A.A. Mas Adi Trinaya Dewi
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Kerta Dyatmika

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN GIANYAR A.A. Mas Adi Trinaya Dewi
Kerta Dyatmika Vol 18 No (1) (2021): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/kd.18.(1).1054.33-44

Abstract

The increasing interest of the private sector to do business in company activities, except in fields that control the lives of many people and are strategic. The role of the government is to regulate what is included in government programs, especially the provision of facilities and infrastructure. One of them is in the form of regulations in the form of granting trading business licenses. The problems that arise include: What are the legal consequences of a mini market trading business if it does not have a Trading Business License (SIUP) and what are the actions taken by the authorized official against violators of the Mini Market Trading Business License (SIUP). The approach to the problem used in this research is normative juridical. On the basis of the discussion in the analysis described above, the following conclusions can be drawn: The legal consequences of a mini market business if it does not have a trading business license (SIUP) include administrative sanctions such as summons to be directed to seek SIUP, written warnings, temporary suspension of SIUP. and finally the revocation of SIUP in accordance with Gianyar Regency Regulation Number 6 of 2005 concerning Trading Business Permits (SIUP), while the criminal sanction is imprisonment for a maximum of 3 (three) months or a maximum fine of 4 (four) times the amount of retribution owed. Actions taken by authorized officials against violations of trade business permits (SIUP) include forming an integrated team involving stikeolders such as Satpol PP, Police, the legal department, the economic division and the regional supervisory agency (Bawasda), to oversee all business activities such as mini markets, supermarkets and hypermarkets in order to seek business licenses as a means of legality in carrying out their business activities.
PERANAN DESA ADAT DALAM MENERAPKAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN PROSES PERKAWINAN DALAM AWIG – AWIG DESA ADAT DI DESA ADAT TAKMUNG KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG A.A. Mas Adi Trinaya Dewi; Ni Made Trisna Dewi; Ni Putu Listya Dewi
Kerta Dyatmika Vol 22 No 1 (2024): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/kd.22.1.1525.42-52

Abstract

Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum Adat yang ada di Propinsi Bali mempunyai suatu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun berada dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagai kesatuan masyarakat hukum Adat (Desa Adat) diikat oleh aturan Adat atau hukum Adat yang tumbuh dan berkembangan dalam lingkungan masyarakat setempat, yang lebih dikenal adalah dalam bentuk Awig-Awig yang merupakan pedoman dasar dari Desa Adat dalam pemerintahannya. Adapun pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana penerapan sanksi awig-awig Desa Adat dan hambatan-hambatan apa saja yang dialami terhadap pelanggaran perkawinan yang dilakukan oleh Krama Desa Adat Takmung. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan empiris, untuk dapat memberikan gambaran secara kualitatif . Data primer dan data sekunder ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan lapangan dengan studi dokumenmaupun pedoman wawancara. Simpulan penelitian ini menunjukan penerapan sanksi terhadap pelanggaran awig- awig desa Adat tergantung dari pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan apa yang tercantum dalam awig-awig desa Adat Takmung dengan mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan dan bijksana, baik berupa denda secara fisik atau denda dengan harta (meteriil). Dengan sosialisasi kepada warga desa secara terus menerus dan tindakan yang tegas baik perangkat desanya atau kepatuhan warga desanya maka hambatan-hambatan dalam penerapan sanksinya dapat diselesaikan dengan sebaik- baiknya. Traditional Villages as a customary law community unit in the Province of Bali have a unity of traditions and manners for social life of the Hindu community from generation to generation within the Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) bond which has its own territory and assets and has the right to take care of its own household. As a customary law community unit (Adat Village) is bound by customary rules or customary law that grows and develops within the local community, which is better known in the form of Awig-Awig which is the basic guideline of the traditional village in its administration. The main problem in this writing is how to apply the awig-awig sanction of the Traditional Village and what obstacles are experienced against marriage violations committed by the Krama of the Takmung Traditional Village. The approach method used is an empirical approach, to be able to provide a qualitative description. Primary data and secondary data were conducted through library and field research using document studies and interview guidelines. The conclusions of this study show that the application of sanctions for violations of awig-awig in traditional villages depends on the violations committed in accordance with what is stated in the awig-awig in traditional villages of Takmung by prioritizing amicable and wise settlements, either in the form of physical fines or monetary fines. . With continuous outreach to villagers and firm action by both the village apparatus and the compliance of the villagers, the obstacles in applying sanctions can be resolved as well as possible..
TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKSANAAN UU NO. 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP I Komang Agung Sri Brahmanda; A.A. Mas Adi Trinaya Dewi
Kerta Dyatmika Vol 23 No 2 (2024): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/kd.23.2.1582.61-74

Abstract

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hukum pidana pada hakikatnya adalah “hukum sanksi” yang tujuannya untuk mengatur dan menentukan ketertiban dalam masyarakat, menjamin keamanan dan juga keselamatan negara. Maksud dari kata-kata tersebut yaitu bahwa hukum pidana merupakan sarana pemaksa untuk melindungi warga masyarakat terhadap perbuatan yang merugikan atau yang mengakibatkan terjadinya penderitaan pada pihak lain yang dalam hal ini adalah pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun samapai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam penulisan artikel ini diambil beberapa perumusan masalah yaitu, Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pelaksanaan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup saat ini? dan bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pelaksanaan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup pada masa mendatang? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normative dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Kebijakan hukum pidana lingkungan hidup pada saat ini belum dapat dikatakan secara optimal karena dalam penanganannya masih dalam batas teguran, sehingga belum ada vonis hakim yang dapat memenjarakan ataupun memidanakan pelaku tindak pidana pencemaran lingkungan hidup. Untuk kebijakan hukum pidana lingkungan hidup untuk masa yang akan datang pengawas lingkungan harus melakukan sosialisasi dan membuat buku pedoman pengawasan kegiatan lingkungan untuk pengawasan lingkungan hidup. The living environment is the unity of space with all objects, forces, conditions and living creatures, including humans and their behavior which influences the continuity of life and welfare of humans and other living creatures. Criminal law is essentially a "law of sanctions" whose aim is to regulate and determine order in society, guarantee the security and safety of the state. The meaning of these words is that criminal law is a means of coercion to protect citizens against actions that are detrimental or cause suffering to other parties, which in this case is environmental pollution. Environmental pollution is the entry or entry of living creatures, substances, energy and/or other components into the environment by human activities so that their quality decreases to a certain level which causes the environment to be unable to function according to its intended purpose. In writing this article, several problem formulations were taken, namely, what is the criminal law policy regarding the implementation of Law no. 23 of 1997 concerning the current environment? and what is the criminal law policy regarding the implementation of Law no. 23 of 1997 concerning the Environment in the future? The research method used in this research is a normative legal method with the type of research used being normative juridical research and studied using a statutory approach. Environmental criminal law policy at this time cannot be said to be optimal because its handling is still within the limits of warnings, so there has been no judge's verdict that can imprison or criminalize perpetrators of criminal acts of environmental pollution. For environmental criminal law policy for the future, environmental supervisors must carry out outreach and create a guidebook for monitoring environmental activities for environmental monitoring.