Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penentuan Mathla’ Hilal: (Tempat Terbit atau Tempat Munculnya) Oktavia, Putri Aulia
AL - AFAQ : Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Vol. 2 No. 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1021.905 KB) | DOI: 10.20414/afaq.v2i1.2302

Abstract

Abstract: This research is based on various polemics and actual differences discussed every year in the determination of the beginning of the Islamic month (Islamic calendar), such as the month of safar, rajab month, month of Zulhijjah, and especially the beginning of Ramadan and Shawwal. Determination of the beginning of the month and time of worship is a matter of great concern in Islam, especially in Indonesia, which is one of the countries with the big majority of Muslims in the world. Various problems that arise in determining the beginning of the Islamic month (Islamic calendar), especially Ramadan and Shawwal are about mathla 'which then emerged the terms' global mathla 'and regional matla'. In this case, Indonesia has a policy of using two methods, especially in determining the beginning of the month of Ramadan, namely Hisab and Rukyat, Hilal is one form of natural phenomenon that changes the instructions for humans in determining worship times based on Hijri. calendar, so the appearance of the new moon somewhere or what is commonly called mathla 'new moon is the main requirement in determining the beginning of the month. With the emergence of the polemic of differences of opinion, the Muslim community, especially in Indonesia, relied on the fatwa of the Indonesian Ulema Council in each determination based on the opinions of the four Imam of Madzhab through the hadith, asbabul wurud, and hads atsar about the determination of mathla 'hilal. Abstrak: Penelitian ini diangkat dari berbagai polemik dan perbedaan yang aktual di bicarakan pada tiap tahun dalam penentuan awal bulan hijriah (kalender Islam), seperti bulan safar, bulan rajab, bulan Zulhijjah, dan khususnya awal bulan Ramadhan dan Syawal. Penentuan awal bulan dan waktu Ibadah merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam Islam khususnya di Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan Mayoritas muslim terbesar di dunia. Berbagai problem yang muncul dalam penentuan awal bulan hijriah (kalender Islam) khususnya ramadhan dan syawal adalah tentang mathla’ yang kemudian muncul istilah mathla’ global dan matla’ regional. Dalam hal ini di Indonesia mempunyai kebijakan dengan menggunakan dua metode khususnya dalam penentuan awal bulan Ramadhan yaitu Hisab dan rukyat, Hilal merupakan salah satu bentuk dari perubahan gejala alam yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam menentukan waktu ibadah yang pelaksanaanya berdasarkan penanggalan Hijriah, dengan begitu munculnya Hilal di suatu tempat atau biasa disebut mathla’ hilal merupakan syarat utama dalam penentuan awal bulan tersebut, Dengan munculnya polemik perbedaan pendapat tersebut mayarakat muslim khususnya di Indonesia bersandar pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam setiap penentuanya dengan diperkuat oleh pendapat empat Imam Madzhab melalui hadist,asbabul wurud, dan atsar hadits mengenai penentuann mathla’ hilal.
Penentuan Mathla’ Hilal: (Tempat Terbit atau Tempat Munculnya) Oktavia, Putri Aulia
AL - AFAQ : Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Vol. 2 No. 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/afaq.v2i1.2302

Abstract

Abstract: This research is based on various polemics and actual differences discussed every year in the determination of the beginning of the Islamic month (Islamic calendar), such as the month of safar, rajab month, month of Zulhijjah, and especially the beginning of Ramadan and Shawwal. Determination of the beginning of the month and time of worship is a matter of great concern in Islam, especially in Indonesia, which is one of the countries with the big majority of Muslims in the world. Various problems that arise in determining the beginning of the Islamic month (Islamic calendar), especially Ramadan and Shawwal are about mathla 'which then emerged the terms' global mathla 'and regional matla'. In this case, Indonesia has a policy of using two methods, especially in determining the beginning of the month of Ramadan, namely Hisab and Rukyat, Hilal is one form of natural phenomenon that changes the instructions for humans in determining worship times based on Hijri. calendar, so the appearance of the new moon somewhere or what is commonly called mathla 'new moon is the main requirement in determining the beginning of the month. With the emergence of the polemic of differences of opinion, the Muslim community, especially in Indonesia, relied on the fatwa of the Indonesian Ulema Council in each determination based on the opinions of the four Imam of Madzhab through the hadith, asbabul wurud, and hads atsar about the determination of mathla 'hilal. Abstrak: Penelitian ini diangkat dari berbagai polemik dan perbedaan yang aktual di bicarakan pada tiap tahun dalam penentuan awal bulan hijriah (kalender Islam), seperti bulan safar, bulan rajab, bulan Zulhijjah, dan khususnya awal bulan Ramadhan dan Syawal. Penentuan awal bulan dan waktu Ibadah merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam Islam khususnya di Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan Mayoritas muslim terbesar di dunia. Berbagai problem yang muncul dalam penentuan awal bulan hijriah (kalender Islam) khususnya ramadhan dan syawal adalah tentang mathla’ yang kemudian muncul istilah mathla’ global dan matla’ regional. Dalam hal ini di Indonesia mempunyai kebijakan dengan menggunakan dua metode khususnya dalam penentuan awal bulan Ramadhan yaitu Hisab dan rukyat, Hilal merupakan salah satu bentuk dari perubahan gejala alam yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam menentukan waktu ibadah yang pelaksanaanya berdasarkan penanggalan Hijriah, dengan begitu munculnya Hilal di suatu tempat atau biasa disebut mathla’ hilal merupakan syarat utama dalam penentuan awal bulan tersebut, Dengan munculnya polemik perbedaan pendapat tersebut mayarakat muslim khususnya di Indonesia bersandar pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam setiap penentuanya dengan diperkuat oleh pendapat empat Imam Madzhab melalui hadist,asbabul wurud, dan atsar hadits mengenai penentuann mathla’ hilal.
Dampak Tingginya Intensitas Cahaya pada Observasi Fajar Shadiq di Masjid Jami’ Manyar Gresik Firmansyah, Adam; Jannah, Ida Kholul; Firjatullah, Imawan; Oktavia, Putri Aulia; Ardini, Shirly; Qulub, Siti Tatmainul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 4 No. 2 (2023): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v4i2.2223

Abstract

Abstrak: Penentuan awal waktu Subuh dalam Islam berkaitan erat dengan kemunculan fajar shadiq. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak tingginya intensitas cahaya terhadap visibilitas fajar shadiq di kawasan Masjid Jami’ Manyar Gresik. Metode yang digunakan adalah observasi langsung menggunakan kamera DSLR dengan teknik time-lapse dan pengukuran kecerahan langit menggunakan Sky Quality Meter (SQM). Data dikumpulkan dalam rentang waktu sebelum hingga sesudah prediksi terbitnya fajar shadiq dengan interval pengamatan 60–120 detik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa intensitas polusi cahaya buatan di kawasan industri sangat mempengaruhi keterlambatan dan bias pengamatan fajar shadiq secara visual. Kemunculan fajar shadiq sulit terdeteksi dengan mata telanjang, mengakibatkan ketidakakuratan dalam menentukan waktu Subuh. Faktor atmosferis seperti ketebalan udara, kelembaban, serta sumber cahaya lokal turut memperparah gangguan pengamatan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa lokasi dengan polusi cahaya rendah lebih ideal untuk observasi fajar shadiq. Penetapan awal Subuh berdasarkan observasi di kawasan bercahaya tinggi harus mempertimbangkan mitigasi polusi cahaya agar memperoleh hasil yang lebih akurat. Studi ini diharapkan menjadi rujukan untuk pengembangan standar observasi fajar shadiq di Indonesia.Kata Kunci: fajar shadiq, polusi cahaya, observasi astronomi, waktu Subuh. Abstract: The early determination of the time of Fajr in Islam is closely related to the appearance of the dawn of shadiq. This study aims to analyze the impact of high light intensity on the visibility of dawn shadiq in the area of the Jami' Manyar Gresik Mosque. The method used is direct observation using a DSLR camera with a time-lapse technique and measuring sky brightness using a Sky Quality Meter (SQM). Data were collected in the time range before and after the prediction of the dawn of shadiq with an observation interval of 60–120 seconds. The results of the observations showed that the intensity of artificial light pollution in industrial areas greatly affected the delay and visual bias of dawn shadiq observation. The appearance of dawn shadiq is difficult to detect with the naked eye, resulting in inaccuracies in determining the time of Fajr. Atmospheric factors such as air thickness, humidity, and local light sources also aggravate observation interference. This study concluded that locations with low light pollution are more ideal for dawn shadiq observations. The early determination of Fajr based on observations in high-light areas should consider light pollution mitigation in order to obtain more accurate results. This study is expected to be a reference for the development of dawn shadiq observation standards in Indonesia.Keywords: Dawn Shadiq, light pollution, astronomical observations, dawn time.