Kristiningrum, Esther
Unknown Affiliation

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Terapi Post-dural Puncture Headache Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 12 (2014): Endokrin
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.326 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v41i12.1062

Abstract

Nyeri kepala pasca-pungsi dura / Post-dural Puncture Headcahe (PDPH) merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dari pungsi lumbal diagnostik, terapeutik, atau yang tidak disengaja. Dokter yang melakukan prosedur ini harus mengenal dengan baik strategi pencegahan dan terapi PDPH. Terapi PDPH meliputi penatalaksanaan konservatif, penatalaksanaan medis agresif, terapi invasif konvensional, dan terapi invasif agresif.Post-dural puncture headache (PDPH) is one of the most common complications of diagnostic, therapeutic or inadvertent lumbar punctures. Clinicians who perform these procedures should be familiar with strategies for preventing and treatment of PDPH. The therapeutic approach to PDPH includes conservative management, aggressive medical management, conventional invasive treatments, and aggressive invasive treatments. 
Penggunaan Obat Pelumpuh Otot di ICU Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 10 (2015): Neurologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.25 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v42i10.962

Abstract

Obat pelumpuh otot melumpuhkan/merelaksasi otot rangka dengan menghambat transmisi impuls saraf pada sambungan otot-saraf. Obat pelumpuh otot dibagi menjadi obat depolarisasi dan non-depolarisasi. Obat ini dapat bermanfaat di unit perawatan intensif (ICU) untuk berbagai kondisi klinik. Dokter sebaiknya memilih suatu obat pelumpuh otot berdasarkan farmakologi obat dan karakteristik individu. Monitoring klinis dan train-of-four (TOF) direkomendasikan untuk menurunkan risiko komplikasi terkait dengan obat pelumpuh otot.Neuromuscular blocking agents (NMBAs) paralyze skeletal muscles by blocking nerve impulses at myoneural junction. It is categorized into depolarizing or nondepolarizing agents based upon their mechanism of action. These drugs may be useful in the intensive care unit (ICU) for a variety of clinical conditions. The clinician should choose an NMBA on the basis of drug pharmacology and individual characteristics. Both clinical and train-of-four (TOF) monitoring was recommended to reduce risk of complication associated with NMBA.
Farmakoterapi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 46, No 4 (2019): Dermatologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (793.754 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v46i4.491

Abstract

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan kelainan saluran napas dan/atau alveoli yang biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya. Manajemen optimal PPOK multifaset yang menggabungkan strategi non-obat dan manajemen obat. Beberapa obat seperti bronkodilator dan antiinflamasi dapat membantu pasien COPD.Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a common, preventable and treatable disease, characterized by persistent respiratory symptoms and airflow limitation due to airway and/or alveolar abnormalities, usually caused by significant exposure to noxious particles or gas. The optimal management requires a multifaceted approach which incorporates non-drug as well as drug-management strategies. Some medications such as inhalation bronchodilators and anti-inflammatory agents can help COPD patients.
Suplemen untuk Rambut Sehat Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 6 (2018): Penyakit Dalam
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1440.347 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v45i6.661

Abstract

Usia, perubahan hormonal, defisiensi zat gizi, stres, penataan rambut yang berlebihan, dan faktor-faktor lainnya dapat menyebabkan rambut rusak atau kerontokan rambut. Mengingat risiko efek samping obat-obatan untuk kerontokan rambut, banyak orang tertarik pada pengobatan alternatif. Suplemen dapat membantu mempertahankan lingkungan sebaik mungkin untuk pertumbuhan rambut yang sehat dan mengurangi kerusakan dan kerontokan rambut.Age, hormonal changes, nutrient deficiency, stress, over-styling, and other factors can cause damaged hair or hair loss. Due to risk of drugs for hair loss, many people look into alternative treatments. Supplements can help maintain the best possible environment for healthy hair growth, and reduces hair damage and hair loss.
Farmakoterapi untuk Osteoporosis Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 47, No 5 (2020): CME - Continuing Medical Education
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1029.739 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v47i5.361

Abstract

Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang dengan konsekuensi tulang menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur. Di seluruh dunia, 1 dari 3 perempuan dan 1 dari 5 pria berusia di atas 50 tahun akan mengalami fraktur osteoporosis. Tujuan terapi farmakologis adalah untuk mengurangi risiko patah tulang. Obat osteoporosis dikategorikan sebagai agen antiresorptif (misalnya bisphosphonate, estrogen, calcitonin, dan denosumab) atau agen anabolik (misalnya: raloxifene dan teriparatide). Pengobatan lini pertama untuk sebagian besar pasien osteoporosis pasca-menopause meliputi alendronate, risedronate, zoledronic acid, dan denosumab.Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by low bone mass and damage to bone microarchitecture with the consequence of more fragile and more easily fractured bone. Worldwide, 1 in 3 women and 1 in 5 men over age 50 will experience osteoporotic fractures. The goal of pharmacological therapy is to reduce the risk of fractures. Medications to treat osteoporosis are categorized as antiresorptive agents (i.e., bisphosphonates, estrogen, calcitonin, and denosumab) or anabolic agents (i.e., raloxifene and teriparatide). The first-line treatment for most postmenopause osteoporosis patients includes alendronate, risedronate, zoledronic acid, and denosumab.
Penggunaan Hydroxychloroquine dalam Tatalaksana Covid-19 Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 47, No 12 (2020): Dermatologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v47i12.1246

Abstract

Penyakit coronavirus 2019 (Covid-19) telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Saat ini berbagai obat telah diteliti dalam upaya mengobati dan mencegah penularan virus tersebut, salah satunya adalah hydroxychloroquine yang selama ini dikenal sebagai obat antimalaria dan obat penyakit autoimun seperti lupus eritemasosus sistemik. Selain efek imunomodulasi, studi in vitro menunjukkan bahwa hydroxychloroquine juga memiliki efek antivirus, namun studi pada pasien Covid-19 hasilnya bervariasi dalam hal perbaikan outcome. Saat ini pada kondisi pandemi, hydroxychloroquine secara darurat bisa digunakan terbatas dalam pengawasan ketat oleh dokter untuk pengobatan pasien Covid-19 dewasa dan remaja yang memiliki berat badan 50 kg atau lebih dan dirawat di rumah sakit.The 2019 coronavirus disease (Covid-19) has spread rapidly throughout the world. Various drugs have been studied for treating and preventing virus transmission, including hydroxychloroquine, known as antimalarial and an autoimmune disease drug such as systemic lupus erythematosus. In addition to an immunomodulating effect, in vitro studies have shown that hydroxychloroquine also has antiviral effects, but studies on Covid-19 patients have shown mixed results. Currently, in pandemic conditions, hydroxychloroquine can be limitedly used for emergency under close medical supervision for treating adults and adolescents weighed 50 kg or more with Covid-19 in a hospital setting.
Peranan SOD pada Tatalaksana Akne Vulgaris Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 2 (2018): Urologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v45i2.175

Abstract

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit inflamasi yang disebabkan oleh perubahan pada unit pilosebaseus. Stres oksidatif dapat berperan dalam etiopatogenesis dan/atau progresivitas penyakit ini. Superoxide dismutase (SOD) merupakan pertahanan antioksidan lini pertama dalam tubuh yang juga mempunyai efek antiinflamasi dan antifibrotik. Banyak studi menunjukkan bahwa aktivitas SOD secara bermakna lebih rendah pada pasien akne dibandingkan kontrol. Suplementasi SOD dapat bermanfaat untuk mengobati pasien akne.
Penggunaan Montelukast dalam Terapi Asma Bronkial dan Rinitis Alergi Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 5 (2021): CME - Continuing Medical Education
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.644 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v48i5.1372

Abstract

Montelukast merupakan antagonis reseptor leukotrien (LTRA) oral yang diindikasikan untuk terapi asma kronik, profilaksis bronkokonstriksi yang diinduksi latihan fisik, serta meredakan gejala rinitis alergi, baik musiman maupun sepanjang tahun. Montelukast direkomendasikan sebagai monoterapi untuk mengontrol asma, khususnya pada anak, dan sebagai terapi tambahan terhadap ICS (inhalation corticosteroid) atau alternatif terhadap penambahan LABA (long acting beta agonist). Selain itu, montelukast oral direkomendasikan pada dewasa dan anak dengan rinitis alergi musiman dan pada anak prasekolah dengan rinitis alergi sepanjang tahun.Montelukast is an oral leukotriene receptor antagonist (LTRA) indicated for the treatment of chronic asthma, prophylaxis of exercise-induced bronchoconstriction, and for the relief of symptoms of both seasonal and perennial allergic rhinitis. LTRA is recommended as monotherapy to control asthma, especially in children, and as an adjunct therapy to ICS (inhalation corticosteroid) or an alternative to the addition of LABA (long acting beta agonist). Oral montelukast are also recommended for adults and children with seasonal allergic rhinitis and in preschool children with perennial allergic rhinitis. 
Penggunaan Vitamin D3 Oral Dosis Tinggi Kristiningrum, Esther
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49 No 10 (2022): Oftalmologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v49i10.1718

Abstract

Vitamin D is a fat-soluble vitamin with an important role in various skeletal and non-skeletal physiological functions. Vitamin D deficiency has been found in many countries including Indonesia, and has been associated with an increased risk of various diseases. Vitamin D supplementation or even high-dose vitamin D therapy is often necessary to maintain or to achieve optimal vitamin D status, especially if rapid correction is required and/or as adjunctive therapy for other diseases. Various clinical trials have shown that high-dose oral vitamin D3 therapy is effective and relatively safe for vitamin D deficiency patients.