Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TRANSMISI GELOMBANG MELALUI STRUKTUR BAWAH AIR BERBAHAN GEOTEXTILE TUBE SEBAGAI PELINDUNG PANTAI PASIR BUATAN Allo, Daniel Bara Padang; Paotonan, Chairul
JURNAL RISET TEKNOLOGI KELAUTAN Vol 10, No 2 (2012)
Publisher : Ikatan Sarjana Teknik Perkapalan UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perlindungan pantai pasir buatan dari ancaman erosi akibat gempuran gelombang dilakukandengan pembangunan pelindung pantai. Permasalahan yang timbul dengan dibangunnya konstruksipelindung pantai tersebut adalah terganggunya keindahan dan kenyamanan pantai (puncak strukturyang muncul ke permukaan), bahan konstruksi yang tidak ramah lingkungan, dan biaya yang cukupmahal. Geotextile tube (geotube) sebagai pemecah gelombang bawah air merupakan salah satualternatif bangunan pelindung pantai pasir buatan terhadap erosi. Informasi teknis tentang transmisigelombang melalui struktur ini masih sangat terbatas. Penelitian dilakukan dengan menggunakanmodel fisik 2D untuk mencari parameter-parameter yang berpengaruh terhadap transmisigelombang. Model dibuat dari kain menyerupai geotube kemudian diisi pasir dengan caramemvariasi tinggi struktur (hs) terhadap kedalaman di lokasi struktur (ds) (hs/ds: 0,72, 0,86, 0,90,1,00). Demikian juga untuk mengetahui pengaruh parameter lebar struktur (B), lebar model divariasidengan mempertahankan tinggi struktur (hs). Dengan memvariasi periode dan tinggi gelombangyang melewati struktur yang ditempatkan di dalam saluran gelombang sebelumnya, penelitimelakukan pengamatan dan pengukuran tinggi gelombang di depan dan di belakang struktur. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa transmisi gelombang melalui struktur ini dipengaruhi oleh parameterstruktur (hs/ds) dan parameter gelombang (H0/gT2). Dengan regresi multi parameter didapatkanformula koefisien transmisi 0,606 0,690.( / ) 0,116.ln( / ) 20 K h d H gT t s s    . Parameter lebar struktur (B)dalam penelitian ini tidak terlalu berpengaruh terhadap transmisi gelombang karena adanyahamparan pasir di belakang struktur.
MASS CIRCUMCISION FOR UNPROSPEROUS CHILDREN: A COMMUNITY SERVICE MODEL BASED ON HEALTH AND SOCIAL VALUES Mudatsir; Andhy Romdani; Daniel Bara Padang Allo; Andina Eka Mandasari; Adhitya Rahmat Taufiq; Aquinaldo Sistanto Putra; Revianti Coenraad; Muhammad Raka El Ghifari; Fahmi Rahmat Amanulloh
BALANGA: Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Vol. 13 No. 2 (2025): Journal Balanga Edisi Juli-Desember 2025
Publisher : Jurusan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, FKIP, Universitas Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37304/balanga.v13i2.20016

Abstract

Access to safe and hygienic circumcision services remains a serious challenge for some Indonesians, especially for underprivileged families in densely populated urban areas like Bekasi. Ironically, circumcision has significant medical benefits, from preventing urinary tract infections and reducing the risk of sexually transmitted infections (STIs), to promoting reproductive hygiene. Beyond its medical benefits, circumcision also plays a strong social role as a symbol of a boy's transition to adulthood in Indonesian culture. This community service initiative aims to address the gap in access to circumcision services through a free mass circumcision program targeting children from underprivileged families. The implementation method includes target identification, health education for children and parents, circumcision using the dorsumsisi technique, and post-event support. The activity took place on July 12, 2025, in Bekasi, involving 40 children aged 5–13. Results showed that all participants underwent the circumcision process safely and without significant complications. This program not only positively impacted children's health and development but also strengthened self-confidence and strengthened social bonds within the community. This community service-based mass circumcision demonstrates that preventive health interventions can be integrated with social empowerment. This activity is worthy of widespread replication as a model of collaboration between higher education institutions, health workers, and local communities.