Marthunis, Marthunis
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Bullying at Aceh Modern Islamic Boarding Schools (Pesantrens): Teachers’ Perceptions and Interventions Marthunis, Marthunis; Authar, Nailul
Sukma: Jurnal Pendidikan Vol. 1 No. 2 (2017)
Publisher : Yayasan Sukma Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (24.839 KB) | DOI: 10.32533/01201.2017

Abstract

The study focused on obtaining substantial information of teachers’ perceptions and interventions in bullying cases in the environment of modern ‘pesantren’, Islamic boarding school that facilitates students with formal schooling and dormitory facilities. The study provided an analysis of how teachers at the pesantren conceptually perceive bullying behavior and their concrete actions to prevent the behavior. The study revealed that the pesantren’s teachers perceived bullying as dangerous behavior and therefore should be intervened. The study also discovered that the teachers intervened the behavior more reactively than proactively. However, their positive perceptions that bullying is detrimental as well as their concrete actions to prevent bullying on their pesantren could not reduce its occurrence significantly. Teasing, mocking or nick-name-calling, for instance, were still found in the researched pesantren.[Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan intervensi para guru di lingkungan pesantren modern terhadap perundungan. Pesantren terindikasi sebagai tempat yang cukup rentan terjadi perundungan karena interaksi yang terus menerus terjadi antar siswa, baik di lingkungan sekolah maupun di asrama. Studi ini memberikan analisis bagaimana guru di pesantren secara konseptual memandang perilaku perundungan dan bagaimana tindakan nyata mereka untuk mencegah perilaku tersebut. Penelitian ini juga mencoba mengungkap bagaimana persepsi dan intervensi guru di pesantren terhadap masalah perundungan secara fenomenografi. Penelitian ini menemukan bahwa para guru di pesantren menganggap perundungan sebagai perilaku berbahaya yang perlu ditangani. Para guru di pesantren menggunakan beberapa intervensi dalam bentuk pendekatan reaktif daripada proaktif. Namun, persepsi positif mereka dan tindakan nyata mereka untuk mencegah terjadinya perundungan di dalam lingkungan pesantren tidak dapat mengurangi kemunculannya secara signifikan, terutama mengejek atau menyebut nama gelar tertentu sudah cenderung menjadi kebiasaan dan budaya di lingkungan pesantren.]
Learning Organization Membangun Komunitas Pembelajar Di Sekolah: Pengalaman Sekolah Sukma Bangsa Marthunis, Marthunis
Sukma: Jurnal Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2020)
Publisher : Yayasan Sukma Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32533/04203.2020

Abstract

Organisasi sebenarnya dapat dipandang sebagai makhluk hidup (organism) yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya untuk bertahan (survive) dalam menghadapi persaingan dengan para pesaingnya. Dalam konteks ini, sekolah sebagai sebuah entitas organisasi sejatinya senantiasa harus belajar, dalam rangka mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan zaman yang begitu cepat. Sekolah perlu mendorong terbentuknya komunitas pembelajar (learning community) di dalamnya yang secara sukarela memiliki kemauan untuk terus belajar dan berkembang meningkatkan kapasitas yang muaranya adalah kolektifivitas tim dalam mewujudkan sebuah organisasi pembelajar (learning organization). Upaya dalam memanifestasikan organisasi pembelajar dapat ditempuh dengan menginternalisasikan 5 Pilar: Personal Mastery, Shared Vision, Mental Model, Team Learning, dan System Thinking. Thinking as a whole, berpikir dan memandang bahwa entitas sekolah adalah sebuah perangkat jejaring yang saling terkait dan terhubung antara satu elemen dan lainnya merupakan modal utama sebuah sekolah untuk membangun komunitas pembelajar di dalamnya.
Bullying at Aceh Modern Islamic Boarding Schools (Pesantrens): Teachers’ Perceptions and Interventions Marthunis, Marthunis; Authar, Nailul
SUKMA: Jurnal Pendidikan Vol. 1 No. 2 (2017)
Publisher : Yayasan Sukma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32533/01201.2017

Abstract

The study focused on obtaining substantial information of teachers’ perceptions and interventions in bullying cases in the environment of modern ‘pesantren’, Islamic boarding school that facilitates students with formal schooling and dormitory facilities. The study provided an analysis of how teachers at the pesantren conceptually perceive bullying behavior and their concrete actions to prevent the behavior. The study revealed that the pesantren’s teachers perceived bullying as dangerous behavior and therefore should be intervened. The study also discovered that the teachers intervened the behavior more reactively than proactively. However, their positive perceptions that bullying is detrimental as well as their concrete actions to prevent bullying on their pesantren could not reduce its occurrence significantly. Teasing, mocking or nick-name-calling, for instance, were still found in the researched pesantren.[Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan intervensi para guru di lingkungan pesantren modern terhadap perundungan. Pesantren terindikasi sebagai tempat yang cukup rentan terjadi perundungan karena interaksi yang terus menerus terjadi antar siswa, baik di lingkungan sekolah maupun di asrama. Studi ini memberikan analisis bagaimana guru di pesantren secara konseptual memandang perilaku perundungan dan bagaimana tindakan nyata mereka untuk mencegah perilaku tersebut. Penelitian ini juga mencoba mengungkap bagaimana persepsi dan intervensi guru di pesantren terhadap masalah perundungan secara fenomenografi. Penelitian ini menemukan bahwa para guru di pesantren menganggap perundungan sebagai perilaku berbahaya yang perlu ditangani. Para guru di pesantren menggunakan beberapa intervensi dalam bentuk pendekatan reaktif daripada proaktif. Namun, persepsi positif mereka dan tindakan nyata mereka untuk mencegah terjadinya perundungan di dalam lingkungan pesantren tidak dapat mengurangi kemunculannya secara signifikan, terutama mengejek atau menyebut nama gelar tertentu sudah cenderung menjadi kebiasaan dan budaya di lingkungan pesantren.]
Learning Organization Membangun Komunitas Pembelajar Di Sekolah: Pengalaman Sekolah Sukma Bangsa Marthunis, Marthunis
SUKMA: Jurnal Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2020)
Publisher : Yayasan Sukma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32533/04203.2020

Abstract

Organisasi sebenarnya dapat dipandang sebagai makhluk hidup (organism) yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya untuk bertahan (survive) dalam menghadapi persaingan dengan para pesaingnya. Dalam konteks ini, sekolah sebagai sebuah entitas organisasi sejatinya senantiasa harus belajar, dalam rangka mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan zaman yang begitu cepat. Sekolah perlu mendorong terbentuknya komunitas pembelajar (learning community) di dalamnya yang secara sukarela memiliki kemauan untuk terus belajar dan berkembang meningkatkan kapasitas yang muaranya adalah kolektifivitas tim dalam mewujudkan sebuah organisasi pembelajar (learning organization). Upaya dalam memanifestasikan organisasi pembelajar dapat ditempuh dengan menginternalisasikan 5 Pilar: Personal Mastery, Shared Vision, Mental Model, Team Learning, dan System Thinking. Thinking as a whole, berpikir dan memandang bahwa entitas sekolah adalah sebuah perangkat jejaring yang saling terkait dan terhubung antara satu elemen dan lainnya merupakan modal utama sebuah sekolah untuk membangun komunitas pembelajar di dalamnya.