ABSTRACT The new airport in the south of Yogyakarta is an important air transport facility. Geologically, the airport is located on a low-density sandy soil. Low density is prone to liquefaction hazards so it is necessary to improve the soil to increase the density of sandy soil. Land improvement to reduce liquefaction potential on sandy soil can be done by Dynamic Compaction (DC) method. This method is applied to non-residential land by dropping steel tampers from a certain height to achieve a specified density. As an alternative to non-cohesive soil improvement, DC offers cost and time efficiency and is relatively easy to apply with simple technology compared to methods such as vibroflotation. In the planning, finite element modelling (FEM) was used as an advanced study to analyze key parameters (tamper weight, drop height, empirical coefficient “n”, and energy by soil type). The aim was to validate the manual calculation results in the Trials Area before full-scale compaction. The manual calculation served as the main design reference, while the FEM served as an additional verification. Recording the pre- and post-compacting soil conditions was essential to calculate the percentage of design errors. ABSTRAK Bandara udara baru di Selatan kota Yogyakarta merupakan fasilitas penting dalam transportasi udara. Secara geologi lokasi bandara ini terletak diatas tanah pasir dengan kepadatan rendah. Kepadatan rendah sangat rentan terhadap bahaya likuefaksi sehingga perlu perbaikan tanah untuk meningkatkan kepadatan tanah pasiran. Pematangan lahan untuk mengurangi potensi likuefaksi pada tanah pasir dapat dilakukan dengan metode Dynamic Compaction (DC). Metode ini diterapkan pada lahan yang tidak ditinggali penduduk dengan menjatuhkan tamper baja dari ketinggian tertentu guna mencapai kepadatan rencana. Sebagai alternatif perbaikan tanah non-kohesif, DC menjanjikan biaya dan waktu yang lebih efisien, serta relatif mudah diaplikasikan dengan teknologi sederhana dibandingkan metode pemadatan lain seperti vibroflotation. Dalam perencanaannya, pemodelan elemen hingga (FEM) digunakan sebagai studi lanjutan untuk menganalisis parameter kunci (berat tamper, tinggi jatuh, koefisien empiris 'n', dan energi berdasarkan jenis tanah). Tujuannya adalah memvalidasi hasil perhitungan manual di Area Percobaan sebelum pemadatan skala penuh. Perhitungan manual menjadi acuan desain utama, sedangkan 3D FEM berfungsi sebagai studi lanjutan. 3D FEM dilakukan untuk mempelajari perilaku tanah pasiran saat dipadatkan, memperkirakan kedalaman pemadatan, interaksi antar titik pemadatan. Pencatatan kondisi tanah pra dan pasca penumbukan sangat penting untuk menghitung persentase kesalahan desain.