Yuni Pangestutiani
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DEKONSTRUKSI PEMAHAMAN AGAMA MENURUT MUH}AMMAD ABDUH DALAM RISA Yuni Pangestutiani
Bahasa Indonesia Vol 5 No 1 (2019): JURNAL ILMIAH SPIRITUALIS
Publisher : Program Studi Ilmu Tasawuf IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.512 KB) | DOI: 10.53429/spiritualis.v5i1.55

Abstract

Muh}ammad Abduh adalah salah satu pembaharu Islam yang berasal dari Mesir. Ia memandang bahwa apa yang terjadi terhadap umat Islam saat ini sudah mencapai titik kronis dan membutuhkanlah cara pandang baru terhadap agama yang menjadi sumber rujukan umat Islam serta sebagai bentuk penyesuaian peradaban Islam klasik terhadap peradaban modern yang dibawa oleh Prancis. Pemikiran Abduh dalam pembaharuan didasari pada dua postulat. Pertama, Abduh memandang bahwa perlunya perang agama dalam kehidupan manusia yang secara mutlak bersumber dari al-Qur’an dan Hadis. Kedua, sekolah-sekolah Islam perlu mengasimilasikan yang terbaik dari peradaban Barat. Hal ini disebabkan bahwa Islam adalah agama yang sesuai dengan akal sedangkan akal tidak menolak kemajuan. Abduh berpendapat bahwa al-Qur’an yang turun ke bumi ini bukan tanpa fakta, tetapi al-Qur’an turun sesuai dengan realitas sosial yang ada. Argumentasi yang dibangun oleh al-Qur’an sulit dibantah oleh manusia. Hal ini disebabkan bahwa ayat-ayat al-Qur’an disertai dengan dalil dan fakta yang dapat mematahkan kepercayaan penentangnya, maka didatangkanlah dalil akal, dibangkitkan pikiran dan diperlihatakan fakta alam yang sesesuai dengan akal manusia. Abduh mencoba mendekonstruksi pemikiran Islam yang jumud tanpa merubah dasar agama, sehingga munculah pemahaman-pemahaman baru yang aktual dan sistematis. Pembaruan yang digagas Abduh dapat dirumuskan dalam empat aspek yaitu: pertama, pemurnian Islam dari berbagai pengaruh ajaran dan pengamalan yang tidak benar(bid’ah dan khurafât). Kedua, pembaruan sistem pendidikan tinggi Islam. Ketiga, perumusan kembali doktrin Islam yang sejalan dengan semangat modernitas. Keempat, pembelaan Islam terhadap pengaruh Eropa.
PEMIKIRAN MUH}AMMAD ABIED AL-JABIRI SEBAGAI PROYEK KEBANGKITAN ISLAM Yuni Pangestutiani
Bahasa Indonesia Vol 6 No 1 (2020): JURNAL ILMIAH SPIRITUALIS
Publisher : Program Studi Ilmu Tasawuf IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.236 KB) | DOI: 10.53429/spiritualis.v6i1.81

Abstract

Abied al-Jabiri adalah seorang jawara filsafat Arab yang tak tertandingi. Ia ingin membangkitkan Islam dari keterpurukan. Artikel ini akan membahas pemikiran al-Jabiri untuk membangkitkan Islam. Kesimpulannya adalah: Pertama, orang Arab ketika Nabi Muh}ammad di utus, tidak mempunyai raja dan negara. Pada waktu itu sistem sosial politik di Makkah dan Yatsrib (Madinah) adalah sistem sosial kesukuan yang belum memenuhi persyaratan sebuah negara. Kedua, meskipun pada prakteknya Rasulullah saw. merupakan seorang pemimpin, komandan perang sekaligus pembimbing masyarakat muslim, beliau berulangkali menolak dengan keras untuk disebut sebagai raja atau pemimpin negara. Ketiga, pasca wafatnya Rasulullah, para sahabat beliau merasa bahwa ketiadaan Rasulullah berarti kekosongan institusional. Menurut Al-Jabiri klasifikasi nalar Arab adalah: Pertama, kelompok yang menolak apa saja yang bukan dari tradisi Islam. Kedua, kelompok sekuler-liberal yang menganggap kebangkitan tidak akan bisa dicapai kecuali mengikuti pola-pola Barat. Untuk tujuan ini Al-Jabiri menawarkan qira>’ah mu‘a>s}irah terhadap tradisi yang ia sebut naqd al-‘aql al-‘arabi. Akal Arab dalam pandangan Al-Jabiri, terdiri dari baya>ni, ‘irfa>ni, burha>ni. Baya>ni adalah nalar yang berpijak kepada ilmu nahwu dan bala>ghah; ‘irfa>ni adalah nalar religios-sufistik dan burha>ni adalah nalar yang mengandalkan rasio/akal.
SEKULARISME Yuni Pangestutiani
Bahasa Indonesia Vol 6 No 2 (2020): JURNAL ILMIAH SPIRITUALIS: JURNAL PEMIKIRAN ISLAM DAN TASAWUF
Publisher : Program Studi Ilmu Tasawuf IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.556 KB) | DOI: 10.53429/spiritualis.v6i2.133

Abstract

Sekularisasi merupakan gagasan penting yang berasal dari Islam Liberal, yang diadopsi dari warisan sejarah perkembangan peradaban Barat. Sekularisasi muncul karena ketidak-sanggupan dogma Kristen untuk berhadapan dengan peradaban Barat yang terbentuk dari beragam unsur. Dalam konsep politik diistilahkan dengan desacralization of politics yang bermakna bahwa politik tidaklah sakral. Jadi urusan agama harus disingkirkan dari urusan politik. Modernisme Islam yang ada awalnya muncul sebagai suatu gerakan pembaharuan dan purifikasi Islam, namun kemudian kehilangan kreativitas intelektualnya ketika terlibat dan masuk ke dalam wilayah politik praktis. Sementara realitas sosial – politik pada era Orde Baru – tidak memungkinkan bagi ekspresi politik melalui jalan partai politik menjadi sarana bagi partisipasi umat Islam untuk membangun komunikasi politik yang baik dengan negara. Sekularisasi kebudayaan merupakan transformasi yang saling menyambung antara proses desaklarisasi dan nasionalisasi dalam alam pikiran manusia, yang esensinya adalah memandang agama tidak lagi menjadi kerangka acuan dasar pemikiran. Proses desaklarisasi menyangkut sikap terhadap orang dan benda, yakni menafikan keterlibatan emosional dalam menanggapi urusan agama
PRAGMATISME JOHN DEWEY yuni pangestutiani; Aina Noor Habibah
Bahasa Indonesia Vol 8 No 1 (2022): TASAWUF DAN MEDIA TEKNOLOGI
Publisher : Program Studi Ilmu Tasawuf IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53429/spiritualis.v8i1.380

Abstract

pragmatisme merupakan inti filsafat pragmatik dan menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Kegunaan praktis bukan pengakuan kebenaran objektif dengan kriterium praktik, tetapi apa yang memenuhi kepentingan-kepentingan subjektif individu. Sebagai aliran filsafat, pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk tahu demi tahu, melainkan untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan tindakan dari pada pengetahuan atau ajaran serta kenyataan dalam hidup di lapangan. Oleh karena itu, prinsip untuk menilai pemikiran, gagasan, teori, kebijakan, pernyataan tidak cukup hanya berdasarkan logisnya dan bagusnya rumusan-rumusan, tetapi berdasarkan dapat tidaknya dibuktikan, dilaksanakan dan mendatangkan hasil. Pragmatisme (John Dewey) menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas, merdeka, kreatif serta dinamis. Manusia memiliki kemampuan untuk bekerja sama. Pragmatisme mempunyai keyakinan bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar. Karena itu, ia dapat menghadapi serta mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam diri dan lingkungannya sendiri. Menurut Hardono Hadi (1994: 37), Dewey sangat menekankan hubungan erat antara seorang pribadi dan peranannya di dalam masyarakat. John Dewey dalam hal ini memandang bahwa seorang individu hanya bisa disebut sebagai pribadi kalau ia mengemban dan menampilkan nilai-nilai sosial masyarakatnya. Setiap gagasan mengenai individu haruslah memasukkan nilai-nilai masyarakat, bukan sebaliknya memandang masyarakat sebagai penghalang bagi kebebasan dan perkembangan individu. Kemajuan (progresi) menjadi inti perhatian Pragmatisme yang sangat besar. Pragmatisme, karena itu memandang beberapa bidang ilmu pengetahuan sebagai bagian-bagian utama dari kebudayaan. Menurutnya, bidang-bidang ilmu pengetahuan inilah yang mampu menumbuhkan kemajuan kebudayaan. Kelompok ilmu ini meliputi Ilmu Hayat, Antropologi, Psikologi, serta Ilmu Alam.