Shell and tube exchanger merupakan salah satu alat penukar panas yang menyediakan efisiensi perpindahan panas yang tinggi. Peralatan ini digunakan untuk mengubah amonia gas menjadi amonia liquid dengan media pendingin berupa air pendingin (disirkulasikan melalui tube). Kontak fluida proses selama di dalam alat penukar panas menjadi salah satu permasalahan dengan hadirnya pengotor maupun terbentuknya korosi pada material tube. Hal ini mampu memicu kerusakan pada dinding tube dan akibatnya berlanjut kebocoran pada tube. Studi artikel ini melibatkan penggunaan persamaan matematis terkait pergantian material tube desain yaitu carbon steel ke 309 stainless steels. Sejumlah parameter dalam shell and tube exchanger terevaluasi untuk meninjau A, U, dan perubahan yang terjadi pada dimensi alat penukar panas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai AC, Af pengotor, UC, Uf pada material carbon steel dan 309 stainless steel sehingga kedua material memberikan kisaran sebesar 32,52-33,82; 520,16-521,46 m2; 21691,15– 22558,79; dan 14006,65–1410,17 W/m2.K; secara berturut-turut. Kemudian, perubahan nilai ID shell dan jumlah tube berupa 1069 menjadi 1070 mm dengan 906 menuju 908 buah. Peningkatan nilai parameter yang terevaluasi sebesar 3-4% pada peralatan penukaran perpindahan panas dari penerapan material 309 stainless steel dibandingkan carbon steel sebelumnya. Capaian ini mampu menyediakan laju perpindahan panas lebih baik bagi shell and tube condenser dan menjadi pertimbangan positif untuk mengganti material tube. Opsi tersebut jika dilanjutkan turut membutuhkan peninjauan kembali untuk aspek dimensi penukar panas terhadap area industri untuk proses penukar panas yang telah beroperasi selama ini.