Notaris dalam melaksanakan kewajiban dan kewenangannya diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Pengawasan Notaris didasari oleh Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2021 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian, serta Anggaran Majelis Pengawas Notaris. Berdasarkan hasil pengawasan, seorang Notaris dapat diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia apabila melakukan pelanggaran berat. Notaris dapat mengajukan gugatan pembatalan sebagaimana tercatat dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 235/G/2019/PTUN.KT yang mencabut dan membatalkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.55.AH.02.04 Tahun 2019. Permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penilitian ini yaitu apakah penerbitan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Penelitian ini juga menganalisis tanggung jawab yang timbul setelah keputusan tersebut dikeluarkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif-deskriptif. Dengan menerapkan teori tanggung jawab, teori kepastian hukum serta asas-asas umum pemerintahan yang baik, dapat disimpulkan bahwa Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut telah memenuhi asas kepastian hukum namun belum memenuhi asas kecermatan. Sedangkan merupakan tanggung jawab Menteri untuk mencabut keputusan yang telah dibuat serta mengembalikan status Notaris dengan cara mengangkat kembali sebagai Notaris di tempat semula