Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

An Analysis of the Implementation of Diversion in Efforts to Settle Medical Disputes in Indonesia Arista Candra Irawati; Sarsintorini Putra; Retno Mawarini Sukmariningsih; Adhi Putra Satria
Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology Vol. 15 No. 4 (2021): Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology
Publisher : Institute of Medico-legal Publications Pvt Ltd

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37506/ijfmt.v15i4.17180

Abstract

Based on the legal construction contained in Article 29 of Law Number 36 the Year 2009 concerning Health,it has ordered that health workers suspected of neglecting in carrying out their profession. There is a needfor a settlement preceded by the mediation stage or what is known as the settlement of disputes out of thecourt. The facts in the field show that the handling of medical disputes, especially for doctors who commitnegligence, has not been fully implemented according to the provisions of Article 29 of the Health Law,meaning that the handling is not carried out through the first mediation stage, as in the case experienced bydr. Ayu et al. They had to be brought to court accused of committing medical malpractice because they failedto save the patient during a cito-cesarean operation. Dr. Ayu et al. at that time did not fulfill their rights to getmediation. This is because there has been no further regulation governing the procedures, procedures, andrules for implementing mediation, especially health services. Due to this fact, it becomes an obstacle to theconsistency of mediation efforts as a necessity in solving medical disputes. Law No. 29 of 2004 concerningMedical Practice and Regulation of the Medical Council Number 32 of 2015 concerning procedures forhandling suspected disciplinary violations of Doctors and Dentists do not regulate mediation efforts, so theimplementation of mediation efforts in health services is not optimal.
Prudential Principles Notary in Making Deed Agreement Between Transplant Donor and Recipient Sri Nurdiana Purwaningsih; Sarsintorini Putra; Anggraeni Endah K.
Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology Vol. 15 No. 2 (2021): Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology
Publisher : Institute of Medico-legal Publications Pvt Ltd

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37506/ijfmt.v15i2.15010

Abstract

Introduction: Transplantation of organs in humans is one of the fastest-growing alternative treatments. Theuse of donors from non-family members is one of the considerations. Is a notarized agreement between theorgan giver and the organ recipient necessary so that problems do not occur in the future?Objective: This study’s objective was to analyze the principle precautionary in a notarized deed agreementbetween the donor and recipient transplant.Method Research: This research method uses a normative and empirical juridical approach with descriptiveanalytical and normative research specifications.Conclusion: This study found that the alleged buying and selling of kidneys leaves underhand agreements’ongoing problem. The paradigm that applies in the work of notaries is the principle of prudence in doingnotarial deeds. Prudence comes from the word prudence, which is analogically closely related to thesupervisory function management as it applies to banking. A notary caution is required to draft a transplantnotary agreement between donors and recipients so that disputes do not occur in the future.
TANGGUNG JAWAB HUKUM PERAWAT PRAKTEK MANDIRI TERHADAP ASUHAN KEPERAWATAN DALAM UPAYA PELAYANAN HOLISTIK (Studi di Puskesmas Margadana Kota Tegal) Deddy Utomo; Sarsintorini Putra; Endang Sutrisno
Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan (E-Journal) Vol 12 No 1 (2021)
Publisher : STIKES BHAMADA SLAWI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36308/jik.v12i1.286

Abstract

Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat adalah perawat. Dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan, perawat hanya diperbolehkan memberikan asuhan keperawatan baik di lembaga pelayanan kesehatan maupun dalam kegiatan praktek mandiri. Banyak perawat melakukan praktik mandiri tetapi dalam praktiknya mereka melakukan terapi diagnostik yang merupakan bidang medis atau dokter. Melihat permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk menganalisis Tanggung Jawab Hukum Praktik Perawat Mandiri Terhadap Asuhan Keperawatan dalam Upaya Pelayanan Holistik, hal ini dikarenakan masih banyak perawat di Indonesia yang menjalankan praktik mandiri namun melakukan tindakan medis. Pelayanan holistik merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Pelayanan holistik merupakan satu kesatuan utuh, jika salah satu diganggu maka akan mempengaruhi yang lain. Adapun rumusan masalah dari skripsi ini adalah: 1. Apa tanggung jawab hukum perawat praktik mandiri terhadap asuhan keperawatan dalam upaya pelayanan holistik, 2. Apa konsekuensi hukum dalam penerapan asuhan keperawatan pada perawat praktik mandiri. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab hukum perawat dalam melaksanakan praktik asuhan keperawatan mandiri dalam upaya pelayanan holistik, untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dalam penerapan asuhan keperawatan pada perawat praktik mandiri. Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang lebih menitikberatkan pada hukum yang dikonseptualisasikan sebagai suatu peraturan dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Hasil penelitian menunjukan bahwa perawat cenderung melakukan tindakan medis dalam melaksanakan praktik mandiri adalah faktor ekonomi, faktor perilaku masyarakat, dan kepercayaan masyarakat terhadap program pengobatan gratis. Sedangkan akibat hukum dari pelanggaran yang dilakukan oleh perawat yang melakukan kegiatan praktik mandiri namun melakukan tindakan medis jika melanggar ketentuan hukum maka perawat akan dimintai pertanggungjawaban yang artinya akibat hukum atas tindakan yang dilakukan perawat tersebut. Saran yang dapat penulis sampaikan antara lain bagi perawat harus senantiasa meningkatkan kemampuan kompetensi yang menjadi tanggung jawabnya, dan dalam melaksanakan kegiatan praktik mandiri harus mematuhi dan memahami semua ketentuan dan peraturan yang telah tertuang dalam Undang-Undang Keperawatan secara khusus. bagi Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi (PPNI) agar senantiasa menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan bagi perawat yang melaksanakan kegiatan praktik mandiri.
Inspanningsverbintenis dan Resultaatsverbintenis dalam Transaksi Terapeutik Kaitannya dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sarsintorini putra
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 8 No. 18: Oktober 2001
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol8.iss18.art14

