This Author published in this journals
All Journal Zenit
Peter Angkasa
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Psychological Approach to The Analysis of The Fall of Macbeth Angkasa, Peter
Zenit Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Zenit

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini menganalisis unsur-unsur yang ada dalam "Macbeth". Protagonis dalam tragedi karya Shakespeare harus seseorang dari kalangan atas, yaitu raja, ratu, pangeran, putri, atau  bangsawan yang mempunyai kualitas yang sangat menonjol  tetapi tokoh ini juga mempunyai kelemahan atau kekurangan yang luar biasa yang menyebabkan kehancurannya. Pada awal cerita, Macbeth dipuji sebagai seorang jendral yang hebat dan gagah perkasa tetapi kemudian dibenci karena ambisinya yang jahat. Dalam tragedi karya Shakespeare, selalu ada kebetulan dan elemen supranatural yang membuat dramanya menjadi seru tetapi unsur-unsur tersebut bukan penyebab hancurnya sang tokoh. Ia harus mati karena perbuatannya sendiri. Karya sastra  ini juga dianalisis unsur-unsur psikologinya seperti ego, id, superego dan thanatos serta istilah-istilah kedokteran seperti somnambulisme dan prematur.Keywords: Shakespearean tragedy, patrician, extraordinary traits, tragic flaw, coincidences,  supernaturals
Poets Loyalty to Poetic Convention Angkasa, Peter
Zenit Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Zenit

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karya ilmiah ini merupakan hasil dari studi pustaka tentang inovasi dalam penulisan puisi. Dalam  tulisan ini penulis membandingkan para penyair yang menjunjung tinggi bentuk-bentuk sajak yang setia pada kaidah-kaidah konvensionil dengan penyair-penyair  yang ‘melanggar’ kaidah-kaidah konvensionil dalam penulisan sajak. Di  sini penulis menggambarkan usaha-usaha yang dilakukan oleh para penyair pada zaman awal penciptaan sajak di Inggris di mana para penyair sangat menjunjung tinggi unsur rime dalam sajak-sajak mereka. Dengan berjalannya waktu, ada beberapa penyair yang tidak lagi menghiraukan bunyi atau rime yang enak didengar baik rime yang ada di awal,  di tengah, maupun di akhir bait. Mereka justru berinovasi, yaitu dengan menulis sajak-sajak yang ‘memanjakan’ mata dan tidak lagi mempedulikan telinga. Salah satu penyair inovatif yang karya-karyanya dijadikan sebagai sumber utama pembahasan dalam makalah ini adalah sajak-sajak Edward Estlin Cummings. Penyair ini dijadikan sebagai fokus dari tulisan ini karena dia adalah penyair  yang paling banyak ‘melanggar’ tata cara dalam menulis sajak-sajaknya. Apakah kita harus menyanjungnya sebagai penyair yang paling inovatif  sangat tergantung pada konsep kita tentang sebuah sajak; apakah sebuah sajak itu adalah sebuah tulisan yang harus dibaca dengan bersuara dan didengarkan dengan enak atau sebuah tulisan yang hanya bermakna bila dipandang dan dinikmati tanpa suara seperti halnya sebuah gambar atau lukisan?  Keywords::  poems, convention, innovation, poetic devices, ear, eye, rhyme, metre, shape  
Transformation of Literary Genre Angkasa, Peter
Zenit Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Zenit

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian pustaka ini membahas transformasi dalam menulis karya sastra yaitu dari suatu genre tertentu ke dalam genre yang lain. Sebuah drama dalam bentuk sajak bisa diubah bentuknya menjadi drama berbentuk prosa yang lazim disebut sebagai paraphrase‘ dalam Bahasa Inggris. Ini sangat banyak dilakukan terutama terhadap karya-karya Shakespeare yang pada umumnya dianggap terlalu sulit untuk dibaca oleh orang-orang awam. Sebuah drama atau sebuah novel bisa juga ditransformasikan menjadi sebuah sajak yang pendek yang merupakan intisari atau ringkasan ceritanya saja atau sebuah sajak yang benar-benar baru yang hanya menggunakan tema dari kedua genre tersebut sebagai tema sajaknya. Pada dasarnya, seorang penulis yang handal dapat mengubah suatu genre  tertentu menjadi genre lainnya dengan cukup mudah. Bahkan sebuah judul, seorang protagonis, seorang antagonis, sebuah ungkapan, sebuah bait, atau sebuah pepatah bisa juga dikembangkan menjadi sebuah sajak, sebuah dongeng, sebuah cerita pendek, sebuah novel, sebuah drama, dan sebagainya.Transformasi yang demikian tentu saja membawa konsekwensi atau dampak tertentu; sebuah karya sastra yang sangat bermutu bisa saja menjadi sebuah tulisan yang tidak ada nilai sastranya tetapi mungkin saja sebuah tulisan yang biasa biasa saja‘ dikembangkan menjadi sebuah karya sastra yang lebih bernilai. Perubahan yang didambakan tentu saja suatu perubahan yang bernilai positif. Meskipun demikian, perubahan apapun yang dilakukan tentu tidak boleh ada unsur plagiarismenya.Keywords:  transformasi, genre, nilai sastra, dampak dari  perubahan, peningkatan mutu, pengurangan kwalitas, plagiarism