Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Konsolidasi Tanah untuk Penyelesaian Konflik di Tutupan Jepang dalam Kerangka Reforma Agraria: Studi Kasus Kalurahan Parangtritis, Bantul Putraningtyas, Margaretha Elya Lim; Martini, Sri; Rohayati, Titin
Tunas Agraria Vol. 7 No. 3 (2024): Tunas Agraria
Publisher : Diploma IV Pertanahan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/jta.v7i3.350

Abstract

The Japanese Government initiated the Japanese Covered Land Conflict in Parangtritis Subdistrict, Kapanewon Kretek, Bantul Regency by seizing community land, marking it in red ink on the Ledger Book/Letter C and labeling it as "Special I 15/X/03." The status of covered land remains unclear due to the absence of standard procedures and the government's refusal to return the land to the community or take it over. The research aims to analyze the implementation of land consolidation as a solution to resolving agrarian conflicts within the framework of agrarian reform. The research method employs a normative juridical approach, which includes examining research concepts, legal principles, and regulations, collecting field data, and documenting studies. The D.I. Agrarian Reform Task Force Team carried out conflict resolution within the agrarian reform framework. Yogyakarta. A land consolidation mechanism returned the covered land to the previous Japanese land owners. The research results show that this mechanism is an effective policy and solution because it involves the community and stakeholders and, at the same time, organizes land control, both owned by the community and over land cover areas affected by land acquisition as part of community participation for development. Land certification provides clarity of status, and land donation agreements for public infrastructure serve as a vehicle for community participation.   Konflik Tanah Tutupan Jepang di Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul diawali dari perampasan tanah masyarakat oleh Pemerintah Jepang, di mana tanah masyarakat yang tercatat pada Buku Ledger/Letter C dicoret dengan tinta merah dan diberi catatan “Istimewa I 15/X/03”. Ketidakjelasan status tanah tutupan karena perubahan status tanah tidak melalui prosedur pada umumnya dan tidak pernah dikembalikan kepada masyarakat atau diambil alih oleh pemerintah. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai solusi penyelesaian konflik agraria dalam kerangka reforma agraria. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengkaji konsep, asas hukum serta peraturan terkait dengan penelitian, pengumpulan data lapangan dan studi dokumen. Penyelesaian konflik dilaksanakan dalam kerangka reforma agraria oleh Tim Gugus Tugas Reforma Agraria D.I. Yogyakarta. Tanah tutupan dikembalikan kepada bekas pemilik tanah Tutupan Jepang melalui mekanisme konsolidasi tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme ini merupakan kebijakan dan solusi yang efektif karena melibatkan masyarakat, stakeholder dan sekaligus melakukan penataan penguasaan tanah, baik milik masyarakat maupun  terhadap bidang tanah tutupan yang terkena dampak pengadaan tanah sebagai bagian dari partisipasi masyarakat untuk pembangunan. Kejelasan status diwujudkan dalam bentuk sertipikasi tanah, sedangkan partisipasi masyarakat diwujudkan dalam bentuk kesepakatan sumbangan tanah untuk prasarana umum.
Implementasi Data Tinggi Global Navigation Satellite System (GNSS) Continuously Operating Reference Stations (CORS) dalam Pengembangan Kadaster 3 Dimensi (3D) di Indonesia Putraningtyas, Margaretha Elya Lim; Heliani, Leni Sophia; Widjajanti , Nurrohmat
Jurnal Pertanahan Vol 12 No 1 (2022): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v12i1.128

Abstract

Abstrak Representasi sistem kadaster 3D membutuhkan kerangka teknis dalam hal ketelitian posisi dan syarat-syarat teknis. Sistem tinggi yang mempunyai georeferensi pada sistem koordinat horizontal dan vertikal tertentu dapat menentukan lokasi properti dan hubungan geometrik model kadaster 3D. Salah satu solusi alternatif penentuan sistem koordinat vertikal adalah menggunakan tinggi ortometrik yang diikatkan pada sistem tinggi nasional. Seiring dengan perkembangan kadaster 3D dalam beberapa dekade terakhir, berkembang juga teknologi termasuk akuisisi data kadaster 3D, validasi data, dan visualisasi data untuk memenuhi kebutuhan dasar kadaster 3D. Pengukuran objek kadaster 3D secara teliti, baik secara horizontal dan vertikal didukung oleh teknologi pengukuran yang berkembang sangat pesat, seperti GNSS CORS dan laser scanner. Tujuan penyusunan makalah ini adalah menyediakan data kadaster 3D dalam membangun sistem kadaster digital, validasi, dan pemodelan kadaster 3D. Kadaster 3D direpresentasikan menggunakan sistem tinggi ortometrik yang dihasilkan oleh teknologi GNSS CORS dalam tinggi elipsoid. Objek kadaster penelitian adalah Rusunawa Gemawang 2 dan Apartemen Student Park yang mewakili objek rumah susun. Proses georeferensi Rusunawa Gemawang 2 menghasilkan RMSE georeferensi minimum 0,008 m dan maksimum 0,017 m, sementara Apartement Student Park menghasilkan RMSE minimum 0,007 m dan maksimum 0,020 m. Model kadaster 3D divisualisasikan dalam bentuk ruang di tiap-tiap level dan memberikan gambaran geometrik 3D. Konversi tinggi dari tinggi elipsoid menjadi ortometrik merupakan salah satu tantangan dalam representasi kadaster 3D di Indonesia. ABSTRACT The representation of the 3D cadastral system requires a technical framework in terms of positional precision and technical requirements. Height systems that have georeference in certain horizontal and vertical coordinate systems can determine the location of properties and geometric relationships cadastre model. One alternative solution for determining the vertical coordinate system is to use an orthometric height tied to the national height system. Along with the development of the 3D cadastre in the last few decades, technology has also evolved including 3D cadastral data acquisition, data validation, and data visualization to meet the basic needs of the 3D cadastre. The meticulous measurement of 3D cadastral objects, both horizontally and vertically, is supported by rapidly developing measurement technologies, such as GNSS CORS and laser scanners. The purpose of this paper is to provide 3D cadastral data in building a digital cadastral system, validation, and 3D cadastral modeling. The 3D cadastre is represented using the orthometric height system generated by GNSS CORS technology using the elipsoid height. The object of the research cadastre is Rusunawa Gemawang 2 and Student Park Apartment which represent the apartment object. The georeferenced process of Rusunawa Gemawang 2 produces a minimum RMSE of 0.008 m and a maximum of 0.017 m, while the Student Park Apartment produces a minimum RMSE of 0.007 m and a maximum of 0.020 m. The 3D cadastral model is visualized in the form of a space at each level and provides a 3D geometric picture. Converting height from ellipsoid height to orthometric is a challenge in 3D cadastral representation in Indonesia.