang beritikad baik. Anak tetap sah dan berhak mewarisi dari kedua orang tuanya. Pencegahan peningkatan kewaspadaan masyarakat dan penegakan hukum yang tegas terhadap pemalsuan identitas dalam perkawinan, serta menekankan pentingnya memahami prosedur poligami yang sah sesuai UU dan KHI.