Abstract

The patient comes to the doctor asking to be cure and the doctor agrees with it. it is the of terapeutic transaction, in inspanning sverbintenis, the doctor maximally tries to cure the patient, buthe can not promise a certain recovery. In the resultaatsverbintenis, the agreementis based on the working resuit, for exampie a dentist who makes an artificial teeth, mustfixed to the transaction made with hispatient. In the resultaatsverbintenis can be impiemented in the rule of the customer protection (UU Perlindungan Konsumen}, yet in theinspannings verbintenis has become controversy. It is caused for the inspanningsverbintenis and the resultaatsverbintenis, its authority and the responsibility of the doctors are deferent. Therefore, it needs to be understoodin competence, the authority and the responsibility from the medicolegal aspect.
Aplikasi Pola Paternalistik dan Pola Konsumeristik dalam Informed Consent sarsintorini putra
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 7 No. 15: Desember 2000
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol7.iss15.art10

Abstract

Everybody has the right self-determination about what will be done for his/herself, and he or she also has the right to obtain healthcare as well as the right of information. As consequence, all medical-affairs should obtain consent from the patient or his/her family. The agreement is provided to the patient after she/he gets informed adequately about the importance of medical care with the possibly arising risk. The ground informed consent isan agreement between a doctor and his/her patient. Hence, the doctor who has done a surgery, for Instance, invasively without any permission from the patient is considered breaking the law and is responsible for the patient's injury. In order,that the doctor's information is clear forthe patient—which can hindera conflict— the use of paternalistic pattern and of consumerism pattern are recommended as the ground for the process of informed consent making.
TANGGUNG JAWAB HUKUM PERAWAT PRAKTEK MANDIRI TERHADAP ASUHAN KEPERAWATAN DALAM UPAYA PELAYANAN HOLISTIK (Studi di Puskesmas Margadana Kota Tegal) Deddy Utomo; Sarsintorini Putra; Endang Sutrisno
Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan (E-Journal) Vol 12 No 1 (2021)
Publisher : UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36308/jik.v12i1.286

Abstract

Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat adalah perawat. Dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan, perawat hanya diperbolehkan memberikan asuhan keperawatan baik di lembaga pelayanan kesehatan maupun dalam kegiatan praktek mandiri. Banyak perawat melakukan praktik mandiri tetapi dalam praktiknya mereka melakukan terapi diagnostik yang merupakan bidang medis atau dokter. Melihat permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk menganalisis Tanggung Jawab Hukum Praktik Perawat Mandiri Terhadap Asuhan Keperawatan dalam Upaya Pelayanan Holistik, hal ini dikarenakan masih banyak perawat di Indonesia yang menjalankan praktik mandiri namun melakukan tindakan medis. Pelayanan holistik merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Pelayanan holistik merupakan satu kesatuan utuh, jika salah satu diganggu maka akan mempengaruhi yang lain. Adapun rumusan masalah dari skripsi ini adalah: 1. Apa tanggung jawab hukum perawat praktik mandiri terhadap asuhan keperawatan dalam upaya pelayanan holistik, 2. Apa konsekuensi hukum dalam penerapan asuhan keperawatan pada perawat praktik mandiri. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab hukum perawat dalam melaksanakan praktik asuhan keperawatan mandiri dalam upaya pelayanan holistik, untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dalam penerapan asuhan keperawatan pada perawat praktik mandiri. Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang lebih menitikberatkan pada hukum yang dikonseptualisasikan sebagai suatu peraturan dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Hasil penelitian menunjukan bahwa perawat cenderung melakukan tindakan medis dalam melaksanakan praktik mandiri adalah faktor ekonomi, faktor perilaku masyarakat, dan kepercayaan masyarakat terhadap program pengobatan gratis. Sedangkan akibat hukum dari pelanggaran yang dilakukan oleh perawat yang melakukan kegiatan praktik mandiri namun melakukan tindakan medis jika melanggar ketentuan hukum maka perawat akan dimintai pertanggungjawaban yang artinya akibat hukum atas tindakan yang dilakukan perawat tersebut. Saran yang dapat penulis sampaikan antara lain bagi perawat harus senantiasa meningkatkan kemampuan kompetensi yang menjadi tanggung jawabnya, dan dalam melaksanakan kegiatan praktik mandiri harus mematuhi dan memahami semua ketentuan dan peraturan yang telah tertuang dalam Undang-Undang Keperawatan secara khusus. bagi Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi (PPNI) agar senantiasa menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan bagi perawat yang melaksanakan kegiatan praktik mandiri.