Suhariwanto
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PRINSIP INVIOLABILITY DAN EKSTRATERITORIAL DALAM PENEROBOSAN GEDUNG KONSULAT RUSIA OLEH AMERIKA SERIKAT Nathania Shella Iskandar; Wisnu Aryo Dewanto; Suhariwanto
CALYPTRA Vol. 12 No. 2 (2024): Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Mei)
Publisher : Perpustakaan Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract—consular relations as one of the foreign relations is a necessity for every country. both the receiving and sending countries have their respective obligations under international law. the purpose of this research is to find out whether america's actions in entering the empty russian consulate building in seattle violated the principles of inviolability and extraterritoriality in the 1963 vienna convention. this research was conducted using a normative juridical method, using 3 (three) approaches including statute approach, conceptual approach, and case approach. the united states as the recipient country in this study violated the principles of inviolability and extraterritoriality by breaking into an empty russian consulate building in seattle. america should respect the principles of inviolability and extraterritoriality by bringing third parties as neutral parties, and at that time there were no urgent or extraordinary conditions (force majeure). america itself ratified the 1963 vienna convention on diplomatic law so that america could be declared to have violated the principles of international law. Keywords: inviolability, premises, consulate, extrateritoriality Abstrak—Hubungan konsuler sebagai salah satu hubungan luar negeri merupakan kebutuhan bagi setiap negara. Baik negara penerima dan pengirim mempunyai kewajiban masing-masing dalam hukum internasional. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui apakah tindakan Amerika yang masuk kedalam gedung konsulat Rusia yang kosong di Seattle melanggar prinsip inviolability dan extraterritorial dalam Konvensi Wina 1963. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan antara lain statute approach, conceptual approach, dan case approach. Amerika Serikat sebagai negara penerima dalam penelitian ini melanggar prinsip inviolability dan extraterritoriality dengan melakukan pembobolan kedalam gedung konsulat Rusia di Seattle yang kosong. Amerika seharusnya menghargai prinsip inviolability dan extraterritoriality dengan membawa pihak ketiga sebagai pihak netral dan pada saat itu tidak terjadi kondisi mendesak atau hal luar biasa (force majeur). Amerika sendiri meratifikasi Konvensi Wina 1963 tentang hukum diplomatik sehingga Amerika dapat dinyatakan melanggar prinsip hukum internasional. Kata kunci: inviolability, premis, konsulat, ekstrateritorial
ANALISIS PENGAMBILALIHAN TANAH MILIK PRIBADI YANG BERSTATUS CAGAR BUDAYA OLEH PEMERINTAH KOTA PADANG Erika Nathalia L; Lanny Kusumawati; Suhariwanto
CALYPTRA Vol. 13 No. 2 (2025): Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Mei)
Publisher : Perpustakaan Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract—Cultural heritage is a country's historical heritage which is fragile and rare so its existence must be preserved because it has important value for history, science, religion and education. One example of cultural heritage in Indonesia is a cultural heritage building. Cultural heritage buildings have their own characteristics, one of which is that they are more than 50 years old and have historical value as stated in Law Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. Law Number 11 of 2010 is legal protection for cultural heritage in Indonesia. One of the cultural heritage buildings in Padang City is the Ema Idham House. However, currently the cultural heritage building Ema Idham House has collapsed and been razed to the ground because Soehinto Sadikin, as the owner of the house, has carried out the demolition without permission from the Padang City government. The Padang City Public Works and Spatial Planning (PUPR) Department only provided City Plan Information to Soehinto Sadikin, so he had no right to demolish the cultural heritage building. Therefore, so that the cultural heritage building is not lost, the Padang City Government must carry out reconstruction of the building. Ownership rights to the land owned by Soehinto Sadikin must first be transferred to the Padang City Government through land procurement for development in the public interest. This thesis aims to analyze whether the Padang City government has the authority to request the takeover of privately owned land that has cultural heritage status. Keywords: building reserve culture, padang city government, land acquisition Abstrak—Cagar budaya merupakan warisan bersejarah suatu negara yang bersifat rapuh dan langka sehingga wajib dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan pendidikan. Salah satu contoh cagar budaya yang ada di Indonesia yakni bangunan cagar budaya. Bangunan cagar budaya memiliki ciri khas tersendiri salah satunya yaitu memiliki umur lebih dari 50 tahun dan memiliki nilai sejarah sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 merupakan perlindungan hukum bagi cagar budaya yang ada di Indonesia. Salah satu bangunan cagar budaya yang ada di kota Padang adalah Rumah Ema Idham. Namun, saat ini bangunan cagar budaya Rumah Ema Idham tersebut telah runtuh dan rata dengan tanah dikarenakan Soehinto Sadikin sebagai pemilik bangunan rumah telah melakukan pembongkaran tanpa izin dari Pemerintah Kota Padang. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang hanya memberikan Keterangan Rencana Kota kepada Soehinto Sadikin, sehingga ia tidak berhak untuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan cagar budaya tersebut. Oleh sebab itu, agar bangunan cagar budaya tersebut tidak hilang Pemerintah Kota Padang harus melakukan rekonstruksi terhadap bangunan tersebut. Hak milik atas tanah yang dimiliki oleh Soehinto Sadikin harus dialihkan terlebih dahulu kepada Pemerintah Kota Padang melalui pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa apakah Pemerintah Kota Padang berwenang meminta pengambilalihan tanah milik pribadi yang berstatus cagar budaya. Kata kunci: bangunan cagar budaya, pemerintah kota padang, pengadaan tanah