Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Sea urchin utilisation in Eastern Indonesia Tamti, Hartati; Ambo-Rappe, Rohani; Bin Andy Omar, Sharifuddin; Pagalay, Budimawan; Iqram, Muhammad; Renema, Willem; Moore, Abigail Mary
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 28, No 3 (2023): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.28.3.231-240

Abstract

Sea urchins have long been an important component of gleaning invertebrate fisheries and are valued for their highly nutritious gonads. Sea urchin fisheries are often unreported and unregulated, despite increasing indications of overexploitation. Data on the post-harvest utilization of sea urchins are limited, particularly in the Indo-Pacific region. This study at 12 sites across four regions in Indonesia (Sulawesi, Moluccas, Nusa Tenggara, Papua) aimed to provide an overview of sea urchin utilization in eastern Indonesia. Data were collected from July to September 2020 using a questionnaire with a snowballing sampling method. There were 187 respondents (62.6% male and 37.4% female) ranged in age from 3-76 years old, and most had been collecting sea urchins for more than five years. Respondents mostly collected the sea urchins from coral reef or seagrass habitats. Four genera (Tripneustes, Diadema, Echinometra and Echinothrix) were identified. Mean catch ranged from 32 (Makassar) to 169 (Maluku Tengah) individual sea urchin per collection. Most respondents knew local names for sea urchins, especially those they collected. Almost 70% respondents used their catch mainly for home consumption, and only 4.8% respondents mainly selling their catch. Most urchins sold were whole or crudely de-spined, typically fetching IDR 500-1000 each. Additional post-harvest processing before sale included removing the gonads from the test and/or cooking, with a unit price of IDR 5,000-25,000/product. Commonly consumed raw, urchins were sometimes cooked (mostly barbecued). These data indicate a need for efforts towards socio-ecologically appropriate sea urchin conservation and fisheries management to address the widespread indications of increasing exploitation levels and declining sea urchin populations.
Pelatihan Teknologi Restorasi dan Monitoring Lamun Sebagai Upaya Perbaikan Habitat Sumberdaya Ikan di Kabupaten Pangkep La Nafie, Yayu A; Lanuru, Mahatma; Ambo-Rappe, Rohani; Nurdin, Nurjannah; Amri, Khairul; Banda Selamat, Muhammad
Bambu Laut: Jurnal Pengabdian Masyarakat VOLUME 1, NOMOR 2, OKTOBER 2024
Publisher : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35911/bambulaut.v1i2.37151

Abstract

Ekosistem padang lamun memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan mangrove di wilayah pesisir Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkep. Namun, masyarakat belum mengetahui sepenuhya tentang fungsi fisik, ekologis, serta sosial ekonomi ekosistem lamun. Demikian juga dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal restorasi habitat lamun yang telah mengalami kerusakan (degradasi).  Dengan demikian, salah satu hal penting dilakukan adalah memberikan penyuluhan, pelatihan,  serta pembuatan demplot (percontohan) mengenai teknologi restorasi lamun berbasis masyarakat melalui penanaman (transplantasi) lamun. Selain itu, juga dilakukan pelatihan monitoring ekosistem lamun hasil transplantasi tersebut. Ujicoba transplantasi lamun dilakukan dengan menggunakan 3 metode, yaitu 1) Frame bambu /(modifikasi) TERFS (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame Systems, 2) jangkar dengan tegakan tunggal (single shoot) serta 3) kurungan. Ketiga metode tersebut merupakan metode simple dan low-cost sehingga mudah dipelajari dan diaplikasikan oleh kelompok target.  Setelah 35 hari, hasil transplantasi menunjukkan 100% tingkat keberlangsungan hidup. Namun, perbedaan panjang daun lamun pada transplantasi yang di kurung (36,11±2,8 cm) adalah lebih rendah dibandingkan ke dua metode lainnya (metode frame bambu 44±5.01cm dan jangkar 47±2,08 cm). Dengan adanya penyuluhan, pelatihan, dan pembuatan demplot, pengetahuan masyarakat target tentang fungsi lamun serta upaya perbaikannya menjadi bertambah. Selain itu, masyarakat menjadi tahu dan terampil dalam hal 1) transplantasi lamun dan 2) monitoring lamun hasil transplantasi. Sebagai tambahan dari kegiatan tersebut adalah tersedianya area penangkapan alternatif di areal penanaman lamun bagi kelompok nelayan di Persisir Pundata Baji.