Penelitian ini membahas peran notaris dalam menjamin kepastian hukum hak waris anak luar kawin dengan studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 390K/PDT/2023. Latar belakang penelitian ini adalah adanya disharmoni normatif antara KUHPerdata dan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam mengatur status dan hak waris anak luar kawin, yang kemudian diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Tujuan penelitian adalah menganalisis peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan Akta Keterangan Waris yang menjamin kepastian hukum bagi anak luar kawin berdasarkan perkembangan yurisprudensi terkini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan perundang-undangan. Fokus penelitian diarahkan pada dinamika hukum waris dalam keluarga non-Muslim di Indonesia yang diatur dalam KUHPerdata dan dipengaruhi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Putusan tersebut memperluas hubungan perdata anak luar kawin dengan ayah biologisnya, sehingga memberikan peluang bagi pengakuan hak waris anak luar kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara normatif KUHPerdata masih membedakan anak sah dan anak luar kawin, di mana anak luar kawin hanya memperoleh sebagian tertentu dari warisan jika telah diakui secara sah. Namun, perkembangan yurisprudensi melalui putusan Mahkamah Konstitusi telah memperkuat perlindungan hukum bagi anak luar kawin, meskipun implementasinya masih menghadapi hambatan praktis. Dalam konteks ini, notaris memegang peran penting dalam memberikan kepastian hukum melalui pembuatan Akta Keterangan Waris. Akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan menjadi instrumen utama untuk melindungi hak para ahli waris, termasuk anak luar kawin. Implikasi penelitian ini menunjukkan perlunya harmonisasi legislasi dan penyusunan pedoman teknis bagi notaris agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal dalam melindungi hak waris anak luar kawin tanpa menimbulkan ketidakpastian hukum.