Anggrek merupakan salah satu tanaman yang mempunyai keanekaragaman dan memiliki berbagai manfaat. Anggrek bulan (Phalaeonopsis amabilis) merupakan salah satu jenis anggrek yang diperbanyak dengan cara konvensional yang membutuhkan waktu lama dalam budidaya. Hal ini berlawanan dengan permintaan pasar yang tinggi terhadap anggrek bulan sehingga terancam punah sehingga masuk ke daftar Apendiks II CITES. Indonesia memiliki banyak wilayah sebagai persebaran anggrek, khususnya anggrek bulan. Salah satu kawasan yang terdapat anggrek bulan yaitu kawasan Gunung Galunggung Tasikmalaya. Namun populasi disana semakin berkurang. Melihat potensi yang dimiliki, diperlukan adanya upaya konservasi untuk mempertahankan keberadaan dari anggrek bulan dengan penerapan ilmu bioteknologi yaitu teknik kultur jaringan in vitro. Kultur jaringan in vitro dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian benzylaminopurin (BAP) terhadap pertumbuhan anggrek bulan dengan parameter berupa waktu pertumbuhan biji anggrek yang dikelompokkan dalam enam fase. Metode yang digunakan adalah true experiment menggunakan sampel biji anggrek bulan yang sudah tua dan memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam konsentrasi BAP yaitu 0 PPM; 0,5 PPM; 1,5 PPM; 2,5 PPM; 3,5 PPM; dan 4,5 PPM. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi yang dilakukan selama dua bulan. Sedangkan, data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA Satu Jalur yang menghasilkan kesimpulan terdapat pengaruh BAP terhadap pertumbuhan anggrek sehingga dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5% untuk mengetahui konsentrasi yang berpengaruh nyata pada tiap fase. Hasil yang didapatkan yaitu perlakuan dengan pemberian BAP 1,5 PPM yang berpengaruh terhadap keseluruhan fase yang terjadi pada biji yaitu ditandai dengan embrio yang sudah tidak lagi dilapisi testa, embrio mempunyai akar serap untuk menyerap nutrisi sehingga berubah warna menjadi hijau sebagai tanda mengandung klorofil, pada fase akhir memiliki primordia daun yang akan tumbuh menjadi daun pertama